Pilkada serentak yang berlangsung 27 Juni 2018 lalu adalah kuburan massal bari kandidat yang mengandalkan politik dinasti. Gaya politik dinasti adalah melanjutkan kepemimpinan kepada keluarga dan kerabat dekatnya. Tujuannya agar kepentingan politik yang tergantikan bisa terus berjalan sekaligus menjadi tameng jika ada persoalan hukum yang menimpa. Biasanya tidak jauh-jauh dari urusan korupsi.
Bergugurannya kandidat politik dinasti menandakan masyarakat Indonesia sudah semakin cerdas. Republik Indonesia, provinsi A atai kabupaten/kota B bukan milik mbah buyut yang harus diturunkan kepada tujuh turunan. Kalau kandidat dari dinasti politik memble, ya memble aja, ga usah dipilih. Kecuali kalau si kandidat dinasti politik memang kapabel dan mampu bersaing di Pilkada secara elegan.
Dalam pilkada kemarin itu ada beberapa calon kepala daerah yang mempunyai hubungan kekerabatan atau saudara atau "politik dinasti".
Politik Dinasti ini dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan atau memperpanjang masa jabatan dengan diteruskan oleh suami ke istri, bapak ke anak, kakak ke adik atau adik ke kakak, atau keponakan dan ke ipar.
Itu dilakukan karena ada batasan masa jabatan hanya boleh menjabat selama dua periode atau 10 tahun.
Kalau zaman Soeharto pernah muncul istilah AMPI; anak, menantu, ponakan, istri, ambil semua jadi pejabat di tiga pilar demokrasi; eksekutif, legislatif, yudikatif. Yang ga "sedarah" atau seketurunan, mingggiirrr....
Dalam "politik dinasti" yang ikut dalam pilkada serentak kemarin ada yang bisa mempertahankan "politik dinastinya" tapi ada juga yang gagal mempertahankan "politik dinastinya".
Inilah daftar "politik dinasti" yang gagal dan menang dalam pilkada serentak 2018.
1.Pilkada Nusa Tenggra Barat.
Zulkiflimansyah-Sitti Romi Djalilah.
Pasangan ini memenangkan pilgub di NTT dengan perolehan suara versi real count KPUD yaitu 31,63%. Sitti Romi Djalilah adalah kakak dari gubernur NTB inkumben Zainul Madjid.
2.Pilkada Sumatera Selatan.
Dodi Reza Noerdin-Giri Ramanda Kiemas.
Pasangan ini kalah dalam pilkada di Sumatera Selatan. Dodi Reza adalah anak dari gubernur saat ini, Alex Noerdin. Dodi Reza sebelumnya seorang bupati.
3. Pilkada Sulawesi Selatan. I
Ichsan Yasin Limpo-Andi Muzakkar.
Pasangan ini kalah dalam pilkada di Sulawesi Selatan.Ichsan Yasin Limpo adalah adik dari gubernur inkumben Syahrul Yasin Limpo.
4. Pilkada Kalimantan Barat.
Karolin Margaret Natasha-Suryaman Gidot.
Pasangan ini kalah dalam pilkada di Kalimantan Selatan.Karolin Margaret adalah anak dari gubernur inkumben Cornelis,Margret juga mantan anggota DPR dari PDIP.
Sedangkan pilkada dalam tingkat kabupaten adalah di Purwakarta.
Pasangan Anne Ratna Mustika-Aming menang dalam pilkada di Purwakarta dengan perolehan suara versi real count KPUD sebesar 43,80%. Anne Ratna Mustika adalah istri dari bupati petahana Dedi Mulyadi, yang juga sebagai calon wakil gubernur dengan Deddy Mizwar, tetapi kalah.
Inilah politik dinasti atau kekeluargaan/kekerabatan dalam pilkada serentak, ada yang menang dan kalah.
Dampak negatif dari politik dinasti salah satunya merusak birokrasi atau sistem pemerintahan daerah karena menjadikan birokrasi loyal kepada para kepala daerah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews