Duduk di puncak singgasana, dengan telunjuk yang bisa mengharu-biru negeri, tak sulit bagi presiden untuk kaya sekaya-kayanya. Untuk hidup sentosa turun-temurun, bergenerasi-generasi.
Saya ingat petani cengkih yang dulu menjadi gambaran kemakmuran petani. Harga cengkih begitu tinggi, laris, petani sumringah. Di beberapa desa di Sulawesi yang tak terjangkau listrik, petani beli kulkas –perlambang orang kota. Listrik belum menjangkau desa, tapi kulkas sudah ada. Maka diisi baju dan celana.
Anak presiden yang gagah perkasa, Hutomo Mandala Putera, rupanya jadi tergiur. Pada 11 April 1992, ayahnya yang murah senyum, Presiden Soeharto, mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Tata Niaga Cengkih. Keppres itu mengatur, petani harus menjual cengkihnya ke koperasi.
Tapi koperasi hanya pengepul, seluruh cengkih harus dijual ke Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC) dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Lalu, semua pabrik rokok dalam negeri wajib membeli pasokan cengkih dari BPPC ini.
BPPC ini terdiri atas Induk KUD, BUMN PT Kerta Niaga dan satu dari swasta: PT Kembang Cengkih Nasional milik Tommy Soeharto. Sang pangeran jadi pemimpin BPPC – lembaga monopoli pengepul dan pemasaran cengkih Indonesia.
Sejak itu, petani menjerit. Harga cengkih anjlok. Ribuan petani meninggalkan kebun, beralih ke tanaman lain. Petani cengkih di Sulawesi Utara bahkan membakar lahannya. Sementara, BPPC untung dari selisih harga penjualan ke pabrik rokok diperkirakan sebesar Rp1,4 Triliun –uang yang tak terkirakan banyaknya.
Saat ayahnya terjungkal di tahun 1998, BPPC dibubarkan dengan meninggalkan utang di bank 325 juta dolar. Dalam hitungan sementara, negara dirugikan 3 Triliun Rupiah.
Tommy sempat jadi tersangka di Kejaksaan Agung. Lalu menguap....
Bukan cuma cengkih. Melihat banyaknya pesawat televisi yang dimiliki rakyat Indonesia, kakak Tommy, Sigit Harjojudanto juga tak tahan menenggak air liur.
Pada tahun 1991, bersama pamannya Sudwikatmono ia membentuk perusahaan PT Mekatama Raya. Perusahaan ini mengumpulkan iuran televisi. Bayangkan: iuran televisi, sodara-sodara.
Setiap pemilik TV berwarna ditarik Rp3.000 dan televisi hitam putih Rp1.500 per bulan. Dengan jumlah televisi di seluruh Indonesia sekitar 12 juta –berwarna dan hitam-putih -lebih dari Rp20 milyar diperoleh PT Mekatama Raya setahunnya.
Lalu giliran sang cucu, Ari Sigit – putra Sigit Harjojudanto. Botaknya mirip saya, tapi isinya beda hehe.... dia pandai melihat peluang bisnis.
Mungkin ia sering ke diskotik. Melihat banyaknya orang mabuk-mabukan dengan peredaran hampir 300 juta botol minuman keras golongan A setiap tahun di Indonesia, pada 20 April 1994 ia mendirikan PT Arbamass bersama kawannya Emir Baramuli. Perusahaan ini mencetak stiker untuk ditempelkan ke botol-botol minuman keras yang beredar. Arbamass dapat untung 90 rupiah per botol untuk minuman golongan A, dan 112,5 rupiah dari golongan B dan C.
Dari minuman beralkohol ini Ari Sigit memperoleh sedikitnya Rp40 Miliar setiap tahun.
Dan banyak trik-trik lain .... berbekal surat ayah dan eyang presiden, sim salabim, semua jadi duit.
Duduk di tahta, di atas singgasana, begitu mudah menjadi super-kaya. Asal mau saja.
Ah, Jokowi, Jokowi .... kau ini lugu atau koppig? Sudah jadi presiden, anak sulung cuma jualan martabak di kampung. Dua anak lain cuma cengengesan. Tiada mainan. Tak ada bancakan.
Koppig kau, Tuan Presiden. Keras kepala kau....
***
Tebet, 8 Desember 2015
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews