Cara Berpikir Ugal-ugalan dan Sangat Menyeramkan

Selasa, 2 Januari 2018 | 18:52 WIB
0
544
Cara Berpikir Ugal-ugalan dan Sangat Menyeramkan

Sebenarnya, saya tak ingin membicarakan bagaimana cara Ade Armando membimbing keluarganya. Tetapi karena ada hal yang sangat menyeramkan, akhirnya saya mau ikut juga berkomentar.

Belum lama ini, pegiat media sosial yang juga dosen UI itu mendeklarasikan “stand point” (pendirian, sikap) yang sangat mengerikan tentang mana lebih baik homoseksualitas, atheis (kekufuran), dan berbagai bentuk kedurhakaan lainnya dibandingkan korupsi serta kejahatan-kejahatan “biasa”.

Dalam status Facebook-nya baru-baru ini, Pak Ade lebih-kurang menegaskan bahwa dia tidak akan sedih kalau anaknya mengatakan dia (si anak) telah menjadi gay atau lesbian. Bahkan, Pak Ade tidak sedih kalau anak-anak beliau tak percaya pada agama.

Menurut Pak Ade, beliau sedih kalau anak-anaknya melakukan korupsi, mencuri uang rakyat, memperkosa, merampas hak rakyat, mengedarkan obat bius, merampok, membunuh, menipu rakyat dengan menggunakan agama, menindas hak asasi manusia, menindas kaum minoritas, menjadi rentenir, dan sebagaimnya.

Pertama-tama, sebagai sesama muslim, saya ingin menyampaikan sesuatu yang mirip nasihat. Tetapi, maafkan saya kalau terasa sebagai nasihat karena saya belum pantas memberikan nasihat kepada Pak Ade. Saya jauh di bawah Pak Ade dari segi mana pun.

[irp posts="6861" name="Politisasi LGBT"]

Cuma, saya hanya terketuk membaca satu hal yang teramat mengerikan. Yaitu, pernyataan beliau bahwa beliau tidak akan bersedih kalau anak-anaknya tidak percaya pada agama. Kemudian, yang juga menyeramkan adalah ketegaan Pak Ade mengatakan bahwa beliau tak sedih jika anak-anaknya menjadi gay atau lesbian.

Yang kedua, ucapan orang tua itu bisa menjadi doa. Ini kata orang-orang tua. Bisa dipercaya , bisa tidak. Kalau pun dianggap dongeng, tetap saja ada sisi lain yang pantas dipikirkan. Yaitu, anjuran Baginda Nabi agar kita mengucapkan hal-hal yang baik saja.

Nah, apakah mengatakan “saya tak sedih anak saya menjadi gay atau lesbian” bisa dianggap perkataan yang baik? Atau, apakah mengucapkan “saya tak sedih kalau anak saya mengatakan dia tak percaya agama” adalah perkataan yang baik?

Saya kira, kedua pernyataan ini tidak ada yang baik. Saya percaya, orang yang tak paham sekali pun akan mengatakan itu tak baik. Dan, bukan sekadar tak baik saja. Pernyataan seperti ini memiliki nuansa kesombongan. Ada kesan menantang Allah SWT.

Lalu, apakah Pak Ade tak boleh sombong? Tak boleh menantang Allah SWT? Tentu saja itu hak beliau sepenuhnya.

Saya hanya ingin mengatakan sesuatu yang mungkin dianggap tolol oleh Pak Ade. Tak masalah. Ini yang ingin saya katakan: bahwa korupsi, mencuri uang rakyat, memperkosa, menjadi rentenir, mengedarkan narkoba, dlsb, adalah kejahatan yang sangat tercela.

Tetapi, kejahatan-kejahatan ini tidaklah lebih baik dari “tak percaya agama, tak percaya Tuhan, tak percaya ada Allah SWT”. Boleh jadi juga kejahatan-kejahatan itu tidak lebih baik dari “menjadi gay dan lesbian”.

Bukankah tak percaya Allah SWT berarti kafir? Apakah kekufuran terhadap keberadaan Allah ‘Azza wa Jalla lebih mulia daripada korupsi, memperkosa, menjadi rentenir dan lain-lain?

Setahu saya, Allah mengampunkan semua dosa kepada-Nya kecuali kekufuran dan kesyirikan. Pak Ade Armando bisa saja mengatakan bahwa bahasa yang beliau gunakan di status FB-nya itu adalah bentuk sarkastik atau satire. Namun, ada anjuran agar untuk urusan Tauhid, janganlah disarkastikkan atau disatirekan.

Saya paham bahwa Pak Ade membuat status FB seperti itu karena saking geramnya beliau terhadap kejahatan-kejahatan yang merugikan rakyat. Yang merugikan orang lain. Sedangkan menjadi gay atau lesbian, bagi Pak Ade, tidak merugikan orang lain.

[irp posts="7014" name="Facebook Indonesia Memihak LGBT, Tak Peduli Moral Bangsa Hancur"]

Tapi, tunggu dulu. Bukankah gerakan ekspansi homoseksual di kalangan masyarakat adalah perbuatan yang merugikan orang lain juga? Merugikan rakyat juga?

Dan, bukankah menjadi tak percaya Tuhan juga berdampak ke orang lain? Misalnya, anak Pak Ade yang tak percaya Tuhan tentu tidak percaya pada nilai-nilai Pancasila. Tak percaya pada moral Pancasila, dlsb.

Kemudian tak percaya halal-haram karena ini semua perintah Allah. Tak percaya pada pernikahan karena ini syariat Tuhan. Kalau anak Pak Ade yang tak percaya pada Allah mengembangluaskan keyakinannya kepada orang lain, apakah nanti tidak merugikan keseluruhan tertib hukum dan tertib sosial yang ada?

Terakhir. Pak Ade Armando yang saya hormati. Janganlah sepelekan dampak menjadi gay atau lesbian. Kalau Bapak tak percaya, silakan sekarang Bapak coba praktik homoseksual itu.

***