Bersedianya Agus Supriatna Penuhi Panggilan KPK Berkat Panglima TNI?

Kamis, 4 Januari 2018 | 11:20 WIB
0
470
Bersedianya Agus Supriatna Penuhi Panggilan KPK Berkat Panglima TNI?

Kasus dugaan korupsi pembelian helikoper Agusta Westland AW101 yang disebut-sebut menjerat nama mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna beberapa waktu lalu akhirnya menemukan titik terang. Agus akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai saksi.

Namun demikian, Agus tidak bersedia memberikan keterangan kepada KPK dengan alasan adanya kerahasiaan negara yang harus ia jaga terkait spesifikasi alat perang milik negara. Meski Agus sudah pensiun, marsekal ini tetap berkomitmen untuk tidak membuka rahasia negara meski itu kepada KPK. Alhasil, KPK tidak memperoleh ketarangan apapun.

Sebelumnya, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada sejumlah wartawan mengatakan bahwa, pihaknya hingga saat ini terus melakukan koordinasi dengan Polisi Militer (POM) TNI untuk penanganan kasus dugaan korupsi tersebut. Saat ini, KPK telah menetapkan tersangka dari kalangan militer dan sipil.

"Hari ini KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Agus Supriatna, mantan KSAU sebagai saksi untuk tersangka IKS (Irfan Kurnia Saleh). Sebelumnya tim juga sudah berkoordinasi dengan POM TNI agar proses penanganan perkara bersama ini berjalan baik. Prinsipnya KPK dan POM TNI saling mendukung," kata dia kepada wartawan, Rabu 3 Januari 2018.

Atas kehadiran Agus tersebut, KPK menyampaikan terima kasih kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Menurutnya, komitmen Panglima TNI sangat dibutuhkan dalam pengusutan kasus helikoper Agusta Westland AW101 itu.

"Kami sampaikan juga terima kasih pada Panglima TNI. Karena bagaimana pun juga komitmen TNI untuk menjadi bagian pencegahan dan pemberantasan korupsi sangat penting artinya, terutama Presiden sudah menunjukkan concern-nya, termasuk terkait heli AW-101 ini," ucap Febri.

Komitmen Panglima TNI tersebut penah diucapkannya saat berada di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, 18 Desember 2017 lalu. Hadi saat itu mengatakan akan mengawal kasus dugaan korupsi tersebut hingga sampai ke pengadilan.

"TNI, pada dasarnya, mendukung kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi terkait heli (AW) 101. Saat ini penyelidikan kita ikuti terus satu per satu sampai di otmil (oditur militer) itu kan kita kawal sampai keputusan di pengadilan militer," kata dia saat itu.

Kemarin Agus tiba di KPK pada pukul 90.30 WIB, dikawal oleh tiga petugas Provos. Di belakangnya, Agus diapit oleh tiga orang lainnya yang mengenakan setelah jas. Saat itu, Agus tidak berkomentar apapun.

Mantan KSAU itu tiba dengan pengacaranya mengendarai mobil Toyota Alphard berwarna hitam. Belakangan diketahui bahwa, pengacara tersebut adalah Pahrozi.

Sebelumnya, Agus beberapa kali sempat mangkir dari panggilan KPK. Tercatat sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK. Sebelumnya pada 27 November 2017 Agus juga tidak hadir dan pada saat itu alasan Agus juga sedang berada di luar negeri.

[irp posts="5235" name="Perjalanan Hidup Hadi Tjahjanto, Anak Serma Yang Jadi Panglima"]

Sedianya, Agus akan diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Irfan adalah pihak swasta yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka pengadaan helikopter AW101.

"Klien kami belum bisa hadir karena masih melakukan ibadah umrah. Tapi nanti kalau beliau sudah kembali, kami akan konfirmasi kembali. Tentu nanti kalau beliau sudah ada di Indonesia, kami akan sampaikan pada penyidik untuk penuhi panggilan KPK," ucap Pahrozi di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat 15 Desember 2017.

KPK mengatakan, ada lima tersangka yang telah ditetapkan oleh pihaknya. Dari pihak sipil, KPK menetapkan Irfan Saleh sebagai tersangka pertama dari pihak swasta pada Jumat 16 Juni 2017. Irfan diduga melakukan pengelembungan dana dengan rincian dirinya menandatangani kontrak dengan Augusta Wesland, sebuah perusahaan penyedia helikopter di Inggris dengan nilai Rp 514 miliar.

Sementara, kontrak dengan TNI AU untuk pengadaan pesawat tersebut nilainya Rp 738 miliar, sehingga mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar.

Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar. Saat ini, KPK bekerjasama dengan POM TNI masih menunggu perhitungan kembali kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

***