Saya ikut penasaran: apa penyebab jatuhnya pesawat Lion itu. Kok terhempas begitu saja ke laut. Di utara Karawang Senin lalu itu.
Tapi biarlah para ahli yang menganalisa.
Kita sulit menyalahkan pesawat: pesawatnya baru. Sulit menyalahkan pengamanan bandara: tidak ada indikasi teroris. Sulit menyalahkan petugas darat: tidak ada indikasi kelebihan beban. Kelebihan jumlah penumpang. Atau kelebihan bagasi.
Sulit menyalahkan pilot: tidak ada indikasi narkoba. Atau kurang istirahat. Atau bunuh diri karena putus asa.
Mungkin ini sebuah sunatullah manajemen: ketika sebuah perusahaan berkembang begitu pesatnya. Tumbuh begitu meroketnya.
Semua pengusaha kagum pada Lion. Yang baru dapat ijin operasi tahun 2000.
Dalam 18 tahun begitu hebatnya: mengalahkan semua perusahaan penerbangan Indonesia. Pun mengalahkan Garuda yang milik negara.
Bahkan sudah mengembangkan diri ke luar negeri: Malaysia, Thailand dan India. Kabarnya sedang siap-siap bikin Lion di Nigeria.
Sudah pula mengembangkan rute internasional.
Yang juga fenomenal adalah: pertambahan armada pesawatnya. Begitu fantastisnya: membeli pesawat seperti membeli sepeda motor.
Tahun 2011 membeli 275 Boeing 737. Hanya dalam satu kontrak. Sampai disaksikan Presiden Amerika, Barack Obama.
Membeli Airbus 320 pun dalam jumlah ratusan. Demikian juga saat membeli pesawat berbaling-baling ATR 70. Jumlahnya serba fantastis. Lionlah pembeli terbesar kedua Boeing. Perusahaan Indonesia ini.
Seperti tidak mikir uang. Padahal pendapatannya rupiah. Harus bayar dalam dolar. Saya sulit membayangkan betapa besar kenaikan pembayaran Lion: saat rupiah terus melemah begini.
Dari segi pengembangan bisnis selalu saja mengagumkan. Padahal, saat Lion memulai, Anda mungkin sudah lupa: hanya menggunakan lima pesawat sewaan dari Russia: Yakovlev Yak 42D. Saya belum sempat merasakan naik pesawat jenis itu. Lion sudah langsung tancap gas: masuk era Boeing 737.
Bagaimana di sisi pengembangan manajemennya? Bisakah mengimbanginya? Pengembangan manajemen sepenuhnya ‘masalah pengembangan manusia’.
Manusia sering sulit dibentuk secepat membentuk boneka.
Misalnya, bagaimana cara cepat mengatasi kekurangan pilotnya. Bagaimana dengan kilat menyiapkan tim pemeliharaannya. Bagaimana percepatan sistem pendidikan dan latihannya. Apalagi pesawat yang dibeli selalu baru. Termasuk baru bidang teknologinya. Dan bagaimana mengontrol ketepatan jadwalnya.
Semua bermuara di manusia. Di problem manajemen itu. Kalau saja Lion perusahaan rokok mungkin tidak terlalu besar resikonya. Tapi Lion itu perusahaan penerbangan: keselamatan penumpang jadi taruhannya.
Itulah sebabnya di sebuah perusahaan penerbangan susunan direksinya berbeda. Harus ada direktur bidang keselamatan. Memang hak sepenuhnya pemegang saham untuk menunjuk seorang direktur. Tapi di perusahaan penerbangan direktur keselamatan harus disetujui pemerintah. Dalam hal ini dirjen perhubungan udara. Pemegang saham tidak boleh mengangkat sembarang orang. Harus yang memenuhi begitu banyak kreteria. Yang ditetapkan pemerintah.
Pemerintah harus menolak calon direksi yang tidak memenuhi syarat. Izin penerbangan tidak bisa diberikan kalau direktur keselamatannya tidak memenuhi syarat.
Perusahaan penerbangan sama dengan bank. Yang harus punya direktur bidang risiko. Yang komisarisnya harus sepersetujuan OJK.
Semua perusahaan boleh berkembang pesat. Tapi untuk penerbangan perkembangan tidak sebebas perusahaan lain.
Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat ini: pelatihan terus menerus diperlukan untuk teknologi cockpit yang juga terus berubah.
Lion ditakdirkan serba fenomenal: pertumbuhan bisnisnya, keparahan keterlambatan jadwalnya dan kini jumlah kecelakaannya.
***
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews