Jangan Cuma ke Cina, Belajarlah Sampai ke Skandinavia

Senin, 16 April 2018 | 07:10 WIB
0
1283
Jangan Cuma ke Cina, Belajarlah Sampai ke Skandinavia

Pepatah lama mengatakan, bahwa kita harus belajar sampai negeri Cina. Tentu, banyak sekali yang bisa dipelajari disana, mulai dari seni sampai dengan politik.

Namun, ada region yang jauh lebih menarik untuk dikaji sekarang ini. Prestasinya di tingkat nasional maupun internasional amat diperhitungkan di awal abad 21 ini.

Letaknya sedikit lebih jauh dari Cina, tepatnya di Eropa Utara. Mereka adalah negara-negara Skandinavia, yakni Norwegia, Finlandia, Swedia dan Denmark.

Kemakmuran Skandinavia

Mereka adalah negara-negara makmur yang menjadi bahan kajian menarik dari ilmu hubungan internasional. Sampai detik tulisan ini dibuat, negara-negara tersebut memiliki tingkat pendapatan tertinggi di dunia, program pajak progresif yang mapan, serikat buruh yang kokoh dan tingkat pengangguran yang amat rendah.

Padahal, ilmu ekonomi kontemporer mengajarkan cara-cara yang berlawanan untuk sampai pada kemakmuran bersama, yakni pajak yang rendah, peraturan bisnis dan ekonomi yang sedikit, dan serikat buruh yang lemah. Namun, negara-negara Skandinavia justru menerapkan hal-hal yang bertentangan dengan ilmu ekonomi kontemporer tersebut, namun tetap maju, kuat dan makmur dari berbagai ukuran.

Banyak ahli ekonomi, yang mayoritas berasal dari Inggris dan AS, berpendapat, bahwa model negara kesejahteraan di negara-negara Skandinavia akan segera runtuh. Model tersebut, menurut mereka, memakan biaya tinggi, dan beresiko besar untuk gagal.

Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya, sebenarnya menganut paham yang sama dengan negara-negara Skandinavia dalam hal perumusan kebijakan ekonomi maupun politik. Mereka pun menuai hasil yang kurang lebih sama, yakni stabilitas ekonomi politik yang mengantarkan pada kemakmuran bersama.

Beberapa pendapat miring mengatakan, bahwa program ini berhasil, karena masyarakatnya yang homogen. Di dalam masyarakat tersebut, orang-orang hidup dengan nilai-nilai kehidupan yang sama, sehingga bisa bekerja sama untuk mencapai kemakmuran. Sistem demokrasi sosial yang sama tidak akan berhasil di dalam masyarakat majemuk.

Pandangan ini amat jauh dari apa yang sesungguhnya terjadi. Ada enam hal yang kiranya menjadi titik dasar bagi kemakmuran negara-negara Skandinavia.

Mengapa Berhasil?

Pertama, gerakan sosial politik dan partai-partai politik disana bersifat moderat. Mereka menghindari segala bentuk ekstremisme yang menutup segala peluang untuk berdialog. Dari dialog yang moderat inilah lahir program-program ekonomi yang mendorong keadilan dan kemakmuran bersama.

Dua, perjuangan kelas pekerja di negara-negara Skandinavia amat gigih dan terorganisir. Perjuangan tersebut menuntut hak-hak dasar kaum pekerja, dan telah berlangsung puluhan tahun dengan intensitas yang luar biasa tinggi.

Tiga, gerakan kelas pekerja tersebut mampu membentuk persekutuan dengan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerakan perempuan dan gerakan kaum petani. Kerja sama tersebut membawa isu-isu yang menyangkut kepentingan bersama, seperti pendidikan dan kesehatan yang bermutu untuk semua.

Empat, pemerintah negara-negara Skandinavia memiliki kepedulian amat tinggi terhadap kebutuhan serta kepentingan warganya. Kepedulian ini dijaga terus menerus, dan terwujud secara nyata di dalam berbagai program politik dan ekonomi yang mereka jalankan.

Lima, letak geografis negara-negara Skandinavia juga mendukung proyek kesejahteraan mereka. Mereka dekat dengan negara-negara industrial dan kolonialistik, seperti Inggris, Belanda, Prancis dan Belgia, sekaligus dipisahkan oleh laut, sehingga tetap memiliki kemandirian tersendiri.

Enam, letak geografis tersebut juga didukung oleh sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak dan beragam logam berharga lainnya. Semua ini adalah bahan dasar yang mendukung proses industrialisasi mereka.

Keberhasilan negara-negara Skandinavia tidak ada hubungannya dengan homogenitas masyarakat mereka.

Yang berperan amat kuat adalah persekutuan beragam gerakan sosial yang moderat dan terorganisir dengan baik, sehingga bisa bertahan lama untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang terkait dengan kepentingan bersama.

Beberapa Tantangan

Namun, seperti segala hal di muka bumi ini, tata politik dan ekonomi negara-negara Skandinavia pun tidak kebal dari permasalahan. Ada dua hal yang kiranya penting untuk diperhatikan.

Pertama, terpaan badai neoliberalisme yang mengedepankan kepentingan bisnis dan ekonomi di atas segala-galanya juga terjadi di negara-negara Skandinavia. Banyak program politik dan ekonomi yang menunjang kesejahteraan rakyat harus dihentikan, karena dianggap tidak menguntungkan. Ini semua menghasilkan goncangan sosial bagi banyak orang, dan menjadi sumber dari beragam bentuk masalah sosial, mulai dari kriminalitas sampai dengan prasangka negatif terhadap orang asing.

Dua, partai politik yang bergerak sebagai jauh dari kebutuhan dan kepentingan rakyat banyak. Banyak partai politik disana yang semakin menjadi teknokratik, yakni sibuk dengan hitung-hitungan matematik akademik, dan semakin tidak peduli pada keadaan nyata di lapangan.

Dua kelemahan ini tidak menjadi halangan bagi Indonesia untuk belajar dari negara-negara Skandinavia. Ada empat hal yang kiranya perlu diperhatikan, ketika berbicara tentang Indonesia.

Keadaan Indonesia

Pertama, gerakan sosial di Indonesia masih lemah. Misi yang dikejar kebanyakan berbau agama, sehingga hanya memperjuangkan kepentingan segelintir pihak tertentu, sambil mengabaikan kepentingan pihak-pihak lainnya.

Ini tentu harus berubah. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia itu amat toleran serta terbuka. Ini menjadi peluang besar bagi terciptanya kerja sama yang baik dari berbagai pihak.

Dua, gerakan sosial juga masih dianggap jelek oleh masyarakat luas. Hampir setiap gerakan progresif yang memperjuangkan kepentingan kelas pekerja dianggap sebagai komunis, sehingga harus segera dibasmi.

Ini sebenarnya pandangan salah warisan masa lampau yang mesti diperbaiki. Gerakan progresif tidak identik dengan komunisme.

Tiga, gerakan sosial juga masih terserak, dan saling berlomba untuk mendapatkan kepentingannya masing-masing. Kerja sama yang berpijak pada pandangan yang moderat masih sulit untuk berkembang, karena politisasi gerakan-gerakan sosial tersebut oleh kepentingan politik yang cacat.

Empat, pemerintah Indonesia juga masih belum sepenuhnya berkomitmen untuk menyejahterakan rakyatnya. Banyak proyek pengembangan justru menjadi ladang untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Banyak pekerjaan yang mesti dilakukan, jika kita ingin belajar dari negara-negara Skandinavia. Jika keempat hal di atas tidak diperbaiki, maka Indonesia akan terus terjebak pada kesenjangan sosial yang semakin tinggi antara yang kaya dan yang miskin. Ini tentunya menjadi akar bagi banyak persoalan lainnya di masyarakat.

Belajar sampai ke Skandinavia berarti belajar tentang solidaritas. Ini juga berarti belajar tentang kerja sama dan sikap moderat yang menolak jatuh pada sikap keras meyakini suatu pandangan tertentu.

Jadi, tunggu apa lagi?

***