Soekarwo Masih Merasa Jadi “King Maker” di Pilkada Jatim 2018

Jumat, 17 November 2017 | 17:17 WIB
0
484
Soekarwo Masih Merasa Jadi “King Maker” di Pilkada Jatim 2018

Setelah Bupati Trenggalek Emil Elstianto Dardak dan Bupati Ponorogo Ipong Muchlissono sempat didorong sebagai bakal calon wakil gubernur Jawa Timur 2018 untuk Khofifah Indar Parawansa, Soekarwo kembali menawarkan dua nama bakal calon wakil gubernur mantan bupati.

Tampaknya, Gubernur Soekarwo yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Pusat/DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) ini masih merasa jadi “king maker” dalam menentukan siapa pemenang Pilgub Jatim 2018.

Terakhir, kabarnya, Karwo menyodorkan nama Heru Tjahjono, Bupati Tulungagung dua periode (2003-2008 dan 2008-2013), kini Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Jatim. Padahal, Heru Tjahjono sedang menghadapi persoalan hukum.

Berdasarkan SPDP bernomor B/121/VII/2017/Satreskrim Polres Tanjung Perak, Surabaya, ia ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga menyewakan lahan milik orang lain ke puluhan warga di kawasan Jalan Tambak Asri senilai Rp 6 juta/bulan.

“SPDP atas nama Heru Tjahjono kami terima Kamis, 20 Juli 2017 lalu,” tutur Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Tanjung Perak Lingga Nuarie SH, seperti dilansir media online. Ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan tersangka lain.

Yakni tersangka Suharto alias Pak Dos, Jaminudin Faqih dkk yang saat ini perkaranya sudah di P21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak. Saat masih menjabat sebagai Bupati Tulungagung selama 2 periode (2003- 2013) juga terjerat hukum.

[caption id="attachment_4151" align="alignleft" width="511"] Heru Tjahjono Foto: Tribun Jatim)[/caption]

Ketika periode kedua menjabat, Tulungagung mendapat kucuran dana stimulus infrastruktur daerah dari Pemerintah Pusat untuk Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp 20,4 miliar, TA 2010 Rp 20,8 miliar, jadi total dalam dua TA mencapai Rp 41,2 miliar.

Seharusnya Heru Tjahjono bertanggung jawab atas penggunaan Dana Stimulus Infrastruktur Daerah, karena pada saat itu dia menjabat Bupati Tulungagung. Akibat korupsi dana stimulus infrastruktut daerah ini sudah ada 13 orang yang masuk penjara.

Yaitu Ir. Agus Wahyudi yang saat itu menjabat Kepala Dinas PU Binamarga dan Cipta Karya Kabupaten Tulungagung beserta 4 orang pejabat di bawahnya saat ini juga sudah mendekam di penjara. Tapi, Heru Tjahjono ketika itu tak tersentuh hukum.

Modus yang dilakukan adalah mereka hanya melelang 30 persen dari keseluruhan dana stimulus infrastruktur daerah yang diterima Kabupaten Tulungagung, sedangkan 70persen dana itu sama sekali tak digunakan dan masuk ke rekening beberapa terpidana.

Dari rekening terpidana itu, disinyalir juga masuk ke kantong pribadi Heru Tjahjono beserta kroninya. Terkait laporan pertanggungjawaban dalam keuangan direkayasa sedemikian rupa dengan melaporkan banyak paket pekerjaan yang telah dikerjakan pada TA 2007 dan 2008.

Nilai kerugian negara atas korupsi ini sekitar Rp 28,84 miliar. Namun, Polda Jatim sepertinya “tidak mampu” menjerat Heru Tjahjono yang sebelum menjabat Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jatim ini menjadi Staf Ahli Gubernur Soekarwo.

Nama mantan bupati lainnya yang sudah pernah disodorkan Soekarwo sebagai Ketua DPD Partai Demokrat adalah dr. Harsono, mantan Bupati Ngawi dua periode yang kini menjadi Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr. Soetomo.

Harsono pernah menjabat sebagai Bupati Ngawi dua periode (1999-2010), Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, Direktur Utama RSUD dr Seotomo, hingga masa purna tugasnya sebagai seorang aparatur sipil negara diangkat sebagai Kepala BLUD RSUD dr. Soetomo.

Sebelumnya, Karwo menyodorkan enam nama cawagub untuk melengkapi 6 nama pendaftar calon gubernur Jatim. Keenam nama cawagub tersebut tidak melalui proses pendaftaran di DPD Partai Demokrat Jatim.

[irp posts="3810" name="Mengapa Soekarwo Ngotot Ajukan Emil Dardak dan Ipong Muchlissoni?"]

Setelah itu, majelis tinggi Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat akan membahas 12 nama yang masuk sebelum memberikan rekomendasi kepada pasangan. “Tugas kami di daerah sudah selesai sampai di sini, proses selanjutnya lebih banyak diurus DPP,” ujar Karwo.

Selain nama Emil Dardak, ada lima orang lain yang diajukan, yakni Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jatim Maskur, Renville Antonio, Heru Tjahjono, Harsono, dan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rahman. Selama dua tahap pembukaan pendaftaran, ada 6 orang yang mendaftar sebagai cagub Jatim melalui Partai Demokrat pada Pilkada Jatim 2018.

Mereka adalah La Nyalla Matalitti (Ketua Kadin Jatim), Nurwiyatno (Kepala Inspektorat Jatim), Kombes Syafiin (Perwira Mabes Polri), Saifullah Yusuf (Wagub Jatim), Nurhayati Assegaf (Wakil Ketua DPP Partai Demokrat), serta Khofifah Indar Parawansah (Menteri Sosial).

Belakangan La Nyalla mengundurkan diri dari pendaftaran karena Partai Demokrat membuka pendaftaran tahap II secara sepihak tanpa pemberitahuan resmi kepada semua calon yang sudah mendaftar di tahap I.

Jebakan Betmen

Menariknya, meski Khofifah dalam berbagai kesempatan menyebut tinggal dua nama saja yang  direkomendasi oleh “Tim 17 Kiai”, Karwo masih saja berupaya menyodorkan nama Heru Tjahjono dan Harsono untuk diajukan. Mengapa?

Inilah yang hingga kini tetap dipertanyakan. Seperti halnya Heru Tjahjono, rekam jejak dari media online mencatat adanya “persoalan” hukum yang hingga kini belum pernah diproses. Ia pernah dituduh tilep uang penghasilan Kepala Desa di Ngawi.

Saat menjabat Bupati Ngawi, Harsono dilaporkan ke Polwil Madiun oleh puluhan perangkat desa yang tergabung dalam Parade Rakyat Desa Ngawi (PRDN). Mereka menganggap bupati telah ingkar janji karena tidak juga mencairkan penghasilan tetap perangkat hingga akhir Desember 2008 lalu.

[irp posts="3445" name="Soekarwo “Tersandera” Perjanjian Lirboyo dengan Gus Ipul?"]

Salah satu perangkat desa, Supardi menjelaskan berdasarkan Peraturan Bupati No 77 tahun 2008 tentang penjabaran perubahan APBD Kabupaten Ngawi junto Perda No 14 tahun 2008 tentang perubahan APBD bahwa total penghasilan tetap kades dan perangkat desa se-Ngawi yakni senilai Rp 17,4 M.

“Kita kesal mengapa penghasilan tetap kita belum dicairkan padahal janjinya sebelum tahun 2009, terpaksa kita nekat melaporkan ke Polwil dengan dugaan korupsi RP 17,4 M,” jelas Supardi saat berada di Polwil Madiun Jalan Kompol Sunaryo, kutip Detiksurabaya.com.

Supardi menambahkan, bahwa bupati tidak mencairkan dalam bentuk penghasilan tetap, tapi dicairkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang tidak disetujui oleh perangkat desa. Sebab hal itu melanggar Perbup ataupun Perda yang dibuat.

Dalam laporannya, sekitar 30 perangkat desa diterima oleh Kasubag Reskrim Polwil Madiun Kompol Rony Kimbal. Polisi pun meninjau laporan mereka dan jika memenuhi unsur tindak pidana korupsi akan segera memanggil Bupati Ngawi.

Namun, seperti halnya Heru Tjahjono, hingga kini kasusnya tidak berlanjut. Harsono justru mendapat promosi jabatan dari Gubernur Soekarwo menjadi Kepala Dinas Kesehatan hingga kini menjadi Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr. Soetomo.

Mengapa Karwo menyodorkan dua nama “bermasalah” tersebut untuk dipasangkan dengan Khofifah? Bukan tidak mungkin, jika diantara keduanya “terpilih” justru akan merepotkan Khofifah sendiri, karena bisa menurunkan “nilai jualnya”.

***