Perilaku unik Urang Hindonesia terutama di Hibukota negara sungguh membuat mulut ini tidak berhenti senyum. Semua hal unik bisa ditemui. Maklum Jakarta khan banyak didominasi pendatang keunikan-keunikan budaya dari daerah berbaur menjadi satu di Jakarta.
Tapi yang khas yang membedakan dengan ibukota lainnya adalah bahwa kesemrawutan jalanan itu anugerah bagi sebagian orang terutama bagi para preman, PKL, dan mereka yang hobi ngebut di jalanan. Bakat-bakat membalap bisa saja disalurkan di jalan sehingga Indonesia tercatat memiliki angka kecelakaan tinggi di kawasan Asia Tenggara.
Hampir setiap hari selalu ada berita tentang kecelakaan. Penyebabnya macam-macam dari nasib sial, keteledoran pengendara, tidak tertibnya pengendara dalam berlalu lintas, jalan berlobang dan bahkan karena ada polisi tidur. Hebatnya anggota badan manusia juga bisa dijadikan pengganti lampu sen (sign) atau di Jawa dikenal dengan lampu riting (baca reiting; seperti mengeja revolusi).
Kaki-kaki akti pengendara motor
Pernah melihat pengendara motor memotong jalan dengan kode kaki? Kaki sengaja direntangkan hingga menghambat pengendara di belakangnya. Padahal motornya sudah ada lampu sebagai tanda berbelok. Apa pengendara motor atau mobil buta tanda-tanda sehingga perlu penegasan dengan kaki atau tangan agar nyaman menyeberang, berbelok atau berbalik arah perlu dengan kaki untuk menghalangi lacu kendaraan di belakangnya.
Tapi penulis akui orang-orang Jakarta dan Indonesia pada umumnya memang kreatif untuk urusan melanggar peraturan. Apakah karena ujian SIM bisa nembak, minimnya pengetahuan tentang peraturan lalu lintas jalan sehingga aturan yang memberi kenyamanan ditabrak.Dan hebatnya kalau bisa melanggar itu adalah perbuatan pemberani. Hemmmmh....
Jalanan Itu milik umum, digunakan untuk umum, dipergunakan untuk menempuh perjalanan yang memberi jaminan “Selamat Sampai tujuan”. Tapi kadang-kadang secara tidak sadar rambu–rambu memang dibuat untuk dilanggar (itu prinsip orang yang” super pintar” di negara berkembang). Kalau aman ya terus dilakukan, nah ketika kepergok polisi, baru menangis Bombay menyesali apa yang telah terjadi, sambil guling-guling dan mengiba-iba.
“Pak, kenapa harus kaki sih Pa, bukannya berbahaya jika ada pengendara motor lain ngebut dan kaki anda yang berwisata itu tiba-tiba nongol ke kiri atau ke kanan?”
Yang saya ajak wawancara saya pikir akan tertawa dan melengos malu. Tiba-tiba motornya mepet ke motor saya.
“Ini jalan umum suka-suka Gue. Lho mau apa...!?”
“Wouw…wouuw….tenang bang saya khan cuma negur… yang cilaka kalau kecelakaan khan sampeyan sendiri?!”
“Wussssh…” Tiba-tiba tangannya melayang mampir ke muka saya. Untungnya saya memakai helm cakil ya tangan ia sendiri yang kesakitan. Meskipun saya juga sempat merasakan shock. Kaget, tidak menyangka, hanya karena beberapa kata si abang pengendara motor yang lampu retingnya mati mendadak esmosi (emosi maksudnya).
Wah ini tipe-tipe orang jalanan yang dikejar–kejar waktu, membangga-banggakan muka sangarnya dan kakinya yang bisa berfungsi sebagai lampu sen. Tipe orang seperti ini banyak di jalan. Merasa mempunyai kepentingan, sedikit punya nyali tapi bebal pemahaman tentang peraturan lalu lintas.
Jalanan milik bersama, Bung, jangan petitah petitih kalau ingin selamat. Kalau orang pintar saja lebih bangga melanggar peraturan apalagi orang-orang biasa yang memahami hidup hari perhari, mengharap rejeki jam demi jam dan menganggap jalanan “boleh-boleh saja berakrobat”.
Jakarta memang kota lucu
Selama penulis tinggal di Jakarta rasanya tidak ada hari tanpa kelucuan. Kelucuan itu bercampur dengan kejadian menjengkelkan bikin emosi, membuat perasaan campur aduk menjadi satu. Tidak puas hanya dengan kaki tanganpun bisa untuk memberi tanda berbelok. Seperti konduktor yang sedang mengatur irama tangan pengendara motor di Jakarta pun akan bertindak bila pengendara belakangnya tetap saja tidak memberi kesempatan belok meskipun lampu sein (turn signal) sudah memberi isyarat.
Tahukah anda akan fakta- fakta jalanan Jakarta dilihat dari angkasa. Bila anda pembaca sempat mengamati dengan seksama di pertigaan, perempatan, motor Jakarta itu seperti semut liar yang lepas dari kandang. Ketika lampu kuning, kemudian merah menyala hentakan motor-motor itu seperti ketika anda melihat kerumunan semut yang mendadak bubar berhamburan terkena semprotan minyak tanah. Mobil-mobil bersabar menunggu motor menyusut baru kemudian bergerak maju.
Jalanan arena balapan gratis
Jangan heran ketika anda mengendarai mobil dan kebetulan ada belokan. Bisa saja tiba-tiba motor nyelonong dari arah kiri. Bagi yang sakit jantung hati-hati karena mengendarai mobil di Jakarta anda harus ekstra waspada. Banyak kemungkinan terjadi secara tiba-tiba. Dari arah manapun bisa saja motor–motor matic berzigzag melaju kencang seperti halnya Valentino Rossi sedang bermanuver di sirkuit.
Kecepatan maksimal, celah sempit antar mobil, motorpun dibabat habis. Begajulan di jalan sudah biasa kalau nyungsep baru mengiba-iba. Jalanan Jakarta seperti sirkuit gratis. Helm sekenanya kadang tidak dikancing. Fungsi Helm hanya untuk jaga-jaga kalau ada penertiban lalu lintas oleh polisi.
Jakarta yang semrawut jalannya saat ini mau ditambah lagi dengan regulasi becak yang diresmikan Bapak Gubernur Jakarta yang baru saja melewati masa bulan madunya.
Disiplin pengendara masih rendah
Kalau saya sebagai warga Jakarta boleh usul nih, Pak. Yang dibenahi itu mindset orang Jakarta, Pikiran ngeres sebagian warganya yang menggunakan jalan seperti berandalan. Keruwetan jalanan salah satunya karena masyarakat tidak disiplin, malu bila melanggar belum membudaya. Malah jika bisa melanggar bangganya selangit karena merasa sebagai lelaki sejati jika perempuan di jalan jangan di tanya.
Tiba-tiba belok bukan hal yang aneh. Malah aneh jika tidak ada cerita tentang perilaku perempuan di jalanan. Bukannya sudah banyak meme tentang perilaku perempuan di jalan. Para Pengandara motor khususnya laki- laki paling takut jika harus bersaing dengan emak-emak di jalanan, mending mengalah daripada sial dua kali. Sudah dimaki-maki kalau kita benar tetap saja salah di mata mereka.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews