Sepanjang 2017, KPK Tangkap 4 Kader Golkar dan Bos Besar Partai

Senin, 18 Desember 2017 | 07:32 WIB
0
468
Sepanjang 2017, KPK Tangkap 4 Kader Golkar dan Bos Besar Partai

"Apa gunanya senjata canggih, kalau tentaranya tidak terlatih untuk menggunakannya? Apa gunanya senjata canggih, kalau pejabatnya masih korupsi?" -- Li Hongzhang.

Ungkapan di atas dikatakan oleh seorang Jendral pemerintah Tiongkok, Li Hongzhang, pada tahun 1861 sebagaimana negara tersebut saat itu memunculkan satu istilah "penguatan diri" setelah mengetahui kekuatan militer mereka begitu lemah. Saat itu, mereka akan menghadapi perang melawan Jepang setelah berhasil menumpas pemberontakan yang dikenal dengan pemberontakan Taiping Tianguo dipimpin Hong Xiuquan bersama dengan adik-adiknya dan berakhir pada tahun 1864.

Dengan ungkapan tersebut, Li saat itu hendak melakukan reformasi besar-besaran terhadap militer baik angkatan darat maupun laut. Hal itu ia lakukan setelah bercermin dari kekalahan mereka dalam perang saudara dengan kelompok Taiping. Secara persenjataan, saat itu Tiongkok mampu dikalahkan oleh pemberontak yang sudah memakai senjata moderen yang diimpor dari Eropa.

Tak sampai di situ, Li juga pada saat itu menginginkan adanya perubahan mendalam dari pendidikan dan perekrutan pegawai sipil (PNS). Sebab, kata dia, kelemahan pemerintahan saat itu bukan saja pada persenjataan, tapi dari sisi manusianya juga. Bahkan, dengan tegas Li mengatakan seorang PNS saat itu harus menguasai lebih dari sastra dan filsafat konfusianisme, tapi juga harus belajar dan menguasai bidang lainnya yakni Matematika, Fisika, dan Bahasa Asing.

Dengan niat baik itu, Li berpikir akan dengan mudah dapat mengubah keadaan dan Tiongkok saat itu akan berjaya kembali seperti 2000 tahun lalu. Namun, halangan demi halangan diterima militernya. Pasukannya kalah saat menghadapi Jepang. Bahkan, Jepang mampu merebut salah satu daerah yang dikuasai tentara Tiongkok, yakni daerah Weihaiwei.

Setelah diusut, kejadian tersebut bukan disengaja sebagaimana yang berhembus dalam forum rapat darurat pemerintahan Tiongkok bahwa ada sabotase dari pihaknya sendiri yang menjadi mata-mata Jepang. Namun, hal itu terjadi lantaran terjadi korupsi besar dalam pengadaan senjata tentara, hingga membuat tentara mereka babak belur dihajar musuh. Tiongkok saat itu harus menerima kekalahan telak melawan Jepang yang ditandai dengan Perjanjian Shimonoseki pada 17 April 1897.

[irp posts="6088" name="Berapa Lama Waktu Yang Dibutuhkan untuk Sembuhkan Golkar?"]

Lebih jauh, gerakan reformasi yang dibayangkan Li juga hancur lantaran kuatnya budaya korupsi dalam birokrasi Dinasti Qing. Para pejabat dengan leluasa dapat mengambil uang negara. Mereka juga diangkat menjadi seorang pejabat bukan didasari kecakapan dan skill yang mumpuni namun karena kolusi dan nepotisme. Anehnya, itu dilakukan langsung oleh Ibu Suri Cixi, yang tak lain adalah ibu dari Kaisar Tongzhi, yang berhasil berkuasa selama 47 tahun.

Begitulah kisah singkat runtuhnya Dinasti Qing. Korupsi menyebabkan banyak lini hancur dan mempertaruhkan integritas sebuah bangsa. Anehnya, kejadian tersebut acapkali dilakukan oleh pihak-pihak yang berdekatan dengan pemerintahan yang seharusnya memberantas praktik tersebut.

Bagaimana pun, korupsi tak bisa dibiarkan merajalela. Korupsi akan merusak sendi kehidupan bernegara dan membuat pelakunya hina di hadapan masyarakat. Sebut saja seperti kasus korupsi dalam tubuh Golkar. Dalam beberapa waktu, partai itu merosot begitu cepat. Elektabilitas Golkar sebagai partai tua di Indonesia mampu disalip oleh Gerindra yang baru baru berumur 10 tahun pada 16 Februari 2019 mendatang.

Sepanjang tahun ini (2017), PepNews.com mendapatkan data mengejutkan tentang penetapan kader Partai Golkar yang tersangkut kasus Korupsi. Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima tersangka kasus korupsi mulai dari Walikota, Bupati, Gubernur, dan Ketua DPR. Berikut lima kader Golkar tersebut:

1. Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti 

[caption id="attachment_6176" align="alignright" width="489"] Ridwan Mukti (Foto: Tengokberita.com)[/caption]

Dia adalah mantan mantan Gubernur Bengkulu. Ridwan menjadi tersangka dalam kasus suap Rp 1 miliar pada dua proyek pembangunan jalan di Provinsi tersebut.

KPK berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ridwan pada Rabu 21 Juni 2017 dan ditetapkan sebagai tersangka sehari setelahnya yakni pada Kamis, 22 Juni 2017.

Dalam Golkar, Ridwan adalah salah satu fungsionaris DPP Partai Golkar. Selain itu, ia juga mantan Bupati Musi Rawas, Sumatera Selatan dan menjabat dua periode sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Jika tak ada OTT, saat ini Ridwan masih menjabat sebagai Gubernur Bengkulu masa Bakti 2016-2021.

2. Walikota Tegal, Siti Masitha Soeparno 

[caption id="attachment_6172" align="alignleft" width="426"]

Siti Masitha (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Tak berbeda dengan Ridwan, Walikota Tegal, Siti Masitha Soeparno, atau akrab disapa Bunda Sitha juga tertangkap operasi OTT KPK. Ia terjaring oleh penyidik di rumah Dinas Walikota, Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal, Jawa Tengah.

Sitha diduga telah merugikan negara sebesar Rp 5,3 miliar dari tiga kasus korupsi yakni kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Tegal, Jawa Tengah, suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal Tahun Anggaran 2017.

Selain Sitha, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya dalam kasus tersebut yakni Amir Mirza Hutagalung (AMH), Ketua DPD Partai Nasdem Kota Brebes dan Cahyo Supardi (CHY), Wakil Direktur RSUD Kardinah Tegal pada Selasa, 29 Agustus 2017 malam. Sitha sendiri adalah kader dari Partai Golkar.

3. Walikota Cilegon, Tubagus Iman Ariyadi 

[caption id="attachment_6173" align="alignright" width="436"]

Tubagus Iman Aryandi (Foto: Swa.co.id)[/caption]

Sebulan setelah penangkapan Walikota Tegal, Siti Masitha Soeparno, KPK kembali menetapkan enam orang tersangka dalam operasi OTT pada kasus dugaan suap perizinan di Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon untuk pembuatan mal Transmart.

Dari enam orang yang terjaring OTT, terdapat salah satu tersangka dari Partai Golkar yakni Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat 22 September 2017.

Ketua DPD Partai Golkar Kota Cilegon itu sebelumnya pernah menjadi anggota DPR periode 2009-2014 dari daerah pemilihan Banten. Dia diduga telah merugikan negara hingga Rp 1,5 miliar atas pembangunan Transmart di Kota Cilegon.

4. Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari

[caption id="attachment_6174" align="alignleft" width="464"]

Rita Widyasari (Foto: Merdeka.com)[/caption]

Rasanya tak ada habis-habisnya kader Gokar terjerat kasus korupsi. Belum sempat ingatan kita lupa dengan penangkapan KPK terhadap Walikota Cilegon, sejumlah media kembali memberitakan penetapan tersangka terhadap Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari yang diduga menerima dana gratifikasi yang merugikan negara hingga 775 ribu dollar AS atau setara Rp 6,97 miliar.

Rita ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa 26 September 2017. Selain Rita, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka yakni Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin, dan Hari Susanto Gun, selaku Direktur Utama PT SGP (Sawit Golden Prima).

5. Ketua Umum Golkar Setya Novanto

[caption id="attachment_6175" align="alignright" width="465"]

Setya Novanto (Foto: Viva.co.id)[/caption]

Terakhir, yang paling banyak menyedot perhatian masyarakat adalah penangkapan terhadap Ketua DPR Setya Novanto yang juga Ketua Umum Partai Golkar. Penahanan terhadap Novanto dimulai sejak Jumat 17 November 2017 hingga 6 Desember 2017, dibuktikan dengan dikeluarkannya surat perintah penahanan oleh komisi antirasuah tersebut.

Diketahui, Setya Novanto merupakan politisi partai Golkar yang namanya heboh dalam beberapa tahun terakhir ini terkait berbagai kasus korupsi yang menimpa ayah dari Dwina Michaella tersebut.

[irp posts="4559" name="Kata Akbar Tandjung, Kiamat Sudah Dekat di Partai Golkar Jika...."]

Paling terbaru, ia ditetapkan oleh KPK dalam daftar pencarian orang (DPO) lantaran menghilang saat KPK melakukan jemput paksa terhadap dirinya. Dia didakwa oleh hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah melakukan penyalahgunaan kewenangan atas jabatan yang diembannya untuk memperkaya orang dan korporasi dalam kasus megaproyek KTP Elektronik yanh merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.

Dengan kejadian tersebut, kemana Golkar akan lari jika tidak serius membenahi Partai yang didirikan Soeharto itu? Memalukan saja!!!

***