Ekonomi Rakyat Mulai Menggeliat Sehabis Lebaran

Hidup harus tetap berjalan, tidak boleh berlama-lama di dalam rumah. Karena Tuhan tidak mengirim makanan atau catering di depan pintu masyarakat.

Minggu, 7 Juni 2020 | 21:31 WIB
0
222
Ekonomi Rakyat Mulai Menggeliat Sehabis Lebaran
New Normal (Foto: detik.com)

Jalan-jalan di perkotaan mulai ramai dan pandat. Bahkan kota Bandung sudah mulai macet lagi. Warung makan atau restoran juga sudah mulai buka, setelah sekian lama atau bulan tutup karena dampak pandemi corona. Ekonomi mulai bangkit atau menggeliat setelah jargon "new normal" digaungkan oleh pemerintah.

Dan masyarakat juga menyambut antusias. Bahkan gaung "new normal" membuat bursa saham atau IHSG selama Minggu kemarin ijo-royo-royo atau naik dan sempat menembus IHSH: 5,000.

Seperti kita ketahui, beberapa daerah atau provinsi sudah melonggarkan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dan masyarakat boleh melakukan aktivitas dagang atau bekerja dengan ketentuan mengikuti protokol yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah atau pusat.

Sekalipun ada provinsi yang memakai istilah lain yaitu masa transisi. Entah transisi-siapa ke siapa. Tetapi sejatinya nama lain dari pencabutan PSBB.

Pergerakan masyarakat di jalan sudah mulai padat, pasar-pasar malah sangat ramai atau lebih ramai dibanding sebelum lebaran. Tentu dengan mulai masyarakat beraktvitas di luar rumah akan ada risiko atau konsekuensinya.

Apa risiko atau konsekuensinya ditengah pandemi yang belum mereda? Yaitu akan bertambah atau meningkat jumlah masyarakat yang tertpapar virus corona. Kita tunggu 14 hari ke depan untuk menguji teori ini. Apakah akan bertambah atau justru berkurang.

Kalau bertambah maka teori penyebaran virus corona ada kaiatannya dengan masyarakat yang suka berkerumun-maka,] benar adanya. Namun kalau tidak bertambah, maka teori itu perlu dikaji lagi. Tapi bisa jadi, imunnya masyarakat semakin kuat atau virusnya yang makin melemah.

Seperti yang terjadi di AS kerusuhan rasialisme malah menimbulkan gelombang demonstrasi di berbagai kota dan dengan jumlah massa yang sangat banyak.

Bahkan tidak memakai masker baik itu demonstran atau polisi. Yang namanya demo pasti meneriakkan tuntututan atau yel-yel tanda solidaritas. Dan pasti akan mengeluarkan droplet atau percikan atau semburan ludah dari mulut. Apalagi AS negara dengan jumlah positif corona terbesar dan juga yang meninggal.

Kita uji, apakah di AS setengah bulan ke depan akan ada lonjakan atau peningkatan yang terpapar virus corona akibat dari demontrasi yang sudah memakan waktu berhari-hari? Tapi sepertinya masyarakat AS sudah tidak peduli dengan virus corona dan sudah jenuh akibat lockdown. Mau meningkat atau terjadi lonjakan sudah tidak menjadi sesuatu yang menakutkan.

Sekarang hampir di semua negara menggaungkan gerakan "new normal" sekalipun virus corona di setiap negara belum menunjukkan tanda-tanda turun atau mereda. Akan tetapi ekonomi harus bangkit dan tidak boleh terpuruk. Kalau ekonomi hancur atau jatuh risiko yang dihadapi atau ditanggung akan lebih besar dibanding risiko kesehatan. Bahkan presiden Brazil juga sudah menggaungkan "new normal". Padahal di negaranya terjadi lonjakan yang positif corona dan yang meninggal. Malah mau mengikuti jejak Trump yaitu keluar dari WHO.

Sepertinya negara atau masyarakat sudah mulai menganggap virus corona bukan sesuatu yang menakutkan atau malah masyarakat sudah tidak begitu peduli dengan virus corona ini. Hidup harus tetap berjalan, tidak boleh berlama-lama di dalam rumah. Karena Tuhan tidak mengirim makanan atau catering di depan pintu masyarakat. Berkabung karena kematian saja hanya dikasih waktu tiga hari.

Tetapi juga tidak ada paksaan, kalau ada masyarakat masih ingin berlama-lama di dalam rumah yaa monggo, tidak ada larangan.Tinggal siapkan bekal yang banyak yang cukup, syukur-syukur bisa sampa akhir tahun atau tahun baru.

Mudah-mudahan wabah ini layaknya musim buah yang akan segera reda atau berakhir.

***