Melakukan usaha bisnis dengan suasana hati yang tertekan tentu sangat tidak baik bagi kesehatan dan kemajuan usaha.
Mempertimbangkan Positif Negatif Berbisnis Antar "Orang Sendiri"
Kata "Orang luar" dan begitu juga dengan "Orang sendiri" ditulis di antara dua tanda kutip, tentu sudah jelas maksudnya. Yakni "orang luar" adalah pembeli pada umumnya, sedangkan "orang sendiri" adalah teman teman dan sanak famili kita. Hal yang paling sering didengar adalah kalimat, " Wah. Koh Rudy masa sama orang sendiri harganya tidak ada beda dengan orang lain? Kasih diskonlah ya Acek Rudy." Dan Acek Rudy adalah orang yang tidak tegaan, apalagi kalau yang mau beli masih muda dan cantik lagi. "Hayaaa, owe lugilah, tapi cincailah, Owe kasih diskon 50 persen."
Kalau jual beli lancar dan kita tidak mendapatkan keuntungan dari hasil jual beli dengan "orang sendiri" ya anggap saja kita lagi menumpuk pahala. Tapi sudah dikasih diskon sama Acek Rudy 50 persen, ee si nona bilang "Aduh, dompet ketinggalan, besok saya antar ya Om Rudy. Percayakan sama Mey Mey?" Nah, kembali Acek Rudy mengelus jenggot yang belum tumbuh, sambil senyum kayak orang tergigit cabe rawit dan bilang, "Oyaa, nggak apa-apa. Owe percaya deh selatus persen sama Mey mey." Eee, ditunggu-tunggu, ternyata esok itu maksudnya, kapan ingat.
Atau barang yang sudah dibeli, tetiba esok harinya dikembalikan dalam kondisi sudah terbuka bungkusannya. Dengan alasan, tidak sesuai pesanan orang rumah. Nah, lagi-lagi dihadapkan pada pilihan, kalau barang yang dikembalikan dalam kondisi masih utuh, tentu saja tidak menjadi masalah, tapi kalau bungkusan sudah disobek, gimana? Sebuah pilihan yang tidak mudah. Menerima kembali, berarti rugi, tidak menerima berarti lebih rugi lagi, yakni putusnya hubungan persahabatan atau hubungan kekeluargaan.
Walaupun tulisan ini dikemas dalam ujud humor, tetapi sesungguhnya hal ini sungguh terjadi. Walaupun mencoba disiplin, tapi menghadapi orang yang kita kenal baik, apalagi masih ada hubungan famili, maka rasanya tidak tegaan, mau bilang "tidak bisa". Kalaupun memaksa diri untuk mengatakan, "Maaf, tidak ada diskon, harga pas dan sebelum barang dibawa, mohon pembayarannya dilunaskan terlebih dulu."
Maka hampir dipastikan "orang kita sendiri" akan merasa tersinggung karena merasa tidak dipercayai. Padahal boleh jadi ia sungguh sungguh lupa bawa dompet. Akibatnya terjadi keretakan hubungan persahabatan atau hubungan kekeluargaan yang sudah dibina selama bertahun-tahun.
Pengalaman Pribadi
Sewaktu masih di Padang dan kami mau menjual kendaraan kami karena akan membeli yang baru, maka salah seorang sahabat baik menelpon bahwa ia berminat mau beli. Dan harga pun disetujui, tapi uangnya akan ditransfer dalam satu dua hari. Saya setuju, karena sahabat lama. Karena yakin kendaraan sudah terjual, maka hari itu juga kami ke Show Room dan membeli Corolla baru. Tetapi dua hari kemudian, kendaraan yang "sudah terjual" dikembalikan ke rumah karena kata sahabat saya yang memutuskan membeli, tanahnya tidak jadi terjual sehingga batal beli kendaraan saya. Akibatnya, ada 2 kendaraan di rumah, sedangkan garasi hanya satu.
Terus Apa Positifnya?
Kalau sama sama saling menjaga hubungan, maka positifnya, bila "orang sendiri" mau berbelanja, cukup angkat telpon dan bilang apa yang mau dibeli dan kemudian uangnya ditransfer dan barang bisa langsung dikirim ke alamat rumah atau dijemput. Tetapi mencari orang yang mau saling bertenggang rasa, tentu tidak semudah membalik telapak tangan.
Karena lebih banyak akan menyebabkan kerugian, maka jalan terbaik adalah melakukan transaksi kepada orang luar. Kita bisa tegas: "Ada uang ada barang." Sedangkan urusan diskon tidaknya, tergantung pada masing-masing Penjual.
Melakukan usaha bisnis dengan suasana hati yang tertekan tentu sangat tidak baik bagi kesehatan dan kemajuan usaha. Maka jalan terbaik adalah mengambil pola: "Business is business " Hubungan persahabatan dan hubungan kekeluargaan adalah hal yang terpisah.
Tjiptadinata Effendi
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews