Kita ingin menjadi manusia bebas. Kita ingin bisa membuat keputusan kita sendiri terkait dengan hidup yang kita jalani. Kita ingin bisa berpikir bebas. Kita ingin bisa bertindak bebas, seturut dengan pilihan yang kita buat.
Kita ingin bisa memilih hobi yang ingin kita tekuni. Kita ingin bisa memilih orang yang kita cintai. Kita juga ingin bisa memilih agama yang kita anut. Namun, kebebasan juga memiliki banyak tantangan.
Kita dibatasi oleh kemampuan kita. Kita dibatasi oleh keadaan diri kita. Kita dibatasi oleh masyarakat yang ingin memenjara kita dengan norma-norma yang tak masuk akal. Pada akhirnya, kita juga dibatasi dengan kematian.
Pada tingkat yang lebih dalam, kita dibatasi oleh hukum sebab akibat. Kehendak bebas pun seolah menjadi ilusi. Di baliknya terdapat kaitan sebab akibat yang tak terhitung banyaknya. Semua pilihan sudah dapat diramal dengan perhitungan yang tepat.
Namun, ironisnya, menyadari bahwa kita tidak bebas adalah sebuah bentuk kebebasan. Menyadari bahwa kita hidup di bawah hukum sebab akibat adalah sebentuk kebebasan. Kesadaran adalah simbol dari kebebasan. Dengan kesadaran, semua hal menjadi mungkin.
Sayangnya, kerap kali, kita salah memahami arti kebebasan. Kita menyamakan kebebasan dengan bertindak seenaknya. Kita mengumbar nafsu dan keserakahan atas nama kebebasan, bahkan dengan merugikan orang lain. Pada titik ini, kita membutuhkan empati.
Empati adalah kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Kita tidak ingin disakiti, maka kita tidak boleh menyakiti orang lain. Kita tidak ingin ditipu, maka jangan menipu orang lain. Empati adalah dasar bagi hidup bersama.
Jadi, kebebasan membutuhkan empati, dan empati membutuhkan kebebasan. Keduanya tak bisa dipisahkan. Keduanya saling melengkapi. Jika salah satu hilang, maka yang lainnya akan menjadi pincang, lalu justru merusak.
Jadi, silahkan jalani hidup anda dengan bebas dengan empati di dalamnya…
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews