Menjual Keberagaman di Antara Kehalalan

Karena bakal ada kerjaan dan mengurangi pengangguran. Dan ini bisa bikin gubernur, bupati dan walikota tidur tenang dan peluang kepilih lagi bisa lebih besar.

Senin, 25 November 2019 | 18:49 WIB
0
281
Menjual Keberagaman di Antara Kehalalan
Presiden Jokowi resmikan Halal Park (Foto: bisnis.com)

Menggenjot “Halal Tourism” harus dimulai dari pertanyaan dasar ini: Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Namun toleransi menjadikan Muslim di Indonesia menjadi unik. Unik dan spesialnya apa sih?

Jawaban atas pertanyaan ini bisa diturunkan menjadi ribuan items.

Taman Halal dan Stafsus Milenial 

Salah satuya adalah Taman Halal. Sebagai destinasi wisata halal, perlu dong tempat khusus untuk menunjukkan bahwa muslim dari seluruh penjuru dunia, bakal mendapatkan kemudahan atau paling tidak acuan. Di taman halal itulah mereka nyaman makan, minum, bertransaksi dan tentu saja beribadah.

Wah kok diskriminasi ya? Apa non Muslim tidak boleh masuk? Ya tentu saja boleh. Toh tidak ada masalah bagi non Muslim untuk makan dan minum atau bertransaksi perbankan di sana. Bahkan masuknya non Muslim di taman halal justru menjadi bukti betapa kita ini bertoleransi dan menerima perbedaan.

Kalau begitu perlu juga dong Taman Non Halal.

Bisa juga.

Sejauh potensi mendatangkan uang wisatawan asing banyak dan signifikan. Mengapa tidak?

Yang penting maksud pendirian Taman Halal dan Non Halal semata ditujukan untuk menciptakan keunikan tertentu. Bukan karena dasar kebencian dan nafsu equality kebablasan berdasarkan pemikiran kodran kadrun. You dapet gue mesti dapet dong. Gak gitu logikanya.

Keberagaman. Itu yang utama. Tim marketing sektor pariwisata dengan mudah menjual aneka program ini.

Cuma lucunya, Taman Halal Park yang diresmikan Pak Presiden gak (belum) ada website. Gak ada FPnya. . Bijimana orang bisa tahu apa isi dalemannya. Karena sayang banget 250 Milyar rupiah itu barang, nantinya cuma dianggurin, malahan jadi sarang burung gereja nanti. Ini yang harus segera diperbaiki.

Coba itu stafsus yang milenial bisikin dan sounding pak Jokowi buru-buru di startup itu halal park, biar punya website, interactive event dan sebagainya.

Bahkan undang band kafir nyayi bareng sama Nisa Sabyan

Gaji You 51 juta lho…

Potensi Muslim Plesiran 

Potensi wisatawan asing muslim ini gede banget lho. Global Muslim Travel Index (GMTI) memproyeksikan jumlah orang Muslim yang plesiran ke luar negeri tahun depan 2020 mencapai 158 juta orang. Mereka keluarkan uang sebesar USD220 miliar atau setara Rp3.080 trilyun.

Enam tahun kemudian yakni 2026, mereka keluarkan uang lebih banyak lagi yakni USD300 miliar atau setara Rp4.200 triliun .

Indonesia yang mayoritas muslim dapet apa?

Waktu menterinya Arief Yahya, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019 yang mengacu pada standar global Global Muslim Travel Index (GMTI). Sampai Desember 2019 targetnya ada 5 juta wisatawan Muslim ke Indonesia. Meroket 42 persen dibanding tahun lalu. Dari total kunjunga, wisman muslim itu prosentasenya 25 persen. 75 persen kafir  (istilah ini untuk memudahkan saja tapi mo ketawa juga boleh).

