Dahlan Iskan Menjawab (5): Gadis Cantik Mongolia dan Santet Pilkada

Minggu, 13 Mei 2018 | 05:42 WIB
0
911
Dahlan Iskan Menjawab (5): Gadis Cantik Mongolia dan Santet Pilkada

Nur Rochemat@gmail.com, menurut Bapak ide saya ini benar apa nggak sih. Kan gini. Banyak brosur di mall. Atau di mana-mana. Selalu pamer iklan smart city. Lha saya kok punya ide bangun smart village. Udah terlanjur invest di dua lokasi. Udah keluar dana. Setara dua puluh convero Pak.

Tanggapan Dahlan Iskan:

Tergantung tujuannya. Kalau tujuan Bung Nur untuk bisnis (cari uang cepat) tentu sebaiknya dua puluh convero itu dijual saja. Untuk bisnis lain. Tapi kalau tujuan Bung Nur untuk sosiopreuneur lain lagi. Berarti Bung Nur punya idealisme yang kuat untuk membangun desa. Ide yang luar biasa. Anak-anak desa jadi ikut smart. Bisa mengalahkan anak kota. Di situlah saatnya tidak ada perbedaan lagi desa-kota.

Kisah sukses smart village terjadi di banyak negara. Misalnya di Tiongkok. Banyak desa di pegunungan (Yunnan, Guizhou) yang kekurangan penduduk. Pada lari ke kota. Akibatnya banyak sekolah kekurangan murid. Ada sekolah yang muridnya tinggal 5. Kalau tiap pelajaran diberi guru maka akan lebih banyak guru daripada murid.

Akhirnya desa seperti itu dijadikan smart village. Semua pelajaran lewat internet. Murid asyik. Diberi komputer. Guru datang sesekali saja. Dari kota.

Anda bisa mengkaitkan smart village Anda dengan pendidikan. Tapi apakah Anda ahli di bidang mata pelajaran tertentu. Smart village seperti itu biasanya dibangun oleh seorang guru yang hebat.

Di India ada guru matematika yang murid onlinenya 70 juta. Bayangkan berapa ribu kelas.

Ada kisah sukses lainnya. Desa itu memiliki produk pertanian tertentu. Dibangunlah smart village. Dikaitkanlah produk desa itu dengan pasar di kota. Sukses sekali.

Tapi sukses tidak datang begitu saja. Idealismenya: orang itu lahir di desa itu. Miskin sekali. Lalu sukses. Di kota. Ingin membangun desanya. Lewat keahlian manajemennya. Diajarinya penduduk desa. Dengan sabar. Harus menanam apa. Dengan cara bagaimana. Dan seterusnya. Kerja keras sekali. Jadi ia kerja keras. Lalu sukses. Idealismenya tidak hilang. Lalu kerja keras lagi. Sukses lagi.

Jadi ia sukses dulu sebelum membangun smart village-nya. Tidak ada sukses tiba-tiba. Kecuali yang bisa menemukan harta karunnya Forrest Fenn di Rocky Mountain. Atau jadi tukang santet di berbagai Pilkada.

Terinspirasi Mahathir

Saeful, dengan tulisan tentang Mahathir berarti Disway terinspirasi seperti Mahathir di 2019? Hahahahaha semoga.

Tanggapan Dahlan Iskan:

Tentu saya tidak bisa melarang komentar seperti dari Bung Saeful. Saya lihat juga banyak komentar senada. Dari pembaca lainnya. Terus terang saya risi membaca komentar seperti itu. Waktu membacanya pun mata saya, saya picingkan. Agar tulisannya tidak terlalu jelas. Hahaha….

Baiknya komentar sejenis itu dikirim via email saja. Agar tidak terbaca di Disway. Takut saya (uh! penakut!) banyak yang salah paham. Dikira Disway ini untuk tujuan politik: misalnya untuk membangun koalisi Pakatan Harap-Harap Cemas.

Nanti umur Disway bisa tidak panjang. Padahal sudah telanjur terlalu banyak yang mau ikut sampai umur 92 tahun.

Mohon maaf. Ampuuun… patik tuanku. Apalagi menjelang Ramadhan. Ampunilah kesalahan saya!

Eh, ternyata banyak yang minta selama Ramadhan nanti disway terbit jam 03.00. Untuk teman sahur. Saya setuju. Saya siap. Disway sudah mengatakan, HOWGH.

Yudex, Sebenarnya saya berharap di akhir tulisan disertakan foto mendiang gadis cantik sekali itu. Biar saya tahu ‘cantiiiiiik sekali’ versi Disway seperti apa.

Tanggapan Dahlan Iskan:

Foto-foto wanita muda Mongolia itu sebenarnya sudah saya siapkan. Yang cantiiiiik sekaliiiii itu. Tapi, saya pikir, apakah Via Vallen tidak cemburu? Kalau ada yang bisa menjamin bahwa dia (bukan a) tidak akan sewot jangankan fotonya. Tulang-tulang berserakannya pun sudah saya siapkan.

 

***