Setelah menimbulkan polemik, akhirnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim mengaku telah berhasil mengantongi rekaman CCTV pelaku pemasangan spanduk yang menyudutkan paslon gubernur dan wakil gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto.
Ketua Bawaslu Jatim Mohammad Amin mengatakan bahwa rekaman CCTV itu didapat saat pemasangan spanduk di wilayah Sidoarjo. Pemasangan itu sendiri dilakukan pada waktu dini hari sekira waktu shalat Subuh.
“Di Sidoarjo, berdasarkan koordinasi dengan seluruh pihak sampai dengan melihat CCTV yang kebetulan ada di sana, pemasangan watu subuh, dipasang dalam waktu singkat dan apa adanya,” kata Amien kepada wartawan usai acara buka puasa bersama di Kantor Bawaslu Jatim, Senin, 11 Juni 2018, seperti dikutip JawaPos.com.
Amin melanjutkan, pihaknya sudah memberikan instruksi kepada seluruh Panwaslu di mana spanduk itu terpasang untuk segera melakukan klarifikasi kepada tim kedua paslon yang maju pada Pilgub Jatim kali ini.
Meski demikian, Amin belum yakin kalau pemasangan spanduk bernada fitnah itu dilakukan oleh salah satu Paslon. Ia curiga, jangan-jangan ini adalah dipasang oleh orang-orang di luar panggung (calon) yang ingin mencoba memperkeruh suasana.
“Indikasinya karena, ini kalau misalnya Paslon sendiri atau tim paslon yang memasang ini kan tidak akan sembunyi-sembunyi dengan waktu yang tidak seharusnya,” imbuhnya penuh curiga.
Meski demikian, Amien menegaskan, pihaknya berjanji untuk mengusut secara tuntas para pelaku pemasangan spanduk kampanye hitam itu. Untuk mengidentifikasi pelaku, Bawaslu Jatim akan melakukan koordinasi dengan Polda Jatim.
“Kalau terpaksa ada kejelasan siapa yang memasang tentu kami akan tindak lanjuti. Kalau dilakukan tim paslon, kita bawa ke ranah pemilu. Kalau masyarakat umum tentu baik pidana pemilu maupun pidana umum kami kenakan. Kami koordinasi dengan Polda Jatim,” ujarnya.
Setidaknya ditemukan dua versi redaksional spanduk “fatwa” itu. Seperti, di sisi timur alun-alun Sidoarjo, “Fatwa Untuk Rakyat Jatim, Tidak Memilih Khofifah – Emil, Khianati Allah SWT & Rasul-Nya”.
Redaksional spanduk yang lain berbunyi: “Fatwa Untuk Rakyat Jatim, Memilih Khofifah Fardhu 'Ain, Jangan Khianati Allah SWT & Rasul-Nya”. Di akhir redaksional tertulis, Hasil Pertemuan Pacet, 3 Juni 2018.
Pada 3 Juni 2018, sejumlah pendukung Khofifah di Ponpes Amanatul Ummah, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, mengadakan pertemuan yang dihadiri langsung oleh Khofifah. Pertemuan itu menghasilkan fatwa bernomor 1/SF-FA/6/2018.
Dalam fatwa itu disebutkan, mencoblos Khofifah – Emil hukumnya Fardhu Ain alias wajib bagi setiap orang. Dalam Islam, jika kita tak menjalankan aktivitas fardu ain, hukumannya adalah dosa dari Allah. Fatwa itu disampaikan ke publik secara terbuka.
Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, KH Asep Saifuddin Chalim mengatakan, orang yang memilih Gus Ipul, padahal ada yang lebih baik, menurut Kiai Asep, yaitu Khofifah, maka orang itu mengkhianati Allah dan Rasulullah.
Fatwa yang tersebar luas melalui berbagai media di publik itu pun menuai pro dan kontra. Apalagi, setelah muncul spanduk “fatwa” itu di Surabaya dan Sidoarjo. Reaksi keras datang dari Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
“Saya pikir ndak bolehlah. Jangan digunakan itu, bahaya sekali,” kata Risma di Surabaya, Senin (11/6/2018), seperti dikutip Merdeka.com. Risma menyesalkan jika agama dibawa-bawa untuk kepentingan politik.
“Itu bahaya sekali kalau kita pakai hukum Fardhu Ain, tidak bisalah, ya nggak bisa,” tegas Risma lagi. Ia juga mengimbau agar penyelenggara Pilkada menindak tegas upaya membawa isu SARA dan politisasi agama.
“Itu bahaya sekali, dampaknya itu, aduh saya tidak bisa membayangkan kalau pakai nama Allah SWT untuk kepentingan sesaat. Aduh ngeri aku,” kata Risma yang secara terbuka mendukung paslon Saifullah Yusuf (Gus Ipul) – Puti Guntur Soekarno itu.
[caption id="attachment_17013" align="alignleft" width="504"] Spanduk Fatwa Fardhu Ain (Foto : Merdeka.com)[/caption]
Menurut Risma, imbauan sejumlah kiai pengasuh pesantren kepada para santri dan alumni pondoknya masing-masing untuk memilih paslon Gus Ipul – Puti Guntur, itu jelas berbeda dengan fatwa Fardhu Ain dari tim Khofifah.
“Jelas beda, karena kiai yang merestui Gus Ipul itu kan cuma mengimbau. Tidak dikaitkan-kaitkan dengan Fardhu Ain,” ujar Risma. Sayangnya, meski belum ada hasil penyelidikan, Risma sudah berani menyebut, “fatwa Fardhu Ain dari tim Khofifah”.
Padahal, seperti pengakuan Komisioner Bawaslu Jatim Aang Kunaifi, pihaknya menghimbau kepada masyarakat agar tidak terprovokasi dengan adanya spanduk tersebut. Apalagi, belum diketahui siapa pelaku pemasangan kampanye hitam itu.
“Masyarakat harus tenang, jangan mudah terpancing, ini sudah mendekati pencoblosan. Kita hadapi situasi seperti ini dengan kepala yang dingin,” ujarnya, seperti dilansir Merdeka.com. Siapa pemasang spanduk “fatwa” itu, Bawaslu Jatim belum mau membukanya.
Menurut Komisioner Panwaslu Sidoarjo M. Jamil mengakui, fatwa itu juga dipasang melalui spanduk, di antaranya terpasang di wilayah Sidoarjo. ”Iya benar memang ada,” ujarnya ketika dihubungi Merdeka.com, Minggu (10/6/2018).
Jamil menyebut, spanduk tersebut terpasang di dua lokasi yaitu di Jalan Ahmad Yani Alun-alun Sidoarjo dan Buduran. “Memang terpasang di dua lokasi itu. Saya sudah mendapat laporan dari Panwascam Sidoarjo dan Buduran. Itu juga sudah kami koordinasikan ke Bawaslu Jatim,” ucap dia.
Jamil mengaku pihaknya sudah menertibkan dua sepanduk bergambar Khofifah-Emil dan KH Asep Saifuddin Chalim, bertuliskan “Fatwa Untuk Rakyat Jatim Yang Tidak Memilih Khofifah-Emil Maka Khianat Allah SWT dan Rasul-Nya” itu.
“Sepanduk itu sudah diturunkan kemarin Sabtu (9/6/2018) malam,” ungkapnya. Ia mengaku, masih belum mengetahui siapa yang memasang sepanduk tersebut. Spanduk yang terpasang itu bukan Alat Peraga Kampanye (APK) dan Bahan Kampanye (BK) yang difasilitasi KPU.
”Artinya itu ilegal,” jelas Jamil. Bukan hanya itu saja, tulisan dalam spanduk tersebut juga mengandung ujaran kebencian dan hasutan. Sehingga, persoalan itu masuk pada delik pidana Pemilu.
“Pihak KPU tidak pernah mencetak Spanduk itu, artinya itu ilegal. Dalam tulisan spanduk juga mengandung ujaran kebencian dan hasutan. Itu masuk delik pidana pemilu,” pungkas Jamil.
Melansir Surya.co.id, Juru Bicara paslon nomor urut 1 Khofifah – Emil, KH Zahrul Azhar As'ad yang akrab dipanggil Gus Hans mengatakan, itu adalah upaya mengadu domba para kiai. “Itu spanduk gelap,” tegasnya.
“Saya pastikan tidak ada satupun relawan maupun simpatisan Khofifah – Emil yang membuat spanduk tersebut. Ini upaya adu domba kiai,” ungkap Gus Hans. Ia mengungkapkan, selama tahapan Pilkada Jatim 2018, Khofifah – Emil kerap diberondong dengan kampanye hitam yang menyudutkan dirinya. Umumnya melalui media sosial berupa meme dan berita palsu.
Gus Hans menolak menuding kubu lawan menjadi dalang kampanye hitam tersebut. Karena, bisa jadi yang membuat kampanye hitam itu adalah yang pihak yang tidak bertanggung jawab dan menginginkan Pilgub Jawa Timur menjadi kacau, rusuh, dan tidak demokratis.
“Kami tidak menuding siapa pun. Kami sadar betul dalam setiap proses demokrasi, selalu ada serangan-serangan tidak bertanggung jawab. Sangat mungkin yang membuat itu bukan bagian kompetitor atau relawan kompetitor,” ujar Pengasuh Queen Al-Azhar PP Darul Ulum, Jombang ini.
Gus Hans menyayangkan beredarnya spanduk gelap tersebut karena sangat menyudutkan Khofifah – Emil. “Hanya karena ambisi politik, seseorang sampai menghalalkan berbagai cara. Termasuk mengotori Ramadan dengan aksi-aksi tercela seperti itu,” tambahnya.
“Fatwa Fardhu Ain” itu mulai merambah ranah hukum. Pada Rabu, 13 Juni 2018, Jaringan Alumni Muda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau Jampi melaporkan fatwa itu ke Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Laporan disampaikan Jampi karena fatwa itu dinilai merugikan dan mencemarkan nama paslon nomor urut dua, Gus Ipul – Puti Guntur.
“Kiai Asep menyebut, jika orang mukmin tidak memilih Khofifah – Emil dalam Pilgub Jatim 2018, maka sama dengan berkhianat pada Allah, Rasululloh, dan orang mukmin. Pernyataan itu juga disertai hadis,” kata Ketua Jampi Jatim, Abdul Hamid, di Polda Jatim, Surabaya.
Menurut Hamid, secara tidak tersirat, fatwa itu menyatakan bahwa Gus Ipul – Puti Guntur tidak laik dipilih pada Pilkada Jatim nanti.
“Unsur pidananya itu karena beliau (Kiai Asep) sudah menyebut nama, yakni Gus Ipul. Ini kan sama saja dengan pembunuhan karakter. Selain itu, berpotensi mematikan karier politiknya Gus Ipul,” papar Hamid, seperti dilansir Viva.co.id, Rabu (13/6/2918).
Hamid membawa sejumlah barang bukti dalam laporannya. Diantaranya fotokopi fatwa fardu ain memilih Khofifah – Emil, foto pertemuan kiai pendukung Khofifah – Emil di Pacet, dan rekaman video pernyataan Kiai Asep soal fatwa tersebut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews