Beberapa pembaca disway mengirim pertanyaan: benarkah ulama besar di Tiongkok meninggal? Kapan? Siapa beliau? Mengapa yang mengiringkan jenazahnya sampai ratusan ribu orang? Pertanyaan itu diajukan beserta video pemakaman.
Saya sudah menerima kabar duka itu lebih dulu. Sehari setelah beliau wafat tanggal 16 Juli 2018 lalu. Tapi saya tidak menulis untuk disway. Saya tidak merasa kompeten. Saya memang beberapa kali ke Qinghai tapi belum pernah bertemu beliau. Saya tahu ketenaran beliau tapi saya tidak mengenalnya secara langsung.
Betul. Beliau meninggal. Nama: Ma Changqing. Usia: 83 tahun. Meninggal: 16 Juli 2018. Beliau adalah imam besar Tiongkok. Dari masjid Dongguan di kota Xining, ibukota propinsi Qinghai.
Nama mesjid itu diambil dari nama jalan: Jalan Dongguan. Nama-nama masjid di Tiongkok selalu mengambil dari nama jalan. Karena itu ada masjid yang namanya Masjid Jalan Sapi. Itu karena masjidnya di jalan Niu Jie (牛街). Itulah mesjid terkenal di Beijing. Yang arsitekturnya seperti kelenteng itu.
[caption id="attachment_19900" align="alignright" width="489"] Ma Changqing[/caption]
Tidak ada ulama di Tiongkok yang melebihi imam Ma Changqing (马长青). Masjidnya besar sekali: bisa untuk 10.000 orang. Termasuk halaman yang di dalam pagar masjid. Arsitekturnya kombinasi: Arab, Tiongkok dan Barat.
Inilah salah satu masjid tertua di Tiongkok. Berumur hampir 1.000 tahun. Memang sudah beberapa kali direnovasi tapi bangunan aslinya masih ada. Termasuk bangunan bersejarah yang dilindungi. Sekalian jadi pusat turisme. Tidak ayal kalau kadang ada wanita bercelana pendek masuk masjid itu. Di luar jam peribadatan.
Soal arsitektur masjid ini lagi hangat dibicarakan di Tiongkok. Terutama di propinsi-propinsi yang padat ummat Islamnya: Xinjiang, Qinghai, Gansu dan Ningxia. Juga di Kunming. Saya sudah menjelajahi semua propinsi tersebut. Jumatan di sana. Atau buka puasa.
Pemerintah Tiongkok lagi mendekati masyarakat Islam: agar mengubah arsitektur masjid. Menjadi lebih bernuansa lokal. Jangan mengimpor budaya Arab seperti selama ini.
Kata pemerintah: tidak perlu lagi ada kubah. Yang mereka sebut bentuknya menyerupai bawang itu. Maka masjid yang mirip masjid Chengho di Surabaya kian banyak di Tiongkok.
Di samping imam besar Ma Changqing adalah juga anggota MPR. Mewakili golongan minoritas. Juga menjabat wakil ketua DPRD propinsi Qinghai.
Beliau juga pengurus partai komunis. Para takmir masjid di Tiongkok umumnya juga pengurus partai komunis setempat.
[embed]https://youtu.be/4iJYgCPBad4[/embed]
Dari pemakaman imam Ma Changqing itu bisa dilihat bahwa kuburan masih diperbolehkan di Tiongkok. Tapi khusus untuk orang Islam. Untuk yang bukan Islam tidak boleh ada kuburan. Mayat mereka harus dibakar. Abunya disimpan di rumah abu. Untuk diziarahi setiap Jingbing. Kalau mau.
Orang Islam di Tiongkok selalu ke keburan. Setiap idul fitri. Itulah acara pertama dan utama setelah salat idul fitri.
Saya pernah ke kuburan di hari raya seperti itu. Tapi karena salah paham. Belum mengerti budaya ke kuburan.
Pagi itu, saya sudah rapi. Begitu juga istri. Ingin salat idul fitri di masjid terdekat. Harus naik taksi.
Kepada sopir taksi saya bilang: saya ingin salat idul fitri yang paling banyak didatangi orang Islam. Sopir taksi itu mengerti. Tahu yang saya maksud.
Ternyata saya diantar ke kuburan. Ya sudah. Gak mungkin balik. Kalau pun ngotot minta diantar ke masjid salatnya juga sudah selesai. Toh itu hanya salat sunnah. Bukan wajib. Sudah begitu sering saya salat idul fitri di Tiongkok.
Hari itulah saya tahu: kuburan itu ramainya bukan main. Pantas sopir taksi sampai terkesan.
Peziarah itu umumnya datang satu keluarga. Membawa alas duduk. Dan makanan/minuman. Mereka pesta Lebaran di makam itu. Yang tidak bawa makanan pun bisa beli. Banyak pedagang makanan dadakan di kuburan itu. Juga pedagang barang lainnya.
Saya terkesan belakangan ini: banyak anak muda ke masjid. Tidak seperti 20 tahun lalu. Tapi saya belum melihat anak-anak di sana.
Menjadi Islam –maupun Kristen– tidak mudah di negara komunis seperti Tiongkok. Tapi selalu ada jalan. Selalu lahir “Walisongo”. Di mana saja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews