Seandainya saya pun, punya anak seperti Kaesang, pasti minimal saya jewer, atau secara laki-laki akan saya jenggung jidatnya. Kenyataannya, saya pun punya anak seumuran dia. Tapi minimal mereka tidak menjadikannya beban. Beban itu bukan hanya berarti dia harus terjerat kesalahan atau pelanggaran hukum, tapi lebih karena sikap konyolnya.
Sikap yang mulanya hanya bermula dari sikap guyon, main-main, dan gaya sok akrab (baca: demokratis dalam keluarga). Sehingga, ia bisa sebebasnya, mengolah materi yang mulanya ejekan bagi bapaknya, menjadi lelucon yang bisa ditertawai bersama-sama. Sekali dua kali memang lucu, tapi setelah berkali-kali atau lebih buruk bila jadi sebuah rutinitas. Tentu akan menjadi "malapetaka" yang gak perlu dan menyebalkan.
[irp posts="4708" name="Sederhana Itu..."]
Itulah yang terjadi pada Kaesang Pengarep, anak ragil Jokowi. Ia rajin membuat vlog (bagi yang gak tahu itu video blog) mulanya mungkin ikut-ikutan bapaknya. Tapi pada akhirnya, karena segmennya remaja, jadinya tak lebih dari kaum alay segenerasinya yang lebih dulu eksis dan jatuh sebagai public enemy.
Sebut saja misalnya Awkarin, seorang vloger lebay yang rela menghabiskan masa mudanya menjadi simbol remaja salah jalan hanya karena memburu popularitas dan materi. Dan deretan ini bisa semakin panjang, namun intinya mereka ini golongan remaja yang pede-nya berlebih-lebihan. Sehingga sulit membedakan lagi mana lebay, mana alay.
Tentu tak satu pun orang tua sepenuhnya rela, bila anak-anaknya berada di lingkungan tersebut, kecuali bila mereka pada dasarnya punya karakter sama. Di sinilah mungkin, Kaesang mencoba menyaingi popularitas bapaknya dalam hal nge-vlog. Dan ia terpeleset!
Lepas bahwa yang melaporkan ia ke polisi adalah orang yang sama sekali tidak punya selera humor. Apalagi ia seorang yang terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus hate-speech, harusnya Kaesang menyadari bahwa ia adalah anak seorang presiden yang setiap ucapan, gerak-gerik diamnya saja diikuti media, apalagi ia ini termasuk anak yang dalam bahasa Jawa disebut "kakehan polah", terlalu banyak tingkah dan sok tahu.
Harusnya ia tahu, bahwa musuh bapaknya sudah terlalu banyak, bahkan punya kecenderungan bertambah banyak setiap hari.
Sebaik apapun Jokowi bekerja dan berusaha, di era orang berhati busuk bebas bicara seperti ini, ia akan selalu mengundang maki dan caci. Suatu situasi hilangnya rasa berterimakasih dan saling menghargai, di mana revolusi mental itu akhirnya jauh panggang daripada api. Bukankah mental yang baik dan rendah hati mustinya mulai ditumbuhkan dalam keluarga!?
Saya tahu Kaesang dan Jokowi adalah simbol relasi orangtua-anak masa kini, demokratis, setara. dan egaliter. Tapi jangan lupa kalian berdua orang Timur, apalagi Jawa, wa bil khusus orang Sala yang katanya The Heart of Java.
Ingat Orde Baru bisa tumbang karena "anak polah, bapak kepradah"! Intinya gak sepadan pada akhirnya.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews