Kontrak Politik Monokultur dengan KSPI Jadi Perjudian Politik Prabowo

Kamis, 3 Mei 2018 | 07:34 WIB
0
547
Kontrak Politik Monokultur dengan KSPI Jadi Perjudian Politik Prabowo

Saat peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei 2018, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan kontrak politik dengan Prabowo. KSPI meminta jatah jabatan menteri tenaga kerja ke Prabowo Subianto bila terpilih jadi Presiden. Untuk itu KSPI mendukung penuh pemenangan Prabowo dalam Pilpres 2019 nanti.

Tentunya kontrak politik itu tidak gratis, ada "take and give" yang sama-sama untung. Prabowo untung karena bakal dapat banyak suara pemilih dari anggota KSPI yang jumlahnya jutaan orang. KSPI untung karena salah satu orangnya bakal jadi menteri, dan tidak lagi jadi buruh.

Kontrak politik, bisnis nasib banyak orang

Politik itu seperti bisnis. Ada penjual dan pemberi. Komoditinya nasib banyak orang. Penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli nasib banyak orang. Tujuannya  mendapatkan untung. Ukuran untungnya relatif, yakni pada kepuasan masing-masing pihak.

Dalam politik, posisi penjual dan pembeli tidaklah tetap. Pelakunya mirip listrik arus AC/DC. Di suatu waktu jadi penjual, tak lama berselang kemudian jadi pembeli. Tergantung situasi dan kepentingan. Bisa juga kayak cowok AC/DC, disatu momen jadi cowok, tak lama berselang jadi cewek, tergantung enaknya posisi mencapai nikmat.

Dalam dunia politik, sebuah kontrak politik, adalah hal yang biasa dilakukan, baik secara resmi dalam bentuk perjanjian tertulis atau secara lisan. Hal yang sering terjadi, kontrak politik dilakukan dibelakang layar antara calon pemimpin (kontestan) dengan pihak tertentu, baik organisasi maupun perorangan. Publik pun hanya mengetahui lewat rumor yang beredar.

Kontrak KSPI dan Prabowo justru dilakukan terbuka. Mungkin maksudnya agar "tak ada dusta di antara kita", diketahui  semua elemen pendukung Prabowo, baik partai politik, para buruh yang tergabung KSPI, publik, pers, dan lain-lainnya. Cara ini diluar kebiasaan entitas politik.

Kontrak politik Prabowo dengan KSPI merupakan perjudian besar politik Prabowo. Kalau dapat simpati publik secara luas, maka Prabowo untung. Tapi kalau yang didapatkan justru antipati publik, maka Prabowo buntung. Ambisinya jadi presiden hanya akan jadi mimpi terpanjang dalam hidupnya.

Simpati publik dihasilkan dari terciptanya bangunan persepsi publik bahwa Prabowo mau "bersikap terbuka dan jujur" tentang kontrak politik yang biasanya tabu dilakukan terbuka. Apalagi hal itu jauh hari sebelum pencapresan.

Sementara antipati publik bisa terbangun dari sikap publik yang tidak terbiasa pada transaksi bisnis politik yang vulgar. Mereka menganggap itu tidak etis. Logika dan nilai-nilai yang dianut publik awam tercederai. Ada rasa kepatutan dan kepantasan dilangkahi di depan mata. Belum lagi pemikiran bahwa kontrak politik itu sulit diwujudkan karena dianggap tidak adil. Organisasi KSPI bukan representasi kompleksitas masalah ketenagakerjaan di Indonesia.

Bagaimana dengan jabatan menteri lain? Apakah kelak --misalnya-- menteri PU dijabat orang PII (Persatuan Insinyur Indonesia), Mendikbud dari PGRI, Menteri Agama dari tukang kapling surga, dst setelah setiap organisasi itu melakukan kontrak politik dengan Prabowo?  Wah... bakal banyak organisasi keprofesian dan kemasyarakatan lain kalah tender kontrak politik dengan Prabowo. Apalagi "paket proyek" jabatan menteri cuma sedikit.

Nasib banyak orang sebagai komoditi polikultur dipertaruhkan oleh bisnis komoditi monokultur. Dalam polikultur sejatinya dapat lebih membuat ekosistem (negara) lebih stabil. Sedangkan monokultur rakus unsur hara lahan, tidak adanya efisiensi penggunan lahan karena baris yang kosong tidak ditanami komoditas lain. Selain itu hanya memanen satu jenis komoditas karena yang ditanam juga hanya satu.

Tentunya preseden seperti ini bikin sesak dan sakit hati publik secara luas. Citra perpolitikan Prabowo hancur. Pada akhirnya publik jadi tidak simpati atau antipati pada Prabowo.

Soal perhitungan untung-rugi bisnis "komoditi" tentu sudah jadi pemikiran pihak Prabowo. Masing-masing efek yang bakal timbul sudah diperhitungkan, dan akan ada tindakan lanjut (treatment) tersendiri yang mengarah pada penguatan posisi politik, dan proses pemenangan.

Hal yang menarik  adalah menunggu treatmen politik tim Prabowo, misalnya dalam hal penanganan manajemen konflik, strategi pragmatis "penyuluhan", dan langkah kongkrit "penjualan" di tengah hiruk-pikuk publik polikultur.

Pilpres 2019 masih lama, akan untung atau buntung kah Prabowo?

Kita tunggu saja langkah bisnis politik monokulturnya beberapa waktu ke depan, tentunya dengan tetap menjaga semangat NKRI.

Salam.

***