Kawin adalah hak segala individu, dan oleh sebab itu maka penjajahan atas keinginan kawin harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri perkawinan. Bila kau ingin kawin dengan bidadari sekalipun, itu hak mu. Tapi jangan kawin dengan bidadari di Indonesia. Berat. Kau tak akan kuat. Indonesia tak akan memberimu tempat pesta, kehadiran undangan, apalagi doa restu.
Mungkin guru spiritualmu telah banyak bercerita padamu tentang eloknya sang Bidadari. Tentang suaka marga bidadari yang indah penuh pesona. Tentang keabadian bahagia tak berbatas. Tentang nikmat tak terkira yang akan kau dapat tanpa perlu bekal obat kuat dan salep anti lecet. Tapi tahukah kau, bidadari itu tak ada di Indonesia.
Guru spiritualmu mungkin benar setelah baca buku cerita. Tapi pernahkah kau bertanya kenapa dia tidak kawin dengan bidadari itu? Dia justru kawin dengan orang biasa. Padahal dia lebih dulu hidup dari kamu dan tahu tentang bidadari itu. Apakah dia bodoh sehingga cintanya ditolak sang Bidadari? Kurasa tidak. Dia pintar, sampai-sampai bisa bercerita banyak tentang kehebatan bidadari itu padamu.
Pernahkah kau melihat istri gurumu? Bidadari kah istrinya? Tidak. Istrinya tak beda dengan ibumu di rumah. Ibumu bukan bidadari. Ibumu adalah ratu. Dari singgasananya di dapur rumah, ibumu membesarkanmu. Diajarinya kau menginjak tanah, bersapa dan bermain dengan tetangga. Ibumu bangga padamu ketika kau berdiri dan berjalan di tanah. Tanah Indonesia.
Pernah kah kau sadari, tak pernah pula gurumu itu bercerita tentang bidadari pada istrinya. Takut istri kah gurumu itu? Mungkin iya, gurumu itu anggota persatuan suami takut istri. Tak mau pula gurumu mengawinkan anaknya dengan bidadari. Tahukah kau? Gurumu dan istrinya itu sayang pada anaknya. Diam-diam, gurumu pun takut anaknya kawin dengan bidadari! Mengapa?
Bidadari itu tak ada di tanah Indonesia. Gurumu takut kelak tak bisa mengunjungi anaknya, menantunya dan mungkin cucunya.
Itulah kenapa justru kau yang disuruh kawin dengan bidadari. Karena gurumu tak punya rindu untukmu. Dia tak sayang padamu. Dia hanya sayang dan rindu diam-diam pada bidadari itu namun tak pernah berani mengawininya karena kepengecutannya sebagai lelaki.
Dan tahukah kau? Diam-diam gurumu selalu berselingkuh dengan Bidadari itu lewat pikirannya sebelum kau mengawininya. Kau telah dicurangi gurumu, bukan?
Kawinlah, itu hak mu. Tapi jangan kawin dengan bidadari di tanah Indonesia. Mengawini bidadari itu akan banyak orang terluka. Dan luka itu adalah luka ayah dan ibu yang menyayangimu. Mereka menginginkan kau kawin dengan gadis satu kampungmu. Perempuan itu kelak jadi ibu dari anak-anakmu. Perempuan menantu yang akan ikut membahagiakan ayah dan ibumu. Perempuan yang akan merawat ayah dan ibumu saat sakit.
Jangan kawin dengan bidadari di Indonesia. Berat. Kau tak akan kuat. Biarlah para bidadari saja yang kawin dengan bidadara di alamnya sono.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews