Pernah menanyakan kepada anak Anda dari mana asalnya daging sapi? Dalam artikel yang pernah dibaca ada anak di luar negeri yang menjawab supermarket karena mereka tidak pernah melihat sapi hidup. Mungkin juga di Indonesia ada anak yang berpandangan sama tentang asal beras. Beras yang berasal dari sawah dan hasil penjualannya adalah sumber kesejahteraan petani.
Namun pemerintah sering kali menghadapi simalakama tentang harga pangan. Jika pembelian ke petani dihargai tinggi maka otomatis penjualan ke konsumen akhir akan juga tinggi.
Emak-emak akan marah
Dalam situasi lain jika terjadi panen raya maka harga jual akan rendah. Walaupun akan menyenangkan konsumen akhir.
Giliran petani yang marah
Baca lebih lengkap “Simalakama Pemerintah tentang harga pangan”
Selain itu yang membuat bingung adalah mengapa terkadang pedagang bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dibanding petani. Pola distribusi yang belum efisien dan menguntungkan pemburu rente.
Namun pemerintah sudah membentuk satgas pangan yang sedikit banyak bisa membantu pengendalian harga. Terbukti dengan inflasi yang terjaga cukup rendah di kisaran 3-4 persen sejak tahun 2015.
Dana Desa
Jumlah dana desa yang sudah digelontorkan oleh pemerintahan Jokowi-JK sejak tahun 2014 mencapai sekitar 180 triliun Rupiah. Bukan jumlah yang kecil, per desa bisa mendapatkan sekitar 800 juta Rupiah bahkan ada yang lebih.
Membaca artikel harian Kompas Rabu 13 Feb 2019, desa Suntenjaya Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat adalah salah satu desa yang telah merasakan manfaat dana desa.
Sesuai dengan arahan dan fokus pemerintah, pemerintah desa Suntenjaya membangun jalan sepanjang 30 kilometer dengan lebar 3 meter. Menghabiskan sekitar 70 persen dari dana sebesar 1,2 miliar Rupiah yang diterima tahun 2018.
Jalan desa ini memudahkan petani (kebanyakan petani sayuran) untuk pergi ke ladang. Tadinya harus berjalan sejauh 1,5 kilometer untuk merawat atau memanen yang terkadang sambil memikul hasil panen (bisa mencapai puluhan kg). Sekarang mereka bisa menggunakan kendaraan untuk pergi ke ladang dengan adanya jalan tersebut.
Selain bisa lebih hemat tenaga (bagian dari kesejahteraan menurut saya), kualitas hasil panen juga bisa meningkat. Karena dengan jalan yang bagus, risiko hasil panen untuk jatuh dan rusak bisa berkurang. Selain itu mereka bisa membawa hasil panen lebih banyak. Terakhir mudah bagi para petani yang berjumlah sekitar 5000 orang di desa Suntenjaya untuk menjualnya ke pasar.
Agrowisata
Demi menambah penghasilan sekarang ini desa Suntenjaya sedang mengembangkan agrowisata. Sebuah usaha wisata yang berjalan seiring dengan pertanian.
Tanpa adanya pertanian mana mungkin ada agrowisata. Untuk itu petani akan bersemangat untuk merawat ladang mereka. Agar terlihat bagus dan bisa dinikmati oleh para wisatawan yang mampir ke sana.
Rumah mereka mungkin bisa dijadikan sebagai penginapan sederhana. Anak kota bisa menginap di sana sehingga tahu bahwa brokoli itu hasil pertanian. Bukan hasil pabrik yang dikirim ke supermarket. Sambil menikmati udara segar pedesaan.
Solusi
Kreativitas macam desa Suntenjaya mungkin bisa menjadi solusi simalakama dalam harga pangan. Meskipun misalnya harga jatuh karena panen raya, petani masih bisa sejahtera dengan mendapatkan penghasilan dari agrowisata.
Ke depan yang harus dipikirkan adalah bagaimana pemerintah desa dengan BumDes menggunakan dana desa bisa mengembangkan atau minimal mengadopsi teknologi.
Teknologi yang bisa membantu agar daya tahan panen bisa lebih panjang. Teknologi yang bisa membantu meningkatkan hasil panen, Teknologi pengolahan lahan agar lebih efisien. Bahkan mungkin saja membuat e-dagang untuk menjual hasil panen ke konsumen langsung sehingga keuntungan yang didapat bisa lebih tinggi.
Asal penggunaannya tepat saya pikir dana desa bisa membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Desa Suntenjaya adalah salah satu contoh desa yang berhasil menggunakan dana desa dengan baik.
Jika petani sejahtera maka ketahanan pangan Indonesia akan selalu terjaga.
Salam...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews