Jangan Kotori Tanah Suci dengan Gerakan #2019GantiPresiden!

Jumat, 31 Agustus 2018 | 06:07 WIB
0
637
Jangan Kotori Tanah Suci dengan Gerakan #2019GantiPresiden!

Perjalanan Haji, bukanlah perjalanan piknik untuk sebuah kepuasan duniawi. Perjalanan haji  justru untuk mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi dari sekadar piknik atau jalan-jalan, meskipun semua itu dilakukan dengan mengorbankan kepuasan duniawi.

Ketika kita sudah meniatkan ibadah haji, maka lepaskanlah atribut dan segala hal yang berbau duniawi. Hal ini dilakukan agar apa yang kita niatkan saat ke Tanah Suci, benar-benar suci dan tidak lantas dikotori oleh kepentingan duniawi, termasuk politik.

Oleh karena itu, ketika kita diperlihatkan sebuah adegan berbau politik #2019GantiPresiden di Tanah Suci hingga menjadi viral.

Hati ini seakan tak bisa mempercayainya, karena ada segelintir umat Islam  Indonesia yang mengotori kesucian Tanah Suci  dengan kegiatan politik.

Perlu untuk diketahui, di Tanah Air sendiri, gerakan #2019GantiPresiden menuai kontroversi dan penolakan dimana-mana. Seperti yang dikatakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  Jimly Asshiddiqie, bahwa gerakan tersebut berpotensi menyebar kebencian kepada sosok Presiden Joko Widodo (Kompas.com, 26/08/2018)

Bahkan, lebih tegas lagi, dikatakan oleh Pakar Hukum sekaligus Guru Besar di Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita, yang menyebutkan bahwa tagar yang di keluarkan di 2018 ini adalah upaya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah (TribunNews.com, 30/05/2018).

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang pergi haji dan dia tidak mengeluarkan kata-kata keji serta tidak melakukan perbuatan dosa, maka akan diampunkan dosa-dosanya seperti dia baru dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah dan at-Tirmizi daripada Abu Hurairah).

Dalam posisinya sebagai Amirul Hajj, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta gerakan politik #2019GantiPresiden tidak dilakukan di Tanah Suci. Hal ini untuk menghormati umat yang menunaikan rukun Islam kelima.

Sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, Menteri Agama meminta kita bersama menjaga kota suci ini (Mekah dan Madinah) dari pengaruh-pengaruh luar yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan ibadah, (MediaIndonesia.com, 28/10/2018).

Menteri Agama pun mengingatkan kepada para jamaah haji asal Indonesia, pernyataan Imam Besar Masjidil Haram Imam Syeikh Abdurrahma  As Sudais bahwa Mekah dan Madinah adalah dua Kota Suci yang harus dijaga kesuciannya.

Di Tanah Suci Mekkah, kita semua disatukan dengan umat Islam lainnya dari seluruh dunia. Pakaian ihram yang dikenakan ketika wukuf di Arafah menjadi simbol  tidak adanya perbedaan yang prinsipil dan nonprinsipil di antara kita.

Sehingga, tak sepatutnya kita justru mempertontonkan perbedaan aspirasi politik melalui spanduk atau kaos #2019GantiPresiden. Jangan karena beda pilihan politik, lantas kita menodai ibadah haji yang kita lakukan.

Seorang pemikir kontemporer Islam yang bernama Ali Syari’ati, dalam bukunya “Haji”, mejelaskan makna pakaian ihram yang dikenakan jamaah haji.

Pakaian ihram itu sebagai simbol yang menggambarkan kualitas manusia di hadapan Tuhan.

Pakaian ihram menunjukkan bahwa kita semua sama di hadapan Tuhan.

Ketika kita berhaji, maka lepaskanlah segala perbedaan yang ada, pandangan politik, status ekonomi, ras dan lain sebagainya.

Bagaimana pun, hakikatnya kita semua sama di hadapan Tuhan. Karena yang membedakan kita, adalah tingkat ketakwaannya!

***