Dahlan Iskan Menjawab (2): Revolusi Toilet dan Kereta Peluru Tiongkok

Minggu, 15 April 2018 | 05:55 WIB
0
601
Dahlan Iskan Menjawab (2): Revolusi Toilet dan Kereta Peluru Tiongkok

Di edisi hari ini saya komentari beberapa catatan tentang kereta api dan kunonya uang tunai sebagai berikut;

Ahmad Fakhtimihaqi;

Tapi kalo ke toilet tetap bayar tunai kan pak..hehehe

Jawaban Dahlan Iskan;

Tiga hari ini saya belum ke toilet umum. Jadi maafkan. Belum bisa jawab. Memang soal toilet ini masih masalah bagi saya. Umumnya masih kurang bersih. Dan masih berbau. Masih banyak juga toilet jongkok. Yang tidak nyaman bagi yang sudah terbiasa di toilet duduk. Tapi saya tidak mengeluh.

Pertama, dibanding dulu sudah jauh berbeda. Duluuuu… di Tiongkok kita tidak perlu bertanya di mana toilet. Dari jauh pun kita sudah tahu di mana arah toilet: dari baunya. Kini sudah tidak begitu lagi. Pemerintah menyadari toilet (dan kebiasaaan meludah di sembarang tempat) harus diubah. Bahkan disebut harus ada revolusi toilet.

Sudah banyak toilet duduk dan toilet bersih. Tapi kebiasaan lama tidak mudah begitu saja direvolusi. Kebiasaan meludah di sembarang tempat juga sudah jauh berkurang. Hampir tidak ada lagi. Hampir.

Saya masih ingat awal-awal ke Tiongkok dulu. Di kantor-kantor, di koridornya, saya lihat selalu ada baskom berderet. Atau bejana. Untuk tempat meludah. Kini tidak ada lagi pemandangan seperti itu.

Di beberapa kota bahkan sudah ada toilet umum digital. Revolusi toilet ini saya nilai berhasil 75 persen. Perlu beberapa tahun lagi untuk berhasil.

Asep;

Keesokan harinya saya naik kereta peluru. Kecepatannya 300 km/jam. Dari Xiamen ke kabupaten Quanzhou. Sejauh 200 km. Hanya 25 menit. Kalau jarak 200 km ditempuh selama 25 menit berarti kecepatannya 480 km/jam?

Wow hebat!

Jawaban Dahlan Iskan;

Maafkan, jarak 200 km itu ternyata dari Xiamen ke Quanzhou. Bukan dari atasiun Xiamen Utara ke stasiun kereta Quanzhou. Tidak sampai 200 km.

Pokoknya hahaha kecepatan kereta itu 300 km/jam.

Ada dua jenis kereta cepat di Tiongkok: 300 km/jam dan 200 km/jam. Atau disebut Gao Tie (高铁)dan Dong Chi (东池).

Yang 300 km/jam itu awalnya 315/jam. Tapi setelah dievaluasi penggunaan listrik paling efisien ketika 300km/jam. Maka tidak ada lagi yang boleh 315 km/jam.

Kereta yang 200 km/jam untuk jalur pendek. Misalnya Xiamen-Ningbo. Mirip jarak Surabaya-Jakarta. Tapi boleh berhenti di kota-kota besar kabupaten.

Waktu tiba di kota Fuzhou tadi malam saya kaget. Saya melihat kereta hijau berhenti di jalur 1. Mirip keretanya Kim Jong-un. Presiden Korea Utara itu. Yang dipakai ke Beijing bulan lalu. Saya tiba-tiba ingat: lho saya kan pernah naik kereta jenis ini. Kira-kira 20 tahun lalu. Dari Chengzhou ke Wuhan. Satu malam suntuk. Ada tempat tidur bertingkat di dalamnya.

Ternyata kereta jenis ini masih dipertahankan. Kereta lama. Untuk rakyat yang benar-benar ingin karcis sangat murah. Hanya saja kecepatannya sudah dinaikkan: 120 km/jam. Masih jauh lebih cepat dari kereta tercepat kita.

Saya sungguh kaget melihatnya. Sudah begitu lama saya tidak melihatnya. Saya kira sudah dihapus. Ternyata diabadikan.

***

http://pepnews.com/2018/04/08/dahlan-iskan-menjawab-1-antrean-termos-mahasiswa-tiongkok/