Branding vs Nurturing

Pemuja prinsip Nurturing percaya dengan kekuatan dari dalam diri pelakunya (internal): kecerdasan, kesabaran, kelenturan, keprigelan dan kreativitasnya.

Selasa, 2 Maret 2021 | 08:28 WIB
0
279
Branding vs Nurturing
Kemasan mie instan ( Foto: dok. Pribadi)

Selama belasan tahun ini, dalam banyak forum yang mengundang saya sebagai narasumber atau dosen tamu, foto sebungkus mie instan ini sangat cespleng saya jadikan contoh untuk menjelaskan, apa bedanya berpikir Branding dan berpikir Nurturing didalam berbisnis atau berpolitik.

Berpikir Branding adalah prinsip menjalankan bisnis yang prakteknya terjebak mengandalkan kekuatan dari luar diri pelakunya (eksternal). Lihat saja trik komunikasi visual produk ini. Rekayasa branding terhadap mie instan ini sebagai upaya memikat konsumen untuk mau tertarik membeli dan mengkonsumsinya cerdas banget.

Tengok gambarnya. Mie instan polos dan kering yang hanya terbuat dari tepung terigu tidak tampil sendirian. Dia bisa naik kelas atau tampil semakin memikat setelah ditemani oleh foto 7 macam kekuatan dari luar. Yaitu: tomat merah, seledri ijo, bawang merah, bawang goreng, bawang daun, irisan telor rebus & sepotong paha bawah ayam goreng.

Coba bayangkan, betapa gak menariknya mie instan ini tanpa kehadiran foto 7 bahan tambahan tersebut. Gak bakal selera, bukan?

Trik ini 11-12 dengan rekayasa para politisi saat musim pilkada. Lihatlah spanduknya. Foto diri para calon di spanduk pasti membawa-bawa foto-foto tokoh terkemuka lain yang dianggap bisa melambungkan citra para calon secara instan.

Calon gubernur dari parpol PDI-P, misalnya. Pasti di spanduk dia akan bawa-bawa foto Jokowi, foto Megawati, bahkan foto Bung Karno. Mengapa? Karena syahwat branding. Calon gubernur itu pengen mendompleng citra dahsyat tokoh-tokoh legendaris itu.

Sebaliknya, bagi politisi atau pebisnis yang berprinsip Nurturing, mereka gak butuh semua citra palsu itu. Mereka bakal pede abis dengan kekuatan otentik dari dalam diri. Bagi pebisnis sejati, melata merintis dari bawah itu gak perlu gengsi. Gak butuh tampil perlente, bermobil mewah dan berkantor megah demi branding palsu.

Pemuja prinsip Nurturing percaya dengan kekuatan dari dalam diri pelakunya (internal): kecerdasan, kesabaran, kelenturan, keprigelan dan kreativitasnya. Itu semua kekuatan dalaman yang gokil. Utamakan Nurturing, pratamakan Branding!

***
.