Ketika saya menyaksikan video pembebasan sandera Indonesia yang dibuat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, saya ikut terharu. Bagaimana tidak. Seorang suami yang biasanya pulang membawa rizqi untuk keluarga, sudah tidak muncul-muncul lagi.
Tiba-tiba muncul Meteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi memberitahukan bahwa suaminya berhasil dibebaskan. Sudah tentu rasa gembira dan tetesan air mata menetes di pipi menyaksikan suami sudah ada di depan mata dalam keadaan selamat dan sehat.
Semua peristiwa itu terekam di Kemlu RI pada hari Selasa, 23 Januari 2018.
"Delapan November 2016, tiga hari setelah kejadian, saya mengunjungi Ibu berdua di Sandakan untuk menyampaikan komitmen Pemerintah guna mengupayakan pembebasan Pak La Utu dan pak La Hadi. Hari ini saya memenuhi janji Pemerintah. Saya serahkan suami masing-masing dalam keadaan sehat wal afiat. Terima kasih atas kepercayaan, dukungan dan kerjasamanya kepada kami," pesan Menlu Retno kepada istri La Utu dan La Hadi.
La Utu dan La Hadi adalah WNI yang bekerja sebagai nelayan di kapal penangkap ikan di Sabah, Malaysia. Keduanya diculik dan disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan pada tanggal 5 November 2016. Keduanya berhasil dibebaskan pada 19 Januari 2018 lalu.
Sejak 2016 sebanyak 32 WNI disandera di Filipina Selatan. 29 WNI sudah dibebaskan dan 3 WNI lainnya masih disandera kelompok penyandera yang berbeda. Pemerintah akan terus mengupayakan pembebaskan 3 WNI lainnya," ujar Menlu pasti.
WNI memang sering menjadi korban penyanderaan oleh kelompok-kelompok Muslim Moro dan berbagai kelimpok Muslim lainnya di Filipina Selatan. Yang menjadi pertanyaan, kenapa hanya WNI yang jadi sasaran?
Kalau melihat peta, di perbatasan Pulau Kalimantan itu terdapat negara Malaysia, apakah para warga Malaysia tidak menjadi sasaran penculikan juga? Seorang teman saya mengatakan, boleh jadi Indonesia pernah memberikan uang tebusan, sehingga mereka berharap akan terus diberikan uang tebusan.
Menurut saya, asumsi itu bisa saja keliru. Boleh saja para penculik berpikiran akan memperoleh uang tebusan, tetapi pembebasan dua orang WNI terakhir ini, tanpa yang tebusan, karena dalam pernyataannya, Menlu juga berterimakasih kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan BIN.
[irp posts="8813" name="Masalah Sandera Kita di Filipina Selatan Yang Tak Pernah Usai"]
Menlu menyinggung pentingnya peran dan dukungan TNI serta BIN dalam upaya pembebasan 2 sandera WNI dari Filipina Selatan.
"Pembebasan ini adalah hasil orkestra kemitraan yang sangat harmonis di antara berbagai instansi pemerintahan terkait, khususnya dengan TNI dan BIN", ujar Menlu Retno.
Hal ini disampaikan Menlu Retno saat menyerahterimakan La Utu bin Raali dan La Hadi bin La Adi, yang baru terbebas dari penyanderaan di Filipina Selatan 19 Januari 2018 lalu, kepada istri masing-masing yang didatangkan secara khusus oleh Kemlu dari Sandakan, Sabah, Malaysia.
Pembebasan sandera yang dibantu TNI dan BIN ini sudah tentu mengingatkan saya tentang peristiwa pembebasan sandera oleh TNI dalam operasi Woyla. Yang menjadi komandan operasi penyadera pesawat Garuda 206 DC-9 Woyla di Thailand itu adalah almarhum Jenderal TNI LB Moerdani.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews