Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal (Purn) Moeldoko dalam wawancara dengan wartawan, Senin 14 Mei 2018 menyatakan, Randangan Undang-undang (RUU) Antiterorisme menyisakan satu persoalan yaitu definisi. Ini luar biasa. Membuat saya semakin bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan definisi?
Tindak pidana terorisme adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas; menimbulkan korban yang bersifat massal, merampas kemerdekaan, atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain; dan/atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap Obyek Vital yang Strategis, lingkungan hidup, Fasilitas Publik, dan/atau fasilitas Internasional.
Definisi itu tercantum dalam draft awal RUU tentang Perubahan atas UU No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
Seperti disebutkan Abdul Kadir Kading di sebuah stasiun televisi, ada keinginan mengubah definisi itu dengan menambahkan “motif politik” dan “motif ideologi”. Jadi, dengan kata lain, sebuah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut baru masuk kategori tindak pidana terorisme bila ditemukan motif politik dan motif ideologi dalam aksi mereka.
Penambahan motif politik dan motif ideologi dalam definisi terorisme jelas akan memperlemah bobot UU Terorisme itu sendiri. Bagaimana membuktikan motif politik dan motif ideologi dalam aksi terorisme? Apakah semua aksi terorisme bermotif politik dan bermotif ideologi?
Penegakan hukum yang dilakukan polisi didasarkan pada alat bukti. Bagaimana membuktikannya? Kalau Polisi tidak dapat membuktikan motif itu, bisa-bisa seluruh narapidana terorisme yang ada saat ini, lepas dari jerat Pidana Terorisme.
Apakah ada motif politik dalam kerusuhan dan penyanderaan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kelapa Dua? Baik dalam rekaman yang disampaikan Polri maupun negosiator dari pihak narapidana terorisme, pemicu peristiwa kerusuhan dan penyanderaan itu lebih pada prosedur pengiriman makanan dan peraturan lainnya.
[irp posts="15605" name="Revisi UU Tindak Pidana Terorisme Mendadak? Lu Pikir Makan Rujak!?"]
Anak-anak yang dibawa ibunya melakukan pengeboman di Surabaya, mengertikah mereka tentang politik? Sebut juga bom yang meledak di Kampung Melayu, apakah bukan termasuk tindak pidana terorisme karena tidak bermotif politik? Bagaimana membuktikan motif politik dalam sebuah aksi radikalisme-terorisme?
Kita patut meratapi peristiwa teror yang telah memakan banyak korban jiwa. Namun saya yakin, korban terorisme menginginkan kita yang masih hidup, berjuang bersama-sama menghapus, atau paling tidak membatasi ruang gerak jaringan terorisme. Bagaimana caranya?
Mari kita awasi finalisasi proses penyusunan UU Terorisme.
Jangan mandulkan RUU Terorisme bahkan sebelum Undang-undang itu terbit.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews