Sebelum resmi pensiun, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (GN) melakukan mutasi perwira tinggi dengan surat Nomor Kep/982/XII/2017 tanggal 4 Desember 2017. Sekitar dua pekan kemudian, 20 Desember, panglima yang baru, Marsekal Hadi Tjahjanto, membatalkan mutasi sejumlah personel. Antara lain adalah Panglima Kostrad, Letjen Edy Rahmayadi.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa Panglima Hadi Tjahjanto melakukan pembatalan mutasi? Adakah unsur politik?
Pastilah ada motif politik di balik pembatalan itu. Menurut mantan perwira tinggi, Letjen (Pur) Syarwan Hamid, langkah mutasi yang dilakukan seorang panglima TNI tidak dilakukan seenak hati saja. Langkah itu melibatkan banyak stakeholder di lingkungan TNI dari semua angkatan.
[irp posts="6323" name="Soal Mutasi, Hadi Tak Mungkin Jalan Sendiri, Ada Restu Panglima Tertinggi"]
Jadi, sulit untuk mengatakan bahwa Marsekal Hadi tiba-tiba saja muncul dengan tindakan “aneh” kalau itu dilakukannya tanpa ada “permitaan” dari level kekuasaan yang tinggi. Beliau pastilah mendapatkan “jaminan keamanan” dari seseorang yang sangat besar otoritasnya di level tinggi. Sehingga, secara psikoligis Marsekal telah dibekali “alibi” yang sangat kuat.
Sekarang, di titik-titik mana saja kemungkinan pembatalan itu paling kental bernuansa politis?
Salah satu yang paling mencolok adalah pembatalan penggantian Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi (ER). Dia diperintahkan untuk tetap berada di posisi Pangkostrad.
Di sini, agak sulit membantah tudingan orang bahwa pembatalan itu “politically motivated”. Bermotifkan politik. Bakal kerepotan untuk mengatakan bahwa pembatalan mutasi Letjen Edy semata-mata karena “keperluan urgen” TNI.
Lantas, mengapa repot menjelaskan bahwa pembalatalan mutasi ER tidak bermotif politik? Sebab Jenderal ER sudah sangat jauh terlibat dalam proses pencalonan dirinya di pilkada gubernur Sumatera Utara. Dan, untuk saat ini, ER adalah salah satu nama yang sangat kuat posisinya dibanding nama-nama lain termasuk petahana sendiri, Tengku Erry Nuradi.
Lalu, apa pentingnya bagi “level tinggi” untuk menghentikan ER dalam proses pilkada Sumut? Karena ER diusung oleh Gerindra (cq Prabowo Subianto) dan partai-partai lain yang berbseberangan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
[irp posts="6310" name="Anulir Mutasi, Sungguh Bernyali Panglima TNI Baru Yang Satu Ini!"]
Terus, apakah begitu besar dampak politiknya bagi Jokowi jika ER terpilih menjadi gubernur Sumut? Jawabannya, dalam kontestasi Pilpres 2019 nanti, “there’s nothing too small to secure on your side”. Tidak ada istilah terlalu kecil untuk diamankan di kubu Anda. Sekalipun elektabilitas Pak Jokowi jauh di depan figur-figur lain, beliau dan timnya pastilah ingin mengamankan semua lini. Kalau bisa, mereka amankan seluruh provinsi dan kabupaten di Indonesia.
Faktor lainnya adalah, kalau ER menang di pilgub Sumut itu berarti basis pendukung Prabowo semakin luas. Kalau Sumut jatuh ke tangan Prabowo melalui ER, maka akan muncul dua perasaan: “rasa khawatir” dan “rasa yakin”. Ada pihak yang “cemas”, ada yang “tenang”.
Nah, apakah ada kemungkinan Pak Jokowi sendiri yang mengeluarkan perintah pembatalan mutasi periwira tinggi, termasuk Letjen ER?
Saya tidak yakin beliau sempat memikirkan hal-hal seperti itu. Tetapi, jelas sekali Pak Jokowi dan timnya tidak mungkin membiarkan orang yang bakal menjadi lawan di Pilpres 2019 melakukan perluasan basis politik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews