"Lelaki sejati adalah dia yang mencintai anak-anaknya," nasihat Don Corleone, kepala keluarga mafia dalam film The Goodfather. Sosok Vito Corleone dimainkan dengan apik oleh Marlon Brando. Wajahnya datar. Bicaranya pelan tapi berat.
Pada dialog lain, Vito berpesan pada seorang perias jenazah yang menangani tubuh Santino Corleone anak tertuanya yang mati diberondong peluru anggota geng lawannya. "Tolong rapihkan tubuhnya. Aku tidak mau ibunya melihatnya dalam kondisi seperti ini," ujarnya pelan. Ada rasa sakit menelusup dalam ucapannya.
Bagi Don Corleone anak adalah pusat kehidupannya. Film tiga sekuel itu mengisahkan keluarga imigran Italia yang hidup di Amerika yang keras. Sejarah Corleone adalah napak tilas lelaki yang berjuang untuk keluarganya di belantara dunia hitam dan bisnis di AS masa itu. Dia merangkak dari seorang penjahat kecil sampai menjadi Don, dengan koneksi dan kekuasaan yang luar biasa.
Vito Corleone adalah seorang mafia. Tangannya bermuluran darah banyak orang. Tapi di depan anak-anaknya Vito adalah seorang ayah biasa. Sabar, penyayang dan penuh kasih. Ayah dari empat orang anak yang harus dihidupi. Diakhir masa hidupnya, dia digambarkan wafat saat bermain dengan cucunya di kebun.
Mario Puzo sang penulis skenario mungkin saja terobsesi dengan sosok ayah seperti Vito Corleone. Lembut, penuh kasih sayang sekaligus pejuang gigi bagi keluarganya. Dia menampilkan dua sisi manusia dalam diri Vito Corleone, seorang Don kepala mafia berdarah dingin dan seorang ayah yang lembut.
Di suasana lain. Di Indonesia jaman ini.
Ais, delapan tahun adalah putri dari Tri Murtiono dan Tri Ernawati. Kedua orangtuanya mati. Meledakkan diri di Polres Surabaya. Ais yang diajak orangtuanya menjemput kematian rupanya hanya terpental. Dia diselamatkan seorang polisi.
Sehari-hari Tri Murtiono adalah bapak biasa. Jidatnya legam dan ibadahnya khusyuk. Tapi pagi itu dia menunjukan sifatnya yang asli. Bahkan sama anak sendiri dia tega menyakiti dengan mengajak serta pada petualangannya.
Kini Ais masih dirawat di sebuah RS di Surabaya. Dia cenderung diam, tidak merespon komunikasi dan ketakutan menghadapi orang asing. Tatapan matanya penuh curiga. Selain luka badan kejadian itu membawa luka prikologis yang amat berat.
Atau seperti apakah perasaan Puji Kuswati ketika dia melilitkan bom ke tubuh dua putrinya yang masih kecil itu? Dita Oeriptiono ayah putri kecil itu mengantar mereka untuk mati bersama ibunya dengan meledakkan diri. Entah mati untuk memperjuangkan apa.
Puji dan Dita adalah dua orang yang dari luar keliatan shaleh, lembut dan menyayangi anaknya. Tapi sesungguhnya mereka adalah iblis yang rela menghancurkan tubuh anaknya sendiri demi jalan keyakinan yang ngaco.
Mungkin Puji sejenis dengan Dina Rohana, perempuan ibu bocah enam tahun di Bangil. Anaknya terkena ledakam bom yang disiapkan untuk mengacau Pilkada Jatim. Wajah bocah itu legam dan rusak. Tapi dia masih hidup. Sekarang ditangani suster RS Bhayangjara Polda Jatim.
Suaminya kabur menghindari polisi. Dina sendiri sampai sekarang tidak mau menemui anaknya yang wajahnya rusak akibat mesiu.
Bagaimanakah perasaan perempuan bercadar itu ketika nanti menyaksikan anaknya tumbuh dewasa dengan wajah yang ringsek? Apakah dia bersedih atau justru girang?
Manusia memang mahluk unik. Hidup bisa saja keras. Perjuangan keyakinan bisa saja saling menyakiti. Bahkan dalam dunia mafia, kepentingan bisnis bisa menyebabkan hilangnya nyawa. Tapi sebiadab-biadabnya mafia dia juga manusia. Dorongan alamaiah semua mahkuk hidup cenderung melindungi anaknya. Cenderung melestarikan DNA mereka.
Lalu doktrin seperti apakah yang membuat manusia tega menjadikan anaknya tumbal dari keyakinan yang melenceng?
Bayangkan jika para zombie seperti ini menguasai hidup kita. Dimulai dari keyakinan agama yang dibalut kepentingan politik, dari keyakinan yang memusuhi keyakinan lain, dari kerasnya hati yang mau menang sendiri, dan dari kekerdilan memaknai ayat-ayat Tuhan, mereka menjadikan anak-anak amanah Allah sebagai tumbal. Dari manusia, dirinya berubah menjadi iblis.
"Bahkan Kuntilanak saja sayang sama anaknya mas," ujar Abu Kumkum. Wajahnya sedih memandang foto bayi dengan muka gosong tertidur di pelukan seorang perawat.
Demit lebih mulia dari mereka, kang. Aku ingin menjawab, tapi suara itu hanya bergema di dalam bathinku saja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews