Simbol Semangat Perang Badar dan Perang Uhud

Selasa, 4 September 2018 | 20:55 WIB
0
855
Simbol Semangat Perang Badar dan Perang Uhud

Saya menunggu ada yang menjelaskan apa yang dimaksud bunda Neno “membakar” semangat jamaah #2019GantiPresiden dengan pemilihan contoh perang badar dan perang uhud? Tapi sampai sekarang tidak ada penjelasan soal itu. Aiman Kompas TV bertanya soal itu pada Dhani Ahmad. Dhani yang memang jarang satu panggung dengan bunda Neno kebingungan menjawab soal itu sehingga Aiman berkesimpulan bunda Neno mengajak jamaah "ganpres" untuk berperang dalam pengertian qital.

Kalau kita perhatikan ucapan bunda Neno dari cupilkan video yang disebarkan oleh pihak yang beseberangan, salah satu ucapan bunda Neno tentang perang uhud adalah, "Apakah kita mau seperti pasukan pemanah?" Dijawab oleh jamaah, “Tidaaak…” Dari ucapan ini saja sebenarnya mudah ditebak apa yang dimaksud dengan perang badar dan perang uhud. Jamaah Ganpres nampaknya paham betul soal simbol perang badar dan perang uhud.

Sebelum sampai pada penjelasan, luangkanlah waktu sejenak untuk berpikir, kenapa disebut dua perang itu? Kalau memang berniat mengajarkan perang dalam pengertian qital, kenapa tidak menyebut nama satu perang saja? Sebut saja satu perang yang paling fenomenal, perang badar.

Di situlah pintu masuk untuk memahaminya. Dalam pemahaman saya, bunda Neno hanya ingin memberikan contoh semangat yang terkandung dalam kedua perang itu untuk diterapkan dalam perjuangan mengganti presiden pada pilpres 2019 yang tentu saja pemilihan langsung dan rahasia.

Sebagaimana kita ketahui, perang badar adalah perang yang dimenangkan oleh pasukan muslimin yang berjumlah sedikit, tiga ratus sekian melawan pasukan musyrik Quraisy yang berjumlah seribu sekian. Tentang perang badar ini bisa dibaca secara detil dalam Alqur’an surah Al Anfal yang disebut sebagai yaumal furqan, yaumal taqa aljam’an (Hari furqan, hari pertemuan dua pasukan).

Dalam ayat 66 disebutkan, jumlah seratus orang sabar bisa mengalahkan dua ratus orang, seribu orang sabar bisa mengalahkan dua ribu orang. Tentu saja atas izin Allah.

Dan itu telah dibuktikan pada perang badar yang fenomenal. Setelah masa Rasullah SAW semangat badar ini diterapkan pada perang Qadisiyah. Said ibun Waqash dengan jumlah pasukan kurang lebih 40.000 tentara berhasil mengalahkan tentara Persia di bawah komando Rustum yang membawahi 400.000 tentara.

Juga pada perang Yarmuk, pasukan Khalid bin Walid berjumlah kurang lebih 40.000 mengalahkan pasukan Bizantium berjumlah kurang lebih 400.000.

Dalam konteks kekinian adalah simbol semangat, bahwa jumlah sedikit jangan gentar bila berhadapan dengan jumlah yang banyak. Tapi bukan berarti jumlah sedikit sudah pasti bisa mengalahkan jumlah yang lebih banyak. Biasanya jumlah banyak kecenderungannya adalah terlalu percaya diri berlebihan hingga menimbulkan rasa congkak.

Terbaca pada peringatan Allah SWT saat perang Hunain “dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” ( QS Attaubah ayat 25. )

Dalam konteks pilpres, Koalisi petahana lebih banyak dari koalisi oposisi. Dari segi persiapan, sumber daya, sumber pendanaan, fasilitas, dan sebagainya juga jauh lebih siap dibandingkan oposisi. Satu hal yang tidak atau kurang dimiliki petahana adalah militansi!

Makanya Capres petahana memompa militansi itu dengan pidato yang kontroversial, ”Jika ada yang menantang, jangan takut! Harus dilawan!" Hal ini tentu saja kita bicara di luar faktor pertolongan tangan Tuhan. Karena apapun ceritanya, tetap saja faktor pertolongan Allah atau tangan Tuhan tetap yang menjadi penentu.

Kelompok yang lebih sedikit biasanya akan lebih militan dalam memperjuangkan idenya karena tantangan yang mereka hadapi lebih banyak ketimbang kelompok yang lebih besar dengan falistitas yang memadai. Kelompok yang lebih sedikit dengan segala kekurangan berbagai hal juga cenderung lebih kreatif . Kalau meminjam konsep Putu Wijaya dalam hal kreatifitas adalah, “Berangkat dari yang ada".

Jika mereka hanya punya sebatang bambu, maka dengan kreatifitas mereka jadikan bambu itu menjadi bambu yang bisa membuat orang berdecak kagum dan viral. Jika mereka hanya punya sebuah kaos murahan, mereka akan tulis kaos itu dengan kreatifitas kata yang membakar semangat hingga membuat takut pihak lawan.

Kelompok yang lebih besar dangan ditaburi berbagai macam fasilitas kecenderungannya menjadai abai berpikir kreatif untuk mencapai idenya karena mereka merasa sudah menang sebelum bertanding. Mereka malah punya kecenderungan menjiplak kreatifitas pihak lawan yang lebih sedikit.

Militansi juga terkadang tergerus oleh fasilitas yang berlebih, tidak akan jalan kalau tidak ada yang memberi bensin. Dengan keterbatasannya, kelompok yang lebih kecil dan punya keterbatasan, akan memahami bahwa mereka harus berjuang sendiri untuk mendapatkan bensin.

Kurang lebih seperti itulah pemahaman saya atas ucapan perang badar yang diucapkan bunda Neno. Kalau diartikan sebagai perang beneran atau qital, mau perang pakai apa? Senjata nggak punya.

Setahun kemudian terjadi perang uhud. Jumlah pasukan muslimin kurang lebih seribu melawan pasukan musuh kurang lebih tiga ribu. Pasukan muslimin sempat dibuat kocar kacir. Hamzah, paman Rasulullah bukan hanya gugur terbunuh, tapi juga dibantai secara sadis oleh musuh. Penyebabnya adalah pasukan pemanah kaum muslimin mengabaiakan perintah komandan, meninggalkan posnya karena takut tidak kebagian harta rampasan perang.

Maka pertanyaan bunda Neno, “Apakah ada yang mau seperti pasukan pemanah?" Dalam konteks kekinian adalah, apakah ada di antara kalian yang akan meninggalkan barisan karena tergiur harta? Atau bisa juga, rapatkan barisan. Satu komando. Jangan memisahkan diri dari barisan karena tergiur harta. Kurang lebih seperti itu.

Pada acara tujuh belasan kemarin, warga dipompa semangatnya untuk membangun negeri ini dengan narasi simbol perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa dan harta, mengangkat senjata mengusir penjajah. Kan nggak ada yang mengatakan warga diajarkan berperang dalam pengertian perang mengangkat senjata melawan “penjajahan” asing dan aseng. Itu!

***

04092018