Saya lupa. Ini kan ulang tahun ke 115 Harley Davidson. Makanya kok banyak touring. Di jalan-jalan di Amerika.
Saya memang harus lupa. Saya bukan pemilik motor besar. Saya hanya sering bergaul dengan HOC. Organisasi pemilik HD.
Di Indonesia klub itu lebih dikenal dengan HDCI. Ketuanya Anda pasti tahu: Nanan Soekarna. Letjen polisi. Mantan Wakapolri itu.
Kini saya juga lagi ‘tur’. Naik mobil. Untuk sebuah pekerjaan baru saya.
”Lho… Pak Dahlan ya….,” tegur pemilik HD itu.
Saya kaget. Saya ini kan lagi isi bensin. Di perbatasan antara Colorado dan Kansas. Di tengah padang gandum. Yang tak terpermanai luasnya.
Saya isi bensin di situ. Setelah sangat khawatir kehabisan bahan bakar. Setelah dua jam dari Denver. Lupa melihat indikator bensin: hampir kuning. Padahal tidak ada tanda-tanda akan ada kota di padang gandum ini.
Sambil membuka kaca saya terpana. Melihat dua HD memasuki pom bensin yang sama. Berhenti di dekat saya. Begitu membuka helm terlihat wajahnya: wajah Asia.
Mungkin dari Filipina. Mungkin dari Thailand. Mungkin dari Tiongkok selatan.
Tapi begitu menyapa saya, ketahuanlah: dari Indonesia.
Namanya: Ferdy Walewangko. Asal Manado. Tinggal di Jakarta. Pengusaha. Suplayer angkatan udara.
Saya tidak menyangka ketemu orang Indonesia. Di pedalaman Amerika yang paling dalam ini.
Maka saya ingat: HD berumur 115 tahun. Dirayakan dengan tour. Dimulai dari pabriknya: di Scranton, Pennsylvania. Naik ke Niagara, ke barat ke Toledo. Lalu ke Chigaco. Naik ke utara. Ke Milwaukee. Terus ke barat, ke Sioux City. Belok ke selatan: ke Sturgis dan Denver. Lalu ke timur: ke Kansas. Berarti satu rute dengan saya. Tadi pagi saya kan juga dari Denver.
Ferdy akan terus ke timur. Ke St Louis. Berarti masih sama dengan rute saya.
Begitu isi bensin saya berangkat dulu. Ferdy masih siap-siap. Membonceng putra ketiganya. Yang baru lulus dari UPH. Satu HD lagi adalah teman Ferdy. Bersama istri. Orang Malaysia. Yang tinggal di Jakarta.
Masuk ke highway I-70 saya mengurangi gas. Menunggu agar Ferdy menyalip saya. Untuk saya videokan. Diam-diam.
Wussss…. dua HD menyalip saya. Saya uber. Gila. Kecepatannya 150 km/jam. Anaknya sempat melambaikan tangan. Sekejap. Langsung hilang.
Saya hanya sebentar ikut 150 km/jam. Segera kembali ke kecepatan normal saya: 130-140 km/jam. Highway I-70 ini memang mulus, lurus dan sepi.
Saya lihat HD milik Ferdy baru. Rodanya tiga. Model terkini: Trike the Glide. Yang diproduksi terbatas. Hanya 1.900 buah. Milik Ferdy adalah yang ke 915.
Harganya: 37 ribu dolar. Sekitar Rp450 juta.
Saya terheran: bagaimana Ferdy kirim HD ke Amerika. Dikirim pakai kapal? Pakai pesawat?
Ternyata tidak. Ia baru beli. Di Amerika ini. Langsung dipakai. Ia akan menempuh jarak sekitar 9 ribu km. Dalam tur 25 hari ini.
Sama jauhnya dengan tur saya tiga bulan lalu. Dengan rute yang hampir sama. Kendaraannya yang berbeda.
”Saya sudah capek dengan dua roda. Ganti tiga roda,” kata Ferdy.
Tiap lima tahun ada tur seperti itu. Tahun ini sebenarnya dipusatkan di Praha, Ceko. Untuk mengenang berdirinya klub pemilik HD. Yang justru di Ceko terbentuk pertama. Yang kini sudah punya cabang di 450 kota. Dengan anggota lebih satu juta.
Beberapa teman saya ikut tour lima tahunan itu. Termasuk Mardawa. Alumni elektro ITB. Yang saya angkat jadi sekretaris perusahaan. Saat saya Dirut PLN. Mardawa punya dua HD.
Setelah saya pergi Mardawa pulang kampung ke Bali. Jadi pendeta Hindu. Ia tinggalkan gemerlap dunia. Ia tekuni agama. Ia jual HD-nya.
***
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews