Sudah lebih seminggu kita dibuat larut dalam topik perdebatan panas antara politikus muda Raja Juli Antoni dengan politikus gaek Fadli Zon. Seperti halnya masakan, tugas kita adalah memanaskannya kembali sebelum ada topik lain yang lebih panas lagi. Halah…
Bro Toni (supaya kelihatan akrab), saat ini berusia 40 tahun. Usia yang sama ketika Nabi Muhammad mendapatkan wahyu untuk pertama kalinya. Laelah, referensi perbandingan usianya ketinggian banget. Sementara Bung Fadli, saat ini berusia 46 tahun. Usia yang sama ketika Soeharto didaulat menjadi Presiden RI yang kedua. Begitulah…
Dari sisi usia, mereka berdua tidak terlalu terpaut jauh. Masih sama-sama di kelompok Generasi X. Namun ini akan terlihat menarik ketika mereka berdua tampil bukan sebagai pribadi, tetapi tampil mewakili partainya masing-masing. Yang satu terpersonifikasikan sebagai partai anak muda (junior), yang satunya sebagai partai usia matang (senior).
Dalam debat panas itu, kita dengan jelas bagaimana Bro Toni menyeruduk slonong boy mencubit pipi chubby Bung Fadli saat memaparkan contoh bagaimana sebuah partai oposisi memberikan tawaran alternatif yang bukan solusi tetapi justru berupa nyinyiran yang (mungkin bisa) dikategorikan hoax. Sudah bisa ditebak, Bung Fadli akan menggelinjang. Bisa menggelinjang geli karena contoh yang disampaikan Bro Toni tidak bertemali dengan tesis yang didakunya, atau bisa juga menggelinjang enak karena ada bahan untuk menyerang dan menampar balik.
[irp posts="11799" name="Kenapa Gerindra Sedemikian Membenci PSI?"]
Tesis yang disampaikan Bung Toni pun cukup menarik sekaligus menggelitik bahwa hoax menjamur karena partai oposisi tidak ada yang kredible sehingga tidak mampu menawarkan kebijakan politik yang lain. Alih-alih menawarkan solusi alternatif, tapi mereka ikut larut dalam keriuhan berbagai berita miring.
Dan, keriuhan itu pun terjadi di debat panas mereka sehingga Bro Toni sepertinya kurang mendapat kesempatan mengomunikasikan tesis dan gagasannya di forum itu. Durasinya terpotong oleh kegigihan Bung Fadli yang terus memotong setiap pembicaraan Bro Toni.
Ah, plot cerita itu sudah anda baca dan lihat yang bertebaran di jejaring medsos. Tapi mari kita lihat dari sudut pandang lain.
**
Di tiap generasi, selalu ada ciri khas karakter anak muda di setiap zamannya. Dan itu sebenarnya bisa dilihat di gambaran film anak muda dengan nuansa psikologi yang melatarbelakanginya. Di zaman Galih dan Ratna misalnya, sosok anak muda itu sangat takut dengan sosok guru, kemarahan guru adalah kiamat baginya.
Namun di zaman Dilan dan Milea, sosok guru malah dijadikan sparring partner untuk berkelahi. Anak muda di zaman Dilan lebih reaktif terhadap sebuah nilai yang dianggapnya tidak benar, meski sikap seperti ini di mata orang tua akan terlihat terlalu kurang ajar.
Di sisi lain, hubungan psikologis antara orang (yang merasa) senior terhadap yang lebih muda (junior) adalah hubungan dominasi. Praktik-praktik dalam kegiatan Ospek misalnya, dengan jelas memberikan rujukan tentang hal itu.
Sang senior wajib membuli si yunior jika sama-sama lelaki. Namun saat si yunior kebetulan terlihat sedikit kerlap-kerlip dan enak dipandang mata, maka naluri dominasi sang senior pun berubah menjadi sebuah tekad untuk menjadikannya pacar. Ah, itu cerita basi…
Perilaku orang itu tidak melulu terkait dengan posisi orang itu ada di generasi mana, tetapi dipengaruhi juga oleh hal-hal yang lebih subliminal, hal yang tidak terlihat yang bercokol di alam bawah sadarnya.
Sebagai orang yang berkecimpung di sebuah organisasi apalagi berbentuk partai, maka kekuatan merasuknya sebuah nilai atau paham ke dalam pikiran adalah sebuah keharusan bagi setiap kadernya. Hal yang termudah sebagai jembatannya adalah melalui tagline atau slogan.
Bro Toni kelihatannya mempunyai spirit yang persis sama seperti dalam slogan partainya: Terbuka, Progresif, itu Kita!
Sehingga bagi sebagian orang, dia dianggapnya terlalu polos dan lugu saat ‘menyerang’ seniornya di debat panas tersebut. Tanpa tedeng aling-aling mencubit pipi chubby Bung Fadli secara terbuka. Menunjuk langsung hidung, eh pipi lawan.
Sementara di partai Bung Fadli sendiri, dengan slogan: Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi? telah benar-benar mendarah daging dalam jiwanya. Maka saat itu juga, Bung Fadli meng-ultimatum untuk segera melaporkan Bro Toni ke pihak kepolisian. Oleh dia sendiri, saat itu juga.
**
Berkaca dari kejadian itu, bagi kalian yang belum berpasangan jangan asal saja membuat slogan untuk kondisi yang sedang kalian alami sekarang ini. Misalnya dengan slogan: Biar lajang yang penting senang. Karena dikhawatirkan mending kalau kalian dapatnya senang, lah kalau yang didapat hanya lajangnya saja, apa tidak menderita?
Untuk segera mendapatkan pasangan itu sebenarnya gampang, hidup jangan terlalu monoton hanya karena supaya terlihat seperti anak baik. Berlakulah sedikit nakal, tetapi banyak akal. Belum berhasil di usaha yang pertama, perbanyak akal di cara yang kedua.
Demikian seterusnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews