Tak Disangka, Yusril Yang Biasanya Nyinyir Ajak Umat Islam Maafkan Ahok

Rabu, 2 November 2016 | 17:55 WIB
0
527
Tak Disangka, Yusril Yang Biasanya Nyinyir Ajak Umat Islam Maafkan Ahok

Sebelum penetapan tiga pasang calon gubernur DKI Jakarta, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra adalah sosok yang gigih dalam mengupayakan dirinya untuk menjadi salah satu kandidat gubernur. Tujuannya untuk "head to head" melawan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang akan kembali berlaga. Namun dalam perjalanannya, Yusril tersingkir karena tidak adanya partai politik yang bersedia mengusungnya.

Karena partai yang diketuainya tidak memiliki kursi semata wayang pun di DPRD DKI Jakarta dan persyaratan partai atau gabungan partai minimal memiliki 22 kursi untuk