Tagar 2019 Ganti Presiden Sudah Keluar dari Habitatnya

Senin, 27 Agustus 2018 | 23:06 WIB
0
1467
Tagar 2019 Ganti Presiden Sudah Keluar dari Habitatnya

Tanpa bertele-tele, saya akan langsung memaparkan logika saya dalam menanggapi permasalahan 2019 ganti presiden yang digaungkan kubu oposisi terhadap pemerintah saat ini. Saat #2019GantiPresiden sekedar menjadi hastag saya tak terlalu perduli dengan aktivitas tersebut. Karena pada dasarnya hastag adalah simbol di dunia maya yang memiliki fungsi sebagai penanda.

Di blog ada yang namanya tag, sehingga dengan menaruh tag yang sama pada beberapa tulisan artikel kita akan lebih mudah dicari pengunjung. Dengan memakai tag tulisan akan berkelompok sehingga tampil lebih rapi. Di media sosial seperti instagram ada yang namanya hastag. Fungsinya sama seperti di blog, tapi di sosmed seperti instagram hastag pun kini bisa di follow. Sehingga tiap postingan yang menggunakan hastag tersebut dapat kita lihat.

Sudah lama kubu oposisi saya lihat memanfaatkan hastag untuk memenangkan pilpres 2019. Mereka menggaungkannya di berbagai media sosial. Tapi beberapa hari yang lalu, atau katakanlah belakangan ini tampaknya para pendukung dari kubu penantang sudah kebablasan dengan membawa hastag itu keluar dari habitatnya. Tempat tinggal dari hastag itu dunia maya, saat lawan politik partai penguasa membawanya ke dunia nyata, hal yang tak diinginkan pun akan terjadi dengan sendirinya.

Terbukti, beberapa hari yang lalu ustazah Neno Warisman dihadang oleh aparat keamanan saat hendak menghadiri acara deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru, Riau.Demikian juga musisi Ahmad Dhani yang terjebak di dalam Hotel Mojopahit selama dua jam karena dihadang pendemo saat hendak menghadiri Aksi 2019 Ganti Presiden di Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur.

Muncul pertanyaan tentang netralitas aparat keamanan karena kasus ini. Dan pendapat saya, langkah aparat keamanan sudah tepat. Aksi apapun memerlukan ijin, apalagi aksi yang berbau politis seperti gerakan ganti presiden. Saya mau coba kasih pendapat dari segi politik. Menurut saya pendukung Prabowo ini bisa dikatakan radikal.

Mengutip pernyataan mantan  Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, gerakan 2019 ganti presiden tidaklah melanggar undang-undang, tapi jelas menyebar kebencian pada presiden yang sedang menjabat sebelum waktu kampanye pilpres yang resmi.Maka kalau ada reaksi yang sama bencinya dari pendukung presiden pertahana dapat dikatakan logis saja.

Jelas ini merugikan Prabowo sendiri. Dari dulu sampai sekarang pendukung Prabowo kan itu-itu saja, yang perlu dimenangkan sekarang adalah hati para pendukung Jokowi. Tapi sayang, para pendukung Prabowo tampaknya tidak cerdas secara emosi. Mereka lebih mengedepankan kemarahan daripada berusaha merebut simpati pendukung lawan politiknya.

Atau jangan-jangan aksi 2019 ganti presiden ini adalah jalan pintas, atau usaha alternatif untuk melengserkan pemerintahan saat ini dengan cara yang inkonstitusional. 

Bisa saja menurut saya, dari gerak-geriknya seperti ada kalimat yang tersembunyi dari hastag tersebut. Jangan sampai kalimat itu berbunyi #2019GantiPresiden... dengan cara apapun.

Bahaya banget menurut saya. Bibitnya sudah ada kok.Baru saja Mahfud MD menghimbau melalui akun instagramnya,

"Bahwa Jihad yang sesungguhnya adalah mengendalikan hawa nafsu. Untuk konteks Indonesia kini jihad adalah bagaimana menahan nafsu amarah agar tidak bermusuhan sesama anak bangsa. Adalah lebih baik menempuh jalan damai, berembuk dari hati ke hati, daripada bertatung habis-habisan hanya untnk agenda 5 tahunan."

Janganlah kita menuhankan emosi kita. Tundukkanlah emosi dan ambisi tersebut di bawah amanat konstitusi. Kalau saya punya kuasa, pengaruh dan mental yang cukup kuat, sayapun akan berteriak menolak aksi 2019 ganti presiden berkeliaran d isekitar saya. Itu terlalu politis, jauh dari permasalahan akar rumput yang praktis, jadi janganlah ganggu kedamaian lingkungan kami. Kami sudah lama hidup rukun bertetangga siapapun presidennya. Bila saatnya tiba maka kami akan mencoblos dari bilik suara.

Pendapat saya aksi 2019 ganti presiden ini berbahaya karena tak ada diskusi di sana. Yang ada hanya agenda untuk mengganti penguasa. Lagian belum saatnya kampanye, kok agresif banget sih, sabar dikit kenapa.

Tapi di sinilah letak kejeniusan Jokowi dalam menghadapi isu panas, dia memilih menjenguk Presiden Ke-3 RI Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie di Rumah Sakit Kepresidenan Pusat Kesehatan TNI Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta daripada menanggapi aksi 2019 ganti presiden yang lagi hot-hotnya.

Dengan begitu Jokowi seperti menyampaikan pesan politik tentang citra dirinya yang tenang, kalem dan santai. Pendukung Prabowo, bahkan Prabowo sendiri tampaknya tidak sadar bahwa citra demikianlah yang disukai banyak pemilih di Indonesia. Jangan sampai Prabowo kalah karena keluguan pendukungnya.

Cemiww...

***