Dalam Islam Politik Kesederhanaan Bukan Tuntutan, Bukan Kebutuhan

Senin, 28 Mei 2018 | 05:42 WIB
0
690
Dalam Islam Politik Kesederhanaan Bukan Tuntutan, Bukan Kebutuhan

Dalam Islam politik, kesederhanaan bukan tuntutan, bukan kebutuhan utama.

Islam politik tidak mengharuskan kadernya harus sederhana dan berpikir simpel.

Islam politik menuntut kadernya berpikir besar, memiliki resource yang besar, menguasai banyak ilmu, kesehatan dan fasilitas.

Islam politik tidak menuntut kadernya hidup sederhana dalam makna sempit, tidak menuntut kadernya berpola pikir wara' yang bukan pada tempatnya.

Kader Islam politik disuruh bermimpi besar, bercita cita besar, bergaul luas, membuka pikiran, mata, telinga lebar lebar.

Kader Islam politik dituntut memiliki ilmu yang luas, badan yang sehat, pikiran yang terbuka, hati yang sensitif, dada yang lapang, kader Islam politik dituntut berkarya besar dan tidak larut dalam remeh temeh.

Kader Islam politik dituntut untuk memiliki kecerdasan lebih, kecepatan berpikir lebih, kekuatan personal sebagai people magnet, dia dituntut menguasai banyak hal yang bisa membesarkan Islam politik untuk kebaikan agama dan negara.

Kader Islam politik tidak ditolerir suka baper, suka gosip, suka debat, tidak diminta untuk fokus ke masalah masalah kecil, monoton dan jalan di tempat, kader Islam politik dituntut untuk menjadikan agama dan negara nomor satu diatas segala simbol dan seragam organisasinya.

Kader Islam politik tidak dituntut kesederhanaan, yang sederhana itu sikap yang tawadhu ditengah melimpahnya resource dan kelebihan yang dimiliki.

Kesederhanaan hanya dalam sikap, tapi amalnya besar, karyanya besar, ibadahnya besar bahkan dalam rahasia, kader Islam politik itu "fursanun fin nahaar, ruhbanun fil lail".

Konteks hadits nabi tentang kesederhaan adalah bagian dari iman atau dalam redaksi Arab-nya "Al Bazazah Minal Iman" bukan dalam konteks negara dan politik, tapi dalam konteks pribadi dan individu, maka nya ada hadits lanjutan dari beliau "Kalian lebih paham tentang urusan dunia kalian". Hadist ini saat itu asbabul wurud nya tentang teknis menanam pohon kurma, konteks duniawi, kontek teknis tatakelola kerja kerja politik.

Kader Islam politik tidak dituntut kesederahaan dalam makna yang sempit yang sudah dicampur dengan mantra sufisme yang menyimpang.

Islam Politik menuntut kader nya akan narasi besar, semangat besar, penguasaan medan, keluar dari ruang sempit, makanya para pendiri Islam politik di dunia memotivasi kadernya untuk menguasai beberapa bahasa asing.

Kader Islam politik yang terjebak pada pola pikir sederhana dalam konteks negara dan agama, ibarat orang yang tersesat di gurun pasir yang memilih pasrah akan tujuan akhir perjalanannya, dia tidak akan pernah sampai di tempat tujuan, malah dia akan mati ditengah gurun gersang itu.

Kader Islam politik dituntut untuk cekatan, gesit, progressif, tidak lelet, tidak ketinggalan kereta, tidak terus dalam gaya konvensional tradisonalnya, dia modern, dinamis, futuristik, cepat dalam membaca zaman, cepat dalam bertindak, di saat yang sama dia adalah pembelajar cepat dan pemikir besar.

Kader Islam politik dituntut untuk berjihad lebih untuk meningkatkan kapasitasnya sesuai dengan apa yang dibutuhkan umat, bukan apa yang dibutuhkan atasannya, adapatasi nya cepat, penguasaan medannya memadai.

Kader Islam politik dituntut tenang dalam badai, teguh diterpa fitnah, kuat dalam obsesi, dan sangat fokus melihat ke depan.

Kader Islam politik itu kalem dan dalem, senyumnya ceria, wajahnya cerah, sabatnya lebih, marahnya lama baiknya cepat, pemaaf dan pamong, marahnya juga karena Allah bukan karena segudang kepentingan lain.

Kesederhanaan yang salah kaprah, baik itu dalam sikap, gaya, pola pikir dan pola kerja, justru bukan menjadi rahmat, kesederhanaan model begitu justru menjadi musibah, ingat. Kesederhanaan Jokowi adalah musibah nasional.

Profesionalitas atau husnu tadbir adalah nafas islam politik, benar kita minta kursi jabatan kepada Allah, tapi jangan lupa kursi itu ada di Senayan dan Istana, profesional dalam ikhtiar dengan beradaptasi dengan kondisi, Allah baru akan bantu.

Islam politik menuntut segalanya dari semua kadernya dari hal yang baik baik, tidak melulu bicara sederhana dan apa adanya, karena pola pikir begini akan mengantarkan islam politik pada posisi gak punya apa apa.

***

Tengku Zulkifli Usman,

Pendukung kuat Islam Politik.