Tahun 1999, di awal reformasi masih asyik-asyiknya dan sosial media belum ada, saya menyusun buku berjudul Skandal Bank Bali (Tarawang Press, 1999). Ini sejenis buku invetigatif politik tentang skandal terbesar di awal kejatuhan Orde Baru. Pada saat itu, saya hampir yakin bahwa skandal ini bisa menjatuhkan pemerintahan Habibie yang baru seumur jagung itu.
Untuk ukuran saat itu, skandal ini termasuk "menjijikkan", karena merugikan keuangan negara nyaris 1 T. Gede sekali untuk masa tersebut, dan yang lebih absurd bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi. Pasalnya menyangkut pembelian piutang Bank Bali yang mandeg di tiga bank, salah satunya BDNI.
Padahal posisinya saat itu Bank Bali adalah bank yang sangat sehat, bagaimana mungkin dibeli oleh BDNI yang "sekarat". Ini adalah pat gulipat cara mencari duit buat Partai Golkar yang tiba-tiba sekarat tanpa kuasa Orde Baru.
[caption id="attachment_4389" align="alignright" width="463"] Olly Dondokambey dan Ganjar Pranowo (Foto: Harokah.com)[/caption]
Nah, kemudian ketika skandal terkuak, beban utang sebesar itu dibebankan pada Bank Bali yang akhirnya jadi malah sakit, dan akhirnya menjadi pasien BPPN (yang belakangan terbukti juga sebagai sarang maling!). Siapa aktor di belakangnya: Setya Novanto (SN)!
Dan dia bebas, bahkan disentuh hukum pun tidak!
Setelahnya, saya pikir tidak ada seorang politikus Indonesia yang "curriculum vitae permalingannya", selengkap SN. Sejak itu rasanya, tak ada kasus besar yang tidak mengkaitkan dengan dirinya. Ia tidak sekedar terlibat dalam kasus koruptif seperti Hambalang atau PON Riau yang heboh itu. Bahkan ia sebenarnya, ia terlibat dalam kriminal hitam seperti penyelundupoan beras dari Vietnam (2003) atau limbah beracun ke Batam (2006).
Hari gini jadi penyelundup, halooo! Tapi publik nyaris tidak peduli, karier politiknya melenggang mulus sejak tahun 1999 hingga 2006 sebagai anggota Parlemen. Bahkan ia bisa menduduki Ketua Fraksi Golkar di DPR, sebelum akhirnya malah "memberi musibah" Indonesia sebagai Ketua DPR-nya.
Sempat lengser beberapa saat, karena skandal "Papa Minta Saham", ia dengan muka badak kembali menjadi Ketua DPR setelah sebelumnya minta maaf. Sebelum resmi ditetapkan sebagai tersangka, ia sempat-sempatnya memobilisasi para politikus itu melakukan Hak Angket kepada KPK.
Ia bukan saja menabrak kaidah ketatanegaraan negaranya sendiri, tetapi menjadi racun bagi anggota Parlemen lainnya yang sebenarnya gak ngerti dan sadar-sadar amat dengan apa yang sedang dilakukannya. Dalam skandal mega koruspsi KTP-El, sebenarnya terlalu jelas ialah think-tank kasus ini. Bagiamana ia mendaku bahwa proyek ini adalah milik Golkar. Dan anggota partai lainnya sekedar sebagai "kecipratan rezeki".
Karena itulah, banyak anggota partai lain merasa "tak bersalah", typical reaksi politisi busuk di masa milinelal ini! SN adalah profil yang tepat untuk sebuah partai lungsuran Orde Baru, yang konon tidak bisa hidup tanpa berdekatan dengan pemerintah. Partai sejenis ini tidak akan pernah bisa mereformasi dirinya, dan hanya dengan dibubarkan sejarahnya akan tamat.
Sayangnya Indonesia sudah berubah menjadi ultra-demokratis dan penjunjung HAM tertinggi, melebihi negara Barat sebagai juru pikir dan mantri kelahirannya. Di negara ini "ulat bulu yang bikin gatal terinjak" saja bisa dianggap sebagai pelecehan. Menjitak dan mengejek tikus got saja bisa dianggap perbuatan tidak menyenangkan. Hukum rimba HAM dan Demokrasi!Bagi saya, penantian nyaris 18 tahun melihat SN bisa ditangkap semacam hadiah ulang tahun yang tak terduga di usia tepat 50 tahun. Menyenangkan, tapi justru membuat saya berharap lebih. Semestinya KPK tidak sekedar berhenti sebagai "memproyekkan SN", sebagaimana banyak dituduhkan kalangan Parlemen.
Secara pribadi saya ngarep, harusnya inilah saat KPK benar-benar menjadikan SN sebagai "justice colloborator": menyeret teman-temannya. Pun bila itu Ganjar Pranowo (yang dekat dengan Presiden, si penjaga tambang suara PDI-P, dan sebenarnya nyaris tanpa prestasi di Jawa Tengah), pun seandainya itu Olly Dondokambey yang sekarang jadi "jeger", penjaga tambang emas terbesar di Minahasa. Siapa pun itu!
Jangan salah dua orang inilah sebenarnya yang paling dilindungi oleh Hak Angket itu!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews