Di majalah online Tirto.id edisi terbaru, Eep Syaefulloh Fatah (ESF) diwawancarai secara khusus tentang peran sentralnya sebagai think-tank pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta lalu. Banyak informasi menarik yang, minimal saya jadi mengerti duduk masalahnya. Kembali percaya itu masalah lain!
Pertama, terkait isu yang paling sarkastik. Ia mengaku bahwa sama sekali menolak dan tidak mengakui isu mengkapitalisasikan sentimen SARA (suku, agama, ras, antargolongan). Termasuk dalam konteks ini ia menolak menggunakan isu penolakan menshalatkan pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di masjid. Bahkan, Eep berkali-kali menyatakan bahwa isu itu justru merugikan pihak Anies-Sandi.
Pun demikian isu penggalangan massa melalui forum dakwah di masjid. Ia mengakui wawancara yang banyak beredar di media itu, berasal dari diskusi yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Ia menangkis banyak tuduhan yang seolah semua adalah hasil kerja "negatif" tim Polmark yang dipimpinnya.
Dalam kaitannya, ia bersedia "konon" untuk menjadi Tim Pemenangan dan bukan sekedar Tim Pendampingan (ternyata ini beda jauh, minimal menurut beliau). Ia menyatakan bahwa ia sejak lama telah yakin bahwa Anies-Sandi pasti menang. Dasarnya apa?
Walau tingkat kepuasan terhadap Ahok nyaris 70 persen, tetapi berdasar survei yang dilakukannya yang real mau milih Ahok hanya di angka 40 persen. Hal ini katanya karena watak Ahok yang kasar dengan gaya komunikasi yang buruk, tidak ada kaitannya sama sekali dengan dia Cina atau Kristen. Eep beranggapan, pun jika seandainya tidak terjadi kasus Al Maidah 51, Ahok tetap akan bisa dikalahkan.
Statement ini sebenarnya sangat lemah, bagaimana mungkin ada aksi dan reaksi yang sedemikian dahsyat angka tetap mangkruk di 40-an persen. Ia juga menyangkal punya hubungan dengan berbagai demo yang digerakkan oleh Front Pembela Islan (FPI) dan GNPF-MUI.
Secara tidak langsung, Eep mengakui bahwa Anies-Sandi menerima limpahan berkah dari gerakan yang sebenarnya dipromotori oleh satu tim yang sebelah lagi itu. Makanya dalam banyak debat, ia menyarankan Anies-Sandi tidak secara frontal menyerang kelompok tim nanggung tapi banyak duitnya itu. Ia membiarkan Ahok-Djarot fokus menghadapi tim anaknya mantan Presiden ke-6 RI yang terbukti gagal total itu.
Intinya adalah, kalau kita membaca wawancara itu, Eep dan pasangan yang didukungnya adalah innocent, tidak punya salah, dan pantas menang. Artinya, apa yang terjadi pada Ahok melulu "kebodohannya" sendiri!
Ahok pantas menerima semua hal yang diakibatkan kecerobohannya. Menarik untuk saya catat, bagaimana ESF mengibaratkan di Indonesia: sensitivitas agama adalah satu-satunya bendungan yang tidak boleh dibobol. Sekali ia jebol, tak akan ada satupun yang bisa menolongnya. Tentu saja, bila hal ini dibaca oleh awam, setelah ini semuanya akan baik-baik saja. Sekali lagi, benarkah demikian?
Sebagai teman yang pernah tumbuh bersama, saya harus bilang ia sudah benar menamakan lembaganya Polmark. Political Marketing memang harus begitu kerjanya, setelah semua kerusakan pertama yang harus dilakukan adalah cuci tangan bersih-bersih.
Ini satu paket, setelah konfrontasi maka akan dilakukan rekonsiliasi. Seolah kerusakan itu sedemikian mudah diperbaiki. Hal ini sebagaimana sudah benar terjadi belakangan ini.
Kelompok-kelompok yang esok jadi beban, satu persatu bertumbangan dan dibiarkan menerima tulahnya sendiri-sendiri. FPI dengan Rizieq Shihab-nya, Buni Yani dengan celometan-nya, Ahmad Dhani dengan mimpi noraknya, dan terakhir Marco seorang aktivis yang akhirnya jatuh tak lebih sebagai seorang sinistik.
Sekali lagi saya hanya membaca, tanpa keinginan menganalisa! Apalagi adu debat.
Saya hanya pengen tertawa, apa ya kita harus saling beradu data?
Ini ironisnya: sebagai seorang Ahokers, saya sejujurnya sudah malas betul untuk mengungkap apa yang terjadi sesungguhnya. Apa yang diungkapkan ESF bagi saya hanya meneguhkan kredo Pilkada yang umum terjadi sejak lama di Amerika Latin, Brazil khususnya.
Bagi mereka Pilkada adalah sejenis bisnis hewan ternak, dan para pemilihnya adalah sekelompok makhluk yang selalu saja bersedia digiring kesana-kemari. Tanpa mengerti untuk apa semua itu!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews