Elektabilitas pasangan calon Saifullah Yusuf alias Gus Ipul – Puti Guntur Soekarno pada Pilkada Jatim 2018 tertinggal dibanding rival politiknya, Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto. Demikian hasil survei terbaru dari Alvara Research Center.
Baru-baru ini Alvara Research Center merilis hasil survei yang menunjukkan Khofifah – Emil mampu meraup suara sebesar 48 persen, sedangkan Gus Ipul – Puti Guntur hanya memperoleh 41,9 persen.
Survei Pilkada Jatim itu digelar pada 29 April – 5 Mei 2018. Dengan menggunakan metode multistage random sampling, melalui wawancara tatap muka terhadap 800 responden yang berusia 17 tahun ke atas.
Responden tersebar secara proporsional di 38 Kabupaten/Kota di Jatim. Survei mempunyai tingkat kepercayaan 95 persen, serta margin of error 3,46 persen. “Hasil survei ini cukup mengejutkan,” ungkap Hasanuddin Ali, Senin (21/5/2018).
“Karena, pada survei sebelumnya, September 2017 lalu, elektabilitas Khofifah hanya 35,9 persen di bawah Saifullah Yusuf dengan 46,6 persen,” lanjut CEO Alvara Research Center itu dalam keterangan persnya di Jakarta.
Hasanuddin menerangkan, elektabilitas Khofifah saat berpasangan dengan Emil mengalami lonjakan yang signifikan, yakni sebesar 11,1 persen. Sedangkan Gus Ipul saat berpasangan dengan Puti Guntur mengalami penurunan drastis sebesar 5,1 persen.
Jika dilihat distribusi dukungan terhadap paslon ini berdasarkan jenis kelamin pemilih, maka akan terlihat bahwa pemilih wanita (54,4 persen) lebih condong mendukung paslon Khofifah – Emil. Namun, pemilih pria (50,4 persen) lebih condong mendukung Gus Ipul – Puti Guntur.
Dari usia pemilih, kata Hasanuddin, Khofifah – Emil berhasil memikat pemilih milenial dan tua, Khofifah – Emil unggul di kelompok usia 17 – 35 tahun dan usia di atas 46 tahun, tapi Gus Ipul – Puti Guntur hanya unggul di kelompok usia 36 – 45 tahun.
Secara strata sosial ekonomi, lanjutnya, paslon Khofifah – Emil unggul di kelompok Sosial Ekonomi Menengah Bawah, sedangan paslon Gus Ipul – Puti Guntur unggul di Kelompok Sosial Menengah. Kelompok Menengah Atas perolehan kedua paslon cenderung seimbang.
Adapun berdasarkan geografis, di wilayah Rural (Pedesaan), 47,3 persen memilih paslon Khofifah – Emil, 39,9 persen memilih paslon Gus Ipul – Puti Guntur, dan12,8 persen belum memutuskan.
Sementara di wilayah Urban (Perkotaan), 46,7 persen memilih paslon Khofifah – Emil, 43,3 persen memilih paslon Gus Ipul-Puti, dan 10 persen belum memutuskan, dan 0,8 persen Golput.
Dari aspek kluster karakteristik wilayah di Jatim, kata Hasanuddin, elektabilitas Khofifah – Emil (48 persen) unggul dibandingkan Gus Ipul – Puti Guntur (33,3 persen) di Kluster Madura.
Di Tapal Kuda, Gus Ipul – Puti Guntur (47,6 persen) unggul dibandingkan Khofifah – Emil (43,4 persen). Di wilayah Arek, Khofifah – Emil (52,8 persen) unggul dibandingkan Gus Ipul-Puti (41,6 persen).
“Sementara di wilayah Mataraman, persentase kedua pasang kandidat bersaing cukup ketat di mana Khofifah – Emil (44,1 persen) unggul dibandingkan Gus Ipul-Puti (39,5 persen),” kata Hasanuddin.
Untuk wilayah Madura dan Mataraman, persentase pemilih yang belum memutuskan cukup besar. Hasanuddin memaparkan, ada tiga alasan yang mendasari melejitnya elektabilitas Khofifah – Emil.
Pertama, keduanya dianggap merupakan kombinasi pasangan ideal, di mana Khofifah Indar Parawansa memiliki pengalaman dan usia yang matang sementara Emil Elestianto adalah sosok intelektual dan mewakili generasi milenial.
Kedua, lanjutnya, pemilih menilai program-program Khofifah – Emil lebih baik, hal ini dapat dilihat dari tingginya elektabilitas Khofifah – Emil dikategori pemilih rasional.
Ketiga, Pasangan Khofifah – Emil dipersepsikan memiliki Kualitas yang lebih baik hal ini terlihat dari unggulnya Khofifah – Emil di indeks Candidate Quality, Candidate Competency, Recommendation Level, dan Trusted Level.
“Sedikitnya ada lima prioritas pembangunan yang diharapkan masyarakat Jawa Timur, yakni Lapangan Kerja, Penanganan Kemiskinan, Stabilitas Harga Sembako, Pelayanan Kesehatan, dan Sarana Pendidikan perlu lebih mendapat perhatian,” imbuhnya.
Namun, Hasanuddin menambahkan, meski peluang Khofifah – Emil untuk memenangkan Pilkada Jatim memang lebih tinggi dibanding Gus Ipul – Puti Guntur, keunggulan Khofifah-Emil masih belum aman.
Karena, Pertama, selisih elektabilitas diantara kedua kandidat masih tipis, yakni perbedaan elektabilitas sebesar 6.1%, segala kemungkinan masih bisa terjadi saat pelaksanaan Pilkada Jatim 27 Juni 2018 nanti .
Kedua, tingkat soliditas pemilih Khofifah – Emil sedikit lebih rendah dibanding pemilih Gus Ipul – Puti Guntur. Dan yang ketiga, perbedaan yang sangat tipis di daerah Mataraman akan menjadikan wilayah ini sebagai battle ground utama Pilkada Jatim kali ini.
Selain itu pemilih yang belum memutuskan di daerah Mataraman masih tinggi, perubahan arah dukungan di wilayah ini akan menentukan siapa yang akan memenangkan pertarungan pada Pilkada Jatim 2018 mendatang.
Hasanuddin menambahkan selain survei Pilkada Jatim 2018, Alvara Research Center juga memotret popularitas dan elektabilitas partai peserta Pemilu 2019 serta kandidat presiden.
Hasilnya, Joko Widodo menempati posisi pertama dengan tingkat elektabilitas mencapai 55,3 persen, jauh meninggalkan Prabowo yang hanya bertengger di angka 24,6 persen.
Fatwa Ulama Madura
Seperti disebut di atas, hasil survei Alvara Research Center dari aspek kluster karakteristik wilayah di Jatim, elektabilitas Khofifah – Emil (48 persen) lebih unggul dibandingkan Gus Ipul – Puti Guntur (33,3 persen) di Kluster Madura.
Prosentase elektabilitas Khofifah – Emil itu bisa merangkak naik jika fatwa kiai dan ulama Madura benar-benar diwujudkan warga yang tinggal di 4 wilayah kabupaten di Madura itu. Pada 15 Mei 2018, setidaknya 57 kiai dan ulama Madura sudah menandatangani fatwa.
Bahwa fatwa hukumnya wajib memilih paslon Gubernur dan Cawagub Jatim nomor urut 1, Khofifah – Emil. Fatwa yang ditandatangani itu dikeluarkan, setelah terjadi pertemuan para Masyayikh (kiai-kiai Madura) di Ponpes At Taroqqi, Karongan, Sampang, Madura.
[caption id="attachment_16019" align="alignright" width="549"]
Tandatangan ulama (Foto: Istimewa)[/caption]Dalam fatwa itu hukumnya wajib memilih paslon nomor urut 1. Fatwa tersebut dibacakan oleh Wakil Ketua PWNU Jatim KH Ahmad Shiddiq. Para kiai berpandangan, paslon ini memenuhi syarat dalam mewujudkan Jatim yang maju, adil, dan makmur.
“Menyeru dan memfatwakan fardhu ‘ain kepada seluruh masyarakat Jatim untuk memilih paslon Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto dalam Pilgub Jatim 2018,” kata Kiai Shiddiq membacakan fatwa bernomor 1/SFMM/V/2018 itu.
Ada lima pertimbangan mengapa dikeluarkan fatwa tersebut. Pertama, paslon ini memiliki persyaratan untuk mewujudkan Jatim maju, adil dan makmur yaitu jujur, dapat dipercaya, bisa membuat program dan gagasan, perencanaan untuk mewujudkan Jatim adil dan makmur.
Khofifah – Emil dianggap dapat mewujudkan gagasannya. Terhadap persyaratan tersebut, Khofifah – Emil dianggap lebih baik daripada paslon lain. Referensinya rekam jejak debat publik 10 April dan 8 Mei 2018.
Kedua, mengutip ibarot yang ada pada kitab al-Bujairimi ‘alal khotib jilid 4 halaman 318 dengan bunyi: Barang siapa memilih seorang pemimpin di antara orang yang dipimpinnya adalah orang orang muslim, dia tahu ada orang lain yang tidak dia pilih lebih pandai tentang AL-Quran dan al-hadist, maka sesungguhnya dia berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan kepada orang-orang mukmin.
Ketiga, mengutip ibarot, pada kitab as-sunanul Kubro lil Imam Baihaqi, bunyinya: Barang siapa yang memilih seorang pemimpin dari kalangan orang Islam, dia tahu ada yang lebih layak berkaitan dengan kepemimpinan daripada yang dia pilih lebih pandai tentang al-Quran dan al-hadits maka sesungguhnya dia berkhianat kepada Allah, kepada Rasulnya dan kepada semua orang muslim.
Keempat, mereka prihatin atas puisi Sukmawati yang isinya antara lain lantunan kidung Ibu Indonesia lebih merdu dari lantunan suara adzan, padahal dalam adzan itu memuat kalimat: AshaduAllah Ilaa ha Illallah dan Ashadu Anna Muhammadarrasullullah.
Dan, kelima, keprihatinan atas pernyataan anggota DPR RI Fraksi PDIP daerah pemilihan Tulungagung: Arteria Dahlan yang pernah menyebut Kementerian Agama itu ”Bangsat”. Dalam rilis tersebut, fatwa itu dilampiri tanda tangan kiai dan ulama Madura.
Khofifah mengapresiasi dukungan dari ratusan kyai asal Madura tersebut untuk bertarung dalam kontestasi Pilkada Jatim. Menurutnya, dukungan ini merupakan buah dari komunikasi yang intens yang dilakukannya dengan para kiai Madura.
“Kalau bukan karena kesamaan visi dan misi untuk Jatim, saya yakin para kiai tidak akan memberi dukungan kepada saya. Mereka (kiai) juga ingin Jatim lebih maju lagi,” ungkap Khofifah, seperti dikutip Republika.co.id.
Dukungan para kiai Madura itu semakin memperkuat basis dukungan Khofifah – Emil dari kalangan pesantren dan ulama di Jatim. Sebelumnya, para kiai Probolinggo, Gresik, Malang, Banyuwangi, Jombang, Mojokerto, Situbondo, dan beberapa wilayah lainnya di Jatim ramai-ramai mendukung Khofifah – Emil.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews