Ratna Sarumpaet ditangkap polisi di Bandara Soetta. Dia ingin kabur ke luar negeri. Sebelumnya polisi telah mendatangi rumah Ratna. Tapi orangnya sudah menghilang.
Polisi sigap. Mereka mengejar Ratna ke bandara. Benar saja. Ratna hendak berangkat ke luar Indonesia. Di sanalah Ratna ditangkap.
Sementara di media sosial pasukan mereka sejak pagi mulai memainkan isu bahwa Ratna adalah penyusup. Artinya mereka menuding Ratna sengaja menjebak mereka dengan hoax.
Saya membacanya begini.
Setelah hoax sugra (hoax kecil) yang mereka mainkan kemarin, dengan menggoreng isu Ratna digebuki, kini mulai mau dimainkan hoax besar.
Karena hoax kemarin terbongkar, mereka harus memikirkan strategi recovery. Lalu disusun rencana untuk menciptakan kehebohan baru. Ratna diminta kabur ke lokasi yang jauh. Agar kehadirannya tidak terdeteksi masyarakat Indonesia. Mungkin Ratna akan menghilang sampai Pilpres 2019 nanti.
Lalu apa yang mungkin dimainkan?
Hilangnya Ratna memungkinkan mereka memainkan isu baru lagi. Bahwa Ratna adalah penyusup yang sengaja disusupkan kubu Jokowi untuk merusak lawannya. Buktinya setelah membongkar kasus itu, Ratna menghilang.
Hilangnya Ratna akan memberi amunisi kepada mereka untuk mengatakan bahwa ini adalah operasi intelejen. Jadi tudingan bahwa Ratna adalah penyusup mendapat tempat.
"Gak mungkin Ratna hilang begitu saja. Pasti ada peran aparat," mungkim begitu nanti yang akan ditudingkan mereka. Ujung-ujungnya menyalahkan Jokowi lagi.
Atau bukan tidak mungkin dibuat tudingan yang lebih seram. "Ratna dihabisi. Ratna diculik, agar informasi bahwa dia penyusup bisa dihilangkan. Yang bisa melakukan penculikan ini hanya tenaga terlatih."
Sebab siang ini sudah dimainkan sebuah skenario bahwa Ratna sesungguhnya adalah penyusup. Mereka ingin menjadikan Ratna sebagai kelinci dalam skenario permainan yang aneh ini. Kebetulan, Ratna juga rela menjadi martir. Klop.
Jika ini benar, mengerikan bukan?
Tapi untung saja aparat kepolisian sigap. Ketimbang muncul spekulasi baru atas hilangnya Ratna, lebih baik mereka menangkap dulu.
Setidaknya dengan ditangkapnya Ratna isu yang mereka sematkan kepada nenek 70 tahun itu bisa terus digoreng. Langkah ini bisa membalikan keadaan.
Tadinya mereka terlanjur malu sebagai penyebar hoax, dengan skenario baru itu diharapkan mereka bisa menuding balik ada yang menghabisi atau menculik Ratna. Gak jauh-jauh. Yang akan dituding, ya lawan politiknya lagi.
Tapi, Ratna kini berada di tangan polisi. Berbagai hoax baru, bisa dihindari. Berbagai tuduhan baru, bisa ditepis.
Dan, kini, mereka mungkin juga lagi kebingungan. "Gagal maning, son. Kepriben?"
"Mas, jangan yakin dulu polisi sudah menangkap Ratna Sarumpaet," ujar Abu Kumkum.
"Lho, beritanya begitu, kum"
"Dia kan kemarin baru operasi plastik. Mungkin saja sekarang wajahnya berubah jadi Amien Rais..."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews