Kalau kata Pak JK, butuh 100 tahun lagi agar orang luar Jawa bisa jadi Presiden. Ini bukanlah ucapan yang bersifat rasis sebetulnya, tapi tuntutan realitas keadaannya memang seperti itu. Penulis punya pengalaman yang mirip dengan apa yang dikatakan Pak JK tersebut.
Sekedar share pengalaman dan tidak ada tendensi untuk membicarakan soal kesukuan atau rasisme, karena dari peristiwa ini ada sesuatu yang bersifat positif untuk di jadikan pelajaran. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1984, saat saya bekerja di sebuah perusahaan yang cukup terkenal di Indonesia.
Kebetulan saat itu masa kontrak kerja saya sebagai disainer grafis baru saja berakhir di divisi tekhnik yang mengelola pekerjaan disain untuk kawasan Dunia Fantasi, karena selama 1 tahun bekerja saya tidak ada cacat, maka saya disarankan untuk kembali masuk ke divisi Marketing.
Lalu saya mencoba untuk mengajukan diri ke divisi Marketing, saya mencoba menghadap ke kepala divisi. Ketika saya masuk keruang kerja kepala divisi, saya agak kaget juga, karena saya menghadapi seseorang yang begitu sangat sombong, dengan kaki di atas meja dengan memakai sepatu boot ala koboi dia menerima saya, saya menghadapi kakinya bukan wajah, sementara terus mengintrogasi saya sambil baca koran sehingga saya tidak pernah melihat mukanya.
Ada satu pertanyaannya yang membuat saya berpikir, dari sekian banyak pertanyaannya;
"Kamu orang jawa, bukan..."
"Bukan, Pak... saya dari Sumatera..."
"Kamu tidak bisa bekerja disini... karena di sini orang Jawa semua..."
"Tapi, Pak... di tekhnik juga sama banyak orang Jawa... "
"Pokoknya tidak bisa... titik... saya yang berwenang di sini.."
Akhirnya saya tinggalkan ruangannya dengan perasaan yang sangat tersinggung. Mana hari pernikahan saya sudah semakin dekat, pekerjaan pun belum dapat.
Singkat cerita sampailah pada hari pernikahan saya, saat duduk di pelaminan status masih pengangguran. Dari salah satu tamu undangan perusahaan tempat saya bekerja, ada seorang tamu yang memberikan kartu namanya, bapak itu minta saya datang ke perusahaannya.
Dua hari setelah pernikahan saya pun mendatangi alamat kantor yang tertera di kartu nama tersebut. Begitu saya bertemu dengan bapak itu di ruang kerjanya, dia tertawa terbahak-bahak... saya jadi heran sendiri kenapa bapak ini tertawa..
"Aji... saya yang menolak kamu kemarin... karena kamu memang tidak pantas kerja di sana..."
"Oh... yang kemarin itu Bapak ya..."
"Ya makanya saya tutup wajah saya dengan koran... hahahahahaha..."
"Kenapa saya tidak bisa kerja di sana, Pak.."
"Karena kamu bukan orang Jawa hahahahaha... dan saya butuh tenaga kamu di sini...ini perusahaan baru, Ji... jadi tenaga kamu lebih di butuhkan di sini.."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews