Kita sering mendengar di televisi, para elite ngomong, “Rakyat sudah cerdas.” Lha kalau benar demikian, kenapa kok tetap saja berniat membodohi rakyat? Dan berani-beraninya membuat pernyataan bodoh untuk membohongi rakyat, padahal “rakyat sudah cerdas”?
Cobalah perhatikan. Tak sedikit omongan para elite, yang mestinya baik, sopan, etis, mulia, kenyataannya nggak mutu. Bahkan para elite tak malu mengarang cerita yang nggak logis, yang dari sisi moral cerita saja, sudah nggak bener.
Misalnya gini deh, ada yang mengaku masih keturunan nganu. Terus terkena kasus hukum. Terus katanya umroh. Lhah masuk DPO. Terus di sana kini konon dicekal bepergian. Terus minta tolong dikembalikan ke negeri ini, pada capres yang didukungnya. Terus lapor ke DPR, pemerintah ikut serta dalam rekayasa cekal itu. Terus maunya apa?
Ketika ditanya wartawan, apa maksud ada yang menghalangi balik ke negeri ini? Jawabnya; “Rakyat sudah cerdas!” Lho, cerdase nengdi, Dul? Ndik ndhasmu, tah? Ada juga wakil Ketua DPR-RI sering ngomong gitu ketika ditanya; Benarkah Prabowo terlibat dalam penculikan pendemo 1998? “Rakyat sudah cerdas,” jawabnya.
Sampai-sampai kita tidak tahu, apa makna dari kata-kata ‘rakyat sudah cerdas’ itu, karena sering dipakai untuk kepentingan berbeda, oleh kubu yang berlawanan untuk kasus yang mungkin sama.
Nah, kalau rakyat sudah cerdas, kenapa elite politik kita jadi makin bodoh? Atau karena rakyat sudah cerdas, maka mereka makin terlihat bodoh? Tapi mereka bangga (atau keras kepala) mempertunjukkan kebodohannya?
Dalam ajakan menonton film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ (saya selalu tuliskan judul lengkapnya, untuk menjelaskan perspektif yang mau dibangun film itu), Partai Berkarya Tommy Soeharto, mamajang tagline; “Melawan Lupa”.
Lupa terhadap apa? “Rakyat sudah cerdas,” jawabnya. Sementara yang menolak ajakan nonton film, ndilalahnya juga suka memakai kata, “rakyat sudah cerdas”, tak bisa lagi dibohongi dengan propaganda murahan.
Di televisi, dalam acara talk-show atau debat nggak mutu, yang juga dihadiri para terdidik universitas luar negeri, kita juga sering mendengar pernyataan itu. Sementara kita tak mendapatkan data, kecerdasannya setingkat apa? Seberapa banyak, di bidang apa saja? Kenapa indeks prestasi kita, daya saing sdm kita, masih rendah bahkan di Asia Tenggara saja? Kenapa begini dan begitu? Apa kita jawab saja; “Rakyat sudah cerdas”, gitu?
Istilah itu kemudian lebih mengesankan sebagai elakan. Untuk tak mengatakan bahwa mereka sendiri asal njeplak. Asal bikin pernyataan. Yang ketika ditanya dasar logika atau maksudnya, mereka sendiri tak bisa merumuskan. Mereka sendiri nggak ngerti yang dikatakannya, maka buru-buru mengunci dengan jawaban; “Rakyat sudah cerdas.”
Wong yang bikin hoax juga sering mengatakan hal sama; “Rakyat sudah cerdas, makanya mereka percaya hoax bikinan saya!”
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews