Oleh: Novia Nurist Naini
Ponpes ini dahulunya diampu sekitar 34 ustad yang didatangkan langsung oleh Pondok Pesantren di Yogyakarta. Pembelajarannya dimulai dari membaca Al-Qur’an, mulai iqra’, juz amma pada jam empat sore di hari Minggu. Diselangi salat magrib berjamaah, lalu ada kultum dari ustad. Setelah itu, salat Isya’ dan wirid bersama.
Kegiatan akhir adalah sharing bebas tentang apapun. Mulai dari fikih, akidah, bahkan masalah pribadi teman-teman. Sesi ini terbuka, melingkar. Siapapun bisa mendengar keluh kesah dan cerita yang dibagi. Diselingi canda tawa, lebih informal.
Ustad dengan sabar menjawab serta menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, dengan menyebutkan ayat Al Quran dan hadits, terkadang ditambahan menurut pendapat ulama’ dalam buku tertentu. Pertanyaan yang diajukan teman-teman cukup filosofis. Sederhana, tetapi kompleks. Selengkapnya ada di detail berikut.
Ustadz Alfan (Disamarkan)
Ustad Alfan adalah pemberi materi kajian di Pondok Pesantren Waria. Ustad Alfan berasal dari Medan dengan berlatar belakang sarjana dan melanjutkan kuliah S2 Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin di salah satu Universitas Islam di Yogyakarta. Usianya sekitar 30 tahunan.
Apa yang ia lakukan di pondok pesantren adalah bentuk sukarela yang tidak dihadiahi dengan uang. Tenaga dan waktu yang ia berikan selama ini adalah bentuk kepedulian seorang ustad Alfan yang turut serta dalam memberdayakan waria.
Motif ia melakukan volunteering ini adalah sebagai dedikasinya menjadi intelektual, untuk tidak hanya sekadar mengkritik keberadaan waria namun juga memberi jawaban konkret what’s next pada komunitas waria ini.
Pemikiran ustad Alfan ini dapat dikatakan unik. Dedikasi beliau untuk Pondok Pesantren Waria Al Fatah secara tersirat merupakan bentuk pengakuan atau rekognisi beliau terhadap adanya gender waria atau priawan atau LGBT ini. Dengan latar belakang keilmuan beliau, beliau memiliki pijakan hadits dan kajian sufi intelektual pembaharuan Islam yang menjadi alasan kuat mengapa beliau berada di posisi yang sekarang.
Waria, adalah bentuk terjemah dari salah satu aktor yang didapat dari tafsir Al Quran surat An Nur ayat 31. Tafsir ini, menurut beliau adalah ayat terkuat mengapa waria itu berhak hidup. Beliau juga menyangkal konstruksi yang selama ini dipergunakan sebagai senjata ulama’ kepada masyarakat bahwa waria adalah pembelot nabi Luth.
“Ayat-ayat Al Quran itu bukan bahasa biasa. Ada makna yang terungkap, dan tidak semua yang tersurat disana itu memiliki arti yang sebenarnya. Bisa jadi, arti dalam Al Quran adalah pemaknaan yang lain, yaitu pemaknaan yang sifatnya filosofis.”
Kami juga menelisik bagaimana pemikiran Ustadz Arif tentang jilbab.
“Jilbab itu fashion saja. Anda harus tau sejarah atau asbabun nuzul mengapa perempuan menggunakan jilbab. Jilbab terdahulu sebenarnya dipakai oleh wanita Yahudi, utamanya jilbab panjang. Lalu sekarang disimbolkan di masyarakat bahwa wanita yang taat agama adalah mereka yang memakai jilbab atau yang menggunakan jilbab yang sangat panjang. Makna jilbab kan identitas jaman dulu. Dulu perempuan Arab rentan keamanan makanya menggunakan jilbab. Sekarang, di Indonesia perempuan boleh saja bebas tidak mengenak jilbab, karena keamanan perempuan juga terjaga. Yang harus menundukkan kepala dan menjaga pandangan itu tidak hanya perempuan, tapi juga laki-laki.”
Ustadz ini mengatakan pada saya dan Thia, “Mbak-mbak ini kan pake jilbab karena fesyen kan?”
That time. That time. That, time.
Saya dan Thia diem aja. Membiarkan beliau memaparkan lebih jauh. Kalimat-kalimat yang beliau ucapkan membuat saya ingin cepat pulang dan membaca kajian tafsir ilmiah tentang persoalan ini. Tafsir mufassir yang berbeda-beda. Traveling ke Ponpes waria membuat saya menulis to-dobanyak. Ilmu yang cetek ini harus banyak sekali di-upgrade. Sadar diri umur dua puluh itu harusnya ilmunya udah 20.0.
“Islam itu sederhana. Islam itu menjembatani semua kalangan, termasuk sinkretisme budaya. Islam itu inklusif untuk siapa saja. Namun sayangnya pemikiran ini dijauhi kalangan Islam fundamentalis. Kalangan mereka hanya mengkritik tapi tidak memberi solusi konkret. Ada sesungguhnya kalangan Islam yang lebih dekat dengan budaya.”
(Bersambung)
***
Novia Nurist Naini, Creative Writer. UGM. Turns scientific research into popular feature, untuk Selasar.com, situs tanya-jawab berbagai pengetahuan dan pengalaman paling lengkap dan keren di Indonesia.
Laporan sebelumnya:
http://pepnews.com/2018/03/06/pondok-pesantren-waria-3-waria-pun-punya-sejarah/
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews