Eufora Pilpres 2019 menjadi daya tarik sebagian besar Lembaga Survei dan beberapa Lembaga Survei itu telah melaporkan hasil surveinya di media. Joko Widodo alias Jokowi sudah pasti menjadi calon presiden setelah PDIP secara resmi mencalonkannya pada Rakernas PDIP III kemarin di Denpasar Bali.
Semua hasil survey menunjukan Jokowi adalah calon terkuat dibanding dengan calon-calon lainnya yang disandingkan oleh berbagai Lembaga survey. Hanya Prabowo saja yang masih memiliki kans untuk bersaing dengan Jokowi pada pilpres 2019 tahun depan. Apakah pilpres 2019 nantinya kembali terjadi seperti di pilpres 2014 yaitu persaingan antara dua kubu tersebut? Kita tunggu dengan sabar di tengah perkembangan politik yang selalu dinamis.
Yang menarik Hasil survei Media Survei Nasional (Median) 1-9 Februari 2018 yang telah dirilis 22 Februari 2018 kemarin bahwa ternyata tingkat pendidikan mempengaruhi pilihan yang akan dipilih pada pilpres 2019. Responden berpendidikan rendah lebih memilih Jokowi sementara semakin tinggi pendidikannya lebih memilih Prabowo.
Dari responden yang mengaku tidak tamat SD, terdapat 40,9 persen memilih Jokowi. Lalu, dari responden yang mengaku tamatan SD, sebesar 39 persennya juga menjatuhkan pilihan ke Jokowi. Basis pemilih Jokowi semakin kecil di tingkat pendidikan SMP (37,4 persen), SMA (27 persen), S1 (13,7 persen) dan S2/S3 (10 persen).
Dari angka-angka yang didapat Jokowi berbanding terbalik dengan yang didapat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Sebagian besar basis pemilih Prabowo justru dari kalangan berpendidikan tinggi. Responden yang mengaku lulusan S2/S3 dan memilih Prabowo sebesar 40,0 persen. Lalu, dari responden yang mengaku tamatan S1, sebanyak 34 persennya juga menjatuhkan pilihan ke Prabowo.
Basis pemilih Prabowo semakin kecil di tingkat pendidikan SMA (25,1 persen), SMP (22,8 persen), SD (21 persen), dan tidak tamat SD (13,7 persen).
Banyak pemilih Jokowi dari kalangan berpendidikan rendah karena tertarik dengan kepribadian Jokowi yang merakyat dan sederhana, ini membuktikan bahwa daya tarik penampilan lebih dipilih tanpa mau mencari info program yang akan dilaksanakan, mudah di iming-imingi janji.
Sementara, para pemilih dari kalangan pendidikan tinggi tak hanya menilai dari sosok personal atau citra semata, tapi juga terkait kinerja dan kebijakannya. Mereka lebih suka bicara program dan tidak mudah dirayu dengan janji-janji manis, karena golongan ini lebih cerdas untuk berdemokrasi. Pencitraan tak lagi efektif bagi kalangan yang berpendidikan, mereka lebih rasional untuk menentukan pilihannya.
[irp posts="11086" name="Prabowo Subianto Yang Sudah Mulai Turun Gunung"]
Jika dilihat basis pemilih maka bisa disimpulkan bahwa wilayah pedesaan adalah basis pemilih Jokowi sementara wilayah perkotaan adalah basis pemilih Prabowo. Jadi wajar bila Jokowi adalah calon terkuat untuk pilpres 2019 nanti karena sebagian besar penduduk Indonesia adalah di wilayah pedesaan yang sebagian besar berpendidikan rendah.
Sementara orang-orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak tinggal di kota. Kalau nggak percaya adakah universitas yang dibangun di hutan belantara? Pastinya minimal dekat dengan perkotaan. Terus ditambah program pemerintah untuk menggalakkan sarjana kembali ke desa sampai saat ini belum berhasil.
Apakah anda termasuk pemilih cerdas? Coba tanyakan kepada diri anda sendiri, jika mampu menjawabnya berarti anda termasuk orang-orang yang cerdas... heehe...
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews