Pompeii, Reruntuhan Kota Kuno yang Menakjubkan

Sabtu, 28 Juli 2018 | 10:30 WIB
0
811
Pompeii, Reruntuhan Kota Kuno yang Menakjubkan

Nama kota ini sudah begitu lama melekat di ingatan saya, Kota Pompeii di selatan Italia. Reruntuhan kota, tepatnya.

Hampir 2.000 tahun lalu, Pompeii hilang tertimbun debu dan bebatuan dari letusan gunung Vesuvius, delapan kilometer di sebelahnya. Letusan dahsyat itu terjadi sore 24 Agustus tahun 79.

Awan panas, batu dan abu membara menghujam kota ini yang tak sempat bersiap, warganya yang kaya dan senang berpesta tak membaca segenap tanda-tanda jelang letusan gunung berapi. Dalam sehari, kota ini pun hilang dan terlupakan, terkubur bersama 20.000 penduduknya.

Sampai 1.600 tahun kemudian ketika Pompeii ditemukan secara tak sengaja oleh seorang arsitek yang tengah memimpin penggalian kanal baru di tahun 1599. Tapi baru satu setengah abad kemudian lapisan debu setebal enam meter yang menyelubungi seluruh Pompeii disingkirkan.

Saat penggalian itu selesai, kota ini masih seperti sediakala: sebuah kota kuno yang luar biasa, rumah-rumah dari bata dan batu gunung yang tertata rapi, pemandian, kastil, ampiteater, bahkan rumah bordil dengan lukisan-lukisan erotis masih utuh di dindingnya. Para penggali menemukan jasad-jasad manusia yang diawetkan oleh abu dengan segala pose. Di beberapa sudut jalan masih ada bekas air mancur kuno. Kota ini memiliki teknologi tata air yang maju.

Saya tiba di Pompeii setelah menempuh perjalanan darat empat jam dari Roma. Letaknya tak jauh dari kota Napoli, tempat saya menginap malam ini.

Dua jam lamanya saya berjalan mengitari sebagian kota Pompeii, menyaksikan bangunan yang masih berdiri, tembikar-tembikar, peralatan bahkan mayat penduduk dan hewan peliharaan warga yang membatu di satu tempat.

Dan sesungguhnya, kota ini tidak begitu asing.

Saat berjalan mengitarinya, saya seolah-olah dituntun oleh ingatan dari sebuah novel yang saya baca sekian tahun lalu: Pompeii, karya jurnalis Inggris, Robert Harris. (Pernah baca Imperium dan Conspiratia? Itu juga karyanya).

Saya bertanya kepada pemandu di sana: pernah baca novel Robert Harris? Ya. Semua baca novel yang ditulis berdasarkan riset yang kuat dan dalam itu.

Alkisah, di tahun sekitar 79 Masehi, seorang aquarius (ahli air) muda bernama Marcus Attilius Primus, ditugaskan menangani Aqua Augusta, saluran air yang melewat tujuh kota Romawi kuno di sekitar teluk Napoli.

Suatu hari Attilius menemukan keanehan: air di Aqua Augusta menyusut. Dalam beberapa hari kalau tak menemukan pasokan air, kota-kota akan kering. Tapi setiap kali Attilius menemukan sumber air dan menggalinya, seketika itu juga air mengering.

Attilius tahu, ada yang salah dengan Aqua Augusta. Ia pun menelusuri setiap kota di tepian kanal untuk mencari tahu.

[caption id="attachment_19792" align="alignright" width="570"] Ampiteather (Foto: FB Tomi Lebang)[/caption]

Sampailah akhirnya ia di Kota Pompeii. Di kota ini, Ampliatus sang penguasa, sedang murka karena ikan-ikan Mullet miliknya mati mendadak di kolam. Tanda-tanda apa?

Selain itu, yang Attilius saksikan di Pompeii adalah kemewahan dan kebejatan. Orang-orang kaya kian tamak, dan kota itu penuh rumah-rumah pelacuran, perilaku seksual penduduknya menjijikkan.

Orang-orang kaya itu tak menyadari, tapi Attilius tahu: gunung Vesuvius kini menggeliat setelah lama dikira mati. Itu rupanya biang menyusutnya air, bau belerang menyengat di kanal Aqua Augusta, matinya ikan-ikan.

Attilius berusaha menyelamatkan penduduk Pompeii dari murka Vesuvius, dan terutama menyelamatkan kekasihnya, Corelia, putri penguasa Pompeii.

Dan selanjutnya ..... bacalah dalam novel kolosal karya Robert Harris yang sudah lama diterjemahkan oleh Gramedia itu.

Cerita Robert Harris memang hanya rekaan, tapi kota Pompeii benar-benar hancur. Letusan itu, digambarkan seperti: bebatuan yang terlontar ke udara, kemudian berganti menjadi bola-bola api.

Manusia berdesakan hendak menyelamatkan diri, tuan dan budak menjadi satu. Bau hangus tubuh manusia tercium di mana-mana. Lahar panas mengalir ke laut, awalnya bergulung-gulung bersama ombak sebelum lenyap dalam kegelapan malam. Lalu nyawa-nyawa melayang oleh sengatan awan panas.

Begitulah. Waktu seakan berhenti di sini, lama terkubur dalam ketebalan debu erupsi Vesuvius. Pompeii kini abadi dalam bentuk reruntuhan dan hikayat-hikayat. Ia menjadi situs warisan dunia yang didatangi ribuan orang dari seantero bumi setiap hari, jadi obyek kunjungan semenjak 250 tahun lalu.

***

Napoli, 23 Juli 2018