Rasanya tidak ada investor yang lebih bonek dari ini: mendirikan pembangkit listrik tenaga angin dengan investasi Rp2 triliun di bukit Pabbaresseng, pedalaman Siddenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
Saat ini proyek tersebut hampir jadi. Tepat waktu. Sebesar 75 MW. Kira-kira 130 km dari Makassar ke arah utara.
Saya harus kagum dengan proyek Pabbaresseng ini. Juga iri. Terutama kalau ingat sulitnya perjuangan anak bangsa seperti Ricky Elson di bidang tenaga angin ini.
Inilah proyek green energy raksasa. Pertama sebesar itu di Indonesia. Mungkin di Asia Tenggara.
Semula saya ragu proyek ini tetap jalan. Saya tidak bisa menemukan hitungan bisnisnya.
Maka saya benar-benar kagum bahwa proyek ini terwujud. Kagum segala-galanya. Termasuk kagum bagaimana menghitung sisi bisnisnya.
Hitung-hitungan bisnis proyek ini akan sangat rumit. Atau sangat menantang. Atau sangat memusingkan. Baik bagi investornya maupun bagi pembeli listriknya, PLN.
Mungkin investor ini, dengan investasi Rp2 triliun, akan sangat terbebani. Kasihan. Mungkin PLN juga akan sangat terbebani. Kasihan.
[irp posts="10530" name="Neraka 40 jam di Tengah Laut, Detik-detik Tenggelamnya Tampomas II"]
Sungguh menarik untuk ditulis. Bagi yang membayangkan betapa enaknya investor proyek ini harus paham dulu di mana bisa dibilang enak. Bagi yang membayangkan alangkah beruntungnya PLN, ikutilah tulisan saya bagaimana menghitungnya.
Yang jelas-jelas hebat adalah: tidak sembarangan pengusaha mampu melakukan ini. Mencari uang Rp2 triliun saja tidak mudah. Ricky Elson begitu sulit mendapat dukungan dana Rp10 miliar saja untuk penemuan anak bangsa di bidang yang sama.
Tapi investor Amerika ini langsung tanam Rp2 triliun. Seperti tidak mempertimbangkan aspek keuangan. Seperti bisa mencetak uang sendiri. Apalagi hitungan pengembalian modanya amat tidak menarik —di mata saya.
Ini, kata saya dalam hati, investor bonek beneran. Sebagai negara, kita diuntungkan bisa mendapat investor jenis ini.
Bagi PLN, bisa pusing. Menurut keterangan resmi pejabatnya, di Sulsel sudah kelebihan listrik. Kapasitas pembangkit di Sulsel 1.200 MW. Beban puncaknya 1.000 MW. Kelebihan 200 MW. Itu di beban puncak. Artinya, waktu tengah malam sampai siang, Sulsel bisa kelebihan listrik sampai 600 MW. Mengapa sudah kelebihan listrik begitu besar masih harus wajib membeli listrik dari proyek ini? Dengan harga yang lebih mahal?
[irp posts="10885" name="Lolos dari Maut (13): Mensyukuri 11 Tahun Hati Baru"]
Begitulah green energy. Kita harus berkorban secara bisnis untuk memiliki pembangkit listrik yang ramah lingkungan.
[caption id="attachment_11450" align="alignleft" width="508"] Kincir di Sidrap (Foto: Kabar.news)[/caption]
Kalau pun investornya rugi (atau tidak cepat dapat untung), itulah komitmen investor dari Amerika itu untuk mengembangkan green energy. Tidak banyak pelaku bisnis yang mau seperti itu.
Kalau pun sebaliknya, PLN juga tidak diuntungkan secara bisnis, inilah bentuk pengabdiannya untuk pengembangan green energy.
Membayangkan hebatnya proyek raksasa ini saya jadi ingin ke bukit Pabbaresseng. Hanya tiga jam naik mobil dari Makassar. Disambung dengan jalan menuju bukit Pabbaresseng sejauh 2 kilo meter. Di situlah 30 penari langit bule berdiri.
Berjajar. Setinggi 120 meter. Kita bisa menontonnya. Memang kita hanya bisa jadi penonton. Sambil menengadah. Kita memang tidak bisa jadi penarinya.
Tapi betulkah para penari langit bule ini akan bisa menghasilkan listrik 75 MW?
(Bersambung)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews