Andai Keangkuhan Itu Sedikit Saja Menjadi Keadilan

Kamis, 14 Desember 2017 | 11:25 WIB
0
421
Andai Keangkuhan Itu Sedikit Saja Menjadi Keadilan

Jakarta banjir, ya sejak lama potensi itu selalu menimpa Jakarta. Hanya setelah Jokowi dan Ahok mengurus Jakarta ada perbedaan yang nyata dari kondisi sebelumnya, walau belum menyelesaikan semuanya namun progresnya dirasakan warga.

Tidak ada yang terlalu istimewa Ahok bercengkrama dengan air Jakarta. Dia hanya mengenal sifat air yang suka kepada tempat yang rendah dan protes kalau ada yang menghalanginya mengalir, akibat dari protes air yang ditimbulkan adalah ketidaklancaran yang mengakumulasi menjadi banjir. Simpel kata Pak JK untuk ngurus banjir. Iya simpel, kalau saja mau bekerja bukan cuma bicara, air tidak mengenal baliho gubernur yang memantau, air mengharap pasukan oranye menyapa mereka.

[irp posts="5696" name="Banjir dan Kritik Konstruktif"]

Anies-Sandi ini tipikal orang yang banyak bicara tak bisa bekerja, gengsinya seluas dunia dan angkuhnya mengalahkan nalarnya, dari sejak kampanye sudah bisa dibaca, idenya provokatif tapi sulit dieksekusi. DP 0%, tidak menggusur, toleran kepada pedagang kaki 5, dan seterusnya, yang penting jangan meneruskan bekas kerjaannya Ahok. Ibarat melihat barang mereka tidak mau ada gambar Ahok, "najis aku" istilah Tessie.

Namun masalahnya bukan bungkus gambar Ahok, tapi isi yang ditinggalkan Ahok, esensi sebuah kebaikan dan kebenaran dalam mengerjakan itu yang diwariskan Ahok, itu pula yang tidak dimengerti dua bad boy yang pakai sempak saja mereka selalu lupa di mana tempatnya, dan tidak bisa membedakan antara pembalut wanita dan kebab India, semua mau dimakan walau beda rasa.

Keadilan, ya, selalu kita lupa bahwa keadilan selalu harus ada pada setiap kita bicara, dan menilai siapa saja, namun kadang kita lupa, bahkan dalam kejengkelan kita kepada Aniespun kita selalu lupa bahwa tidak semua banjir di Jakarta adalah bukan salah mereka. Yang mereka lupa bahwa tindakannya menghindari apa yang sudah dilakukan Ahok menjadi malapetaka, warga Jakarta yang menerima imbasnya.

[irp posts="5878" name="Mengapa Banjir di Jakarta, Juga Banjir di Indonesia?"]

Program membentuk pasukan oranye, hijau dan biru yang diwariskan Ahok dihabisi tanpa memikirkan akibatnya, dan konyolnya tanpa solusi pengganti. Contoh konyol kasus Tanah Abang yang macet karena pedagang kaki 5, malah jalan rayanya yang mau ditutup. Kalau menutup jalan ya itu namanya memakai pembalut. Kok tidak sekalian dipindah ke Monas yang lebih luas.

Ya, memang mereka harus sadar bahwa mereka penerus Ahok dengan keenceran otak dan rasa sosial yang begitu kental, sementara Anies dan Sandi kelakuannya saja yang bengal.

Bully-an orang begitu gencar, JKT58 tak bisa memberi alasan padahal mereka menjual harapan bahwa jaminan gubernur seiman akan lebih aman, yang ada sekarang mulai banjir merendam. Maaf kondisi ini tidak bisa selesai dalam satu dua hari karena air yang datang tidak pernah permisi duluan, sementara ruang penampungan menyempit sesempit pola pikir pelaku kebijakan.

RUMONGSO ISO, ORA ISO RUMONGSO. WARGAMU SENGSORO, AWAKMU GUR NURUTI WOWO, JEBULE CILOKO, CILOKO NIES...

Selamat datang banjir, Jakarta masih terus ramah buatmu!

***