Persoalan Wisman Musli Ada di Kehumasan 

Biang keladinya adalah buruknya Public Relations dan Kehumasan Kementerian terkait. Yang menjadi penyakit kronis hampir semua kementerian hingga kebijakannya tidak terkomunikasi dengan baik.

Kadang gemes liat kerja mereka jadi sempet ada niat buat ngelamar jadi PR di kementerian. Cuma ASNnya itu lho...

Nah, dari kementerian yang ada, jujur harus kita akui bahwa Public Relations dan Kehumasan Kementerian Pertahanan zaman pak Prabowo Subianto malahan yang paling bagus. Seluruh kebijakan Kemenhan terkomunikasi dengan baik oleh kehumasan Kemenhan. Jadi kita bisa tahu, betapa Kemenhan menyampaikan dengan baik perspektif pertahanan untuk kawasan regional, Indo Pasific dan Pertahanan semesta.

Bandingkan sekarang dengan kementerian Pariwisata.

Kementerian ini digadang-gadang sebagai pusat mencari duit di tengah resesi global dan lembeknya investasi dan keluaran pabrikan. Namun kementerian ini kurang berhasil mensosialisasi gagasan Wisata Halal itu ke masyarakat. Pendekatan kehumasan terkesan top down.

Kasih Bali dan Toba Kesempatan 

Contohnya wisata halal Bali dan Toba yang geger itu. Menteri dan wamen jadi bulan-bulanan karena tidak berhasil menyampaikan gagasannya. Jadi disalahartikan. Oleh Sindo lagi. Gak tahu dipecat gak tuh reporter sama editornya sama Om Harry Tanoe.

Pasti belio mencak-mencak, anaknya baru kerja dan dikerjain sama medianya sendiri. Mo ngakak gak sih?

Tapi ini bukan kesalahan satu-satunya.

Konsep wisata halal yang kini dituding terindikasi kadrun yang konyol itu karena pendekatan Kemenpar sendiri. Ini semua karena segenap stake holder di Bali dan Toba tidak diikutsertakan secara aktif. Kemenpar terkesan memaksakan kebijakan mereka hingga terjadi penolakan dan isunya berkembang macam-macam.

Padahal kita yakin kok jika tour operator di Bali atau di Toba atau di manapun diajak ikut merancang program, isu halal dan non halal bisa hilang.

Mengapa?

Karena hanya orang Bali dan Toba saja yang tahu bagaimana menjual daerahnya untuk segmen muslim. Bukan orang kemenpar yang ada di Monas sana. Kemenpar tinggal jual itu program lewat berbagai saluran marketing mereka termasuk promise di KBRI negara-negara Muslim.

Dua Serangkai Berdampingan Dapat Uang 

Kemudian apa yang membuat kita semua yakin Halal Tourism sukses di Bali dan Toba (atau ditempat lain di Manado sekalipun yang dikenal tanah 1000 gereja)?

Kuncinya ini: menjual keragamanan di antara kehalalan.

Kita jual citra bahwa di antara perbedaan, semuanya berjalan seiring sejalan tanpa ada yang tersakiti dan diliputi kebencian.

Itu. Pasti laku.

Semua daerah punya alasan mempertahankan peluang datangkan uang.

Karena bakal ada kerjaan dan mengurangi pengangguran. Dan ini bisa bikin gubernur, bupati dan walikota tidur tenang dan peluang kepilih lagi bisa lebih besar. Atau jika sudah dua periode, kan bisa nyalonin istri atau anaknya.. yang penting bukan politik dinasti.. karena dasarnya meritokrasi. Ya, gak?

Jadi kalau ada yang nuduh kodran kadrun, banyak yang bakal marah. Mereka tinggal di kemplang. Atau kasih mereka kerjaan. Supaya sadar bahwa kita ini hidup bahagia dan nyaman karena keberagamanan. Di antara non halal dan halal.

Dan diantara non-non-nan lainnya..

Kenapa?

Karena kita Indonesia…

Iya kan.

***

Bukan Kadrun atau non Kadrun..