Saya kehilangan kata-kata buruk dan busuk, jika sudah menyebut perilaku partai-partai di Indonesia. Tanpa kecuali! Seolah bangun pagi, buka pintu, lalu yang terlihat hanya onggokan sampah berwarna-warni.
Saya tidak bisa lain, harus bilang bahwa sistem kepartaian zaman Orde Baru, jauh lebih "baik". Memudahkan kita memilih salah satu dari ketiganya, atau kalau tidak yang dengan senang hati golput. Tanpa takut tiba-tiba jadi stateless.
Saat ini, ketika sistem kepartaian dengan loyalitas pendukung sangat mengambang, lengah sedikit, jadi golput sebentar saja, maka kita tiba-tiba merasa berada di negara asing. Ganti ideologi-lah, ganti sistem demokrasi, terasing dengan budaya sendiri, dan akan menemukan peraturan yang absurd yang membawa kita kembali ke abad pertengahan.
Kita bahkan terkucil dengan agama kita sendiri, yang suka atau tidak "hanya" diwariskan secara genetik sejak kita lahir. Apa-apa jadi serba salah atas nama cara berpikir baru, seolah memberi pencerahan tetapi sebenarnya tak lebih menggiring kita jadi anak kambing atau bebek dalam suatu kelompok.
Dan, dari semua partai itu PKS adalah fenomena absurd yang menjadi penanda zaman paling nyata. Ia bukan satu-satunya partai yang mendaku sebagai "Islam", tetapi ialah yang membawa Islam ke dalam titik paling rendah dalam pergaulan politik Indonesia muthakir.
Gerak geriknya antara hal normatif dan aplikatif, benar-benar bumi langit yang membuat orang-orang di luar mereka harus terus menerus geleng-geleng kepala. Dan ini menuju puncaknya, justru ketika demokrasi Indonesia sedang mati-matian menemukan keseimbangan baru di zaman mileneal ini.
Tak usah terlalu jauh mundur ke belakang, saat rezim SBY berkuasa, di mana mereka suntuk memainkan permainan "kekuasaan dalam kekuasaan". Sejenis sepakbola gajah, dengan penonton yang riang gembira, hanya karena melihat gajah kok bisa main bola. Gajah-gajah berbagi bola, menendang tak tentu arah dan hasilnya tumpukan utang yang menggunung, ratusan proyek mangkrak, dan KPK yang kedodoran karena kebanjiran kasus korupsi.
Sebut satu kementrian saja yang dipegang orang PKS yang tak terindikasi korupsi kelas berat. Dan berbeda dengan kementrian lainnya yang sekedar terindikasi, mereka berani bikin target untuk merampok APBN di banyak kementrian dengan jumlah-jumlah yang gak masuk akal.
Kasus impor sapi hanya seolah gunung es, melihat bagaimana mereka bergerak secara masif baik pusat maupun daerah. Kasus Presiden partainya, yang menikahi gadis di bawah umur, jajan sembarangan pakai uang traktiran, pakai istilah-istilah Arab hanya untuk menunjuk perek atau selingkuhan sungguh aduhai.
Para penyamun harga diri dan harkat wanita. Hebatnya mereka punya juru bicara di Parlemen, yang seolah kebal hukum: hukum partai, hukum tata negara, maupun hukum pidana.
Ia tampak seperti etalase masalah, tapi nyaris tak tersentuh. Supporter fanatik-nya sungguh membuat kita kehilangan akal sehat. Bahkan ia masih juga menjadi duri, saat partai memecatnya dan tetap bisa menjadi wakil lembaga rakyat paling tertinggi. Mungkin hanya di Indonesia, hal ini bisa terjadi!
Dan, hanya dari partai sejenis PKS hal ini tampak wajar-wajar saja!
Dan selama sebulan terakhir ini kita diharu biru oleh partai yang, saya gak ngerti, walau sudah berganti pimpinan yang lebih akademis tapi kok watak dasar tak berubah. Menguatkan pameo orang Jawa: "watuk isa ditambani, watak digawa nganti mati". Batuk bisa disembuhkan, watak dibawa sampai mati.
Coba kita runut satu persatu:
Pertama, saat Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa perkawinan di bawah umur sah secara agama. Di luar dia belagak bego, ini bukan negara yang seideologi dengan agama dia. Juga ia lupa hidup di zaman milineal, di mana tanpa ada yang ngajari saja: anak-anak kita sudah belajar main kelamin sejak dini.
Fisik tubuh anak, sama sekali tidak berkorelasi dengan mental, yang saat ini biasanya jauh lebih unyu. Lebih ringkih dan rapuh dibanding dengan anak seumuran sama di masa lalu.
Kedua, yang jauh lebih hingar bingar sebagai pemrakrasa #2019GantiPresiden, ia tak lebih pedagang kambing yang memaksa rekan koalisinya menerima daftar cawapres yang disodorkannya. Ia tidak sekedar bikin gaduh secara politik, tetapi bikin risi mitra koalisnya yang sebenarnya juga sadar bahwa trik-trik yang dilakukannya tetap saja yang terkotor dibanding yang lainnya.
Agak sedikit beruntung, Jawa Barat yang menjadi basis terbesarnya kena "goyangannya" tetap selamat. Fakta ini menunjukkan bahwa walau mereka merasa "tetap bikin terkejut" dengan eskalasi peningkatan hasil akhir suara, tapi yang lebih terkejut justru diri mereka sendiri bahwa mereka tetap saja kalah.
Dan ketiga, setelah itu mereka disinyalir mengalami perpecahan internal. Akibat adanya blangko kosong pengunduran diri secara sukarela bila tidak mau ikut garis partai. Dalam hal ini, pencilan mereka, FH, kali ini benar demokrasi ala PKS adalah tidak ada demokrasi.
Dan yang menyedihkan adalah klaim sepihak ketika Lalu Mohammad Zohri, yang bukan apa-apa mereka. Saat ia memenangkan Medali Emas Kejuaraan Dunia U-20 untuk Lari 100 m tiba-tiba seolah itu adalah anak-anak didiknya. Bahkan si atlet sendiri merasa tersinggung dengan fait accompli tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa PKS adalah sejenis partai yang bertanam saja tidak, tapi maunya panen terus. Ikut memperjuangkan kemerdekaan jauh, ikut gerakan reformasi gak tampak, ikut membangun peradaban bangsa tidak. Tapi maunya langsung berkuasa, lalu bikin aturan seenaknya udelnya dan bagi-bagi rejeki sesuai selera hedonis mereka sendiri.
Sungguh partai yang "agung", agung yang harus dibaca sebagai adigang, adigung, adiguna. Sifat paling tercela dalam kultur tradisi kita; sombong, merasa paling benar, tak tahu diri, dan merasa berhak merendahkan pihak lain!
Partai yang bahkan kehidupannya saat ini, eksistensinya hari ini disesali oleh para pendirinya sendiri. Bikin malu dan meradang, hingga ia mendesak PKS untuk membubarkan diri.
Saya setuju: PKS memang bukan PKI, tapi melihat cara kerja, bagaimana ia dikelola, juru bicaranya bersuara sangat mirip sekali.
Mungkin sedikit lebih karena bumbunya adalah agama. Agama yang diseretnya ke dalam comberan...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews