Kebanyakan pencinta karya-karya (sastra) Pramoedya Ananta Toer tidak terlalu suka buku "Bumi Manusia" yang akan diangkat sebagai karya film ditangani Sutradara Hanung Bramantyo. Kita juga tidak tahu mengapa dia yang terpilih jadi sutradara film yang berdasarkan novel mahakarya Pram itu. Padahal pada tahun 2004 sudah ada perusahaan film, dengan mendapatkan persetujuan Pram dan keluarga, yang akan mengangkat "Bumi Manusia" ke layar lebar di bawah arahan Sutradara Garin Nugroho dan Penulis Skenario Jujur Prananto.
Bagi pencinta fanatik Pram, sebagian besar aktivis yang ikut menumbangkan rezim Orde Baru, buku "Bumi Manusia" adalah semacam "kitab suci yang faktual", bukan kitab fiksi. Dari "Bumi Manusia" para pengagum Pram belajar tentang akidah kebenaran melawan kejahatan dan penindasan yang dilakukan Rezim Orde Baru yang mengandalkan kekuatan militer sebagai alat pemukul yang mematikan kebebasan rakyat.
"Bumi Manusia" adalah sumber api semangat perlawanan menghadapi kesewenang-wenangan pemerintahan (yang bersifat) kolonial seperti yang dipraktekkan orde baru. Buku ini pun menjadi sumber inspirasi mahasiswa dan kaum muda pada tahun 1980-an untuk memberontak.
Karena dianggap berbahaya "Bumi Manusia" dituduh pemerintah Orde Baru sebagai buku yang mengajarkan komunisme, marxisme, dan leninisme -padahal isinya justru mengajarkan nasionalisme- sehingga dilarang pada tahun 1981, setelah setahun beredar.
Pram pun, yang menulis buku "Bumi Manusia" saat ia menjalani hukuman di Pulau Buru karena dituduh komunis, dikucilkan dari kehidupan dan terpenjara di rumahnya.
Bagi fansmania Pram buku "Bumi Manusia" adalah karya filsafat yang berat. "Bumi Manusia" adalah karya ilmiah berdasarkan riset Pram mengenai kolonialisme penjajah Belanda dari tahun 1800-an hingga zaman Orde Baru yang dianggap menerapkan kolonialisme gaya baru yang sempat ia alami sendiri. Terlebih lagi Pram bekerja keras hampir sepuluh tahun menyusun dan menulis buku "Bumi Manusia" ini.
"Bumi Manusia" mahakarya sastra klasik tentang bangkitnya nasionalisme sebuah bangsa yang harus dijaga kesuciannya. "Bumi Manusia" bukan cerita roman seperti halnya "Ayat-ayat Cinta" yang mengangkat tema percintaan dua anak manusia yang sesuai syariat agama karya Habiburrahman El Shirazy.
Ada perbedaan jauh antara "Bumi Manusia" dan "Ayat-ayat Cinta". Pada "Bumi Manusia" terkandung ideologi nasionalisme untuk membangun peradaban sebuah bangsa untuk membebaskan diri dari cengkeraman penjajah. Sedangkan pada "Ayat-ayat Cinta" cuma masalah bagaimana membangun sebuah rumah tangga yang "samawa" (sakinah, mawadah, warahmah) berdasarkan syariat agama supaya terhindar dari dosa dan kelak masuk surga.
Maka, ketika Hanung merendahkan buku "Bumi Manusia" dibanding "Ayat-ayat Cinta" di situlah pangkal persoalannya. Banyak penggemar Pram yang langsung meradang. Mereka tak bisa menerima "Bumi Manusia" dinistakan begitu saja.
[irp posts="16247" name="Baru Mau Dilayarlebarkan, Pemeran Minke Sudah Menuai Pro-Kontra"]
Jika pernyataan Hanung yang merendahkan "Bumi Manusia" merupakan strategi pemasaran yang dengan sengaja menciptakan kontroversi sungguh patut disayangkan. Karena cara ini merupakan teknik pemasaran produk yang sangat murah.
Jika pernyataan Hanung yang mengecilkan "Bumi Manusia" memang atas dasar kemampuan literasinya maka kita akan tahu bagaimana nasib film ini nanti jadinya seperti apa: sebuah film roman picisan yang menjual Dilan sebagai Minke dan berharap sukses ditonton tujuh orang cuma karena Minke adalah Dilan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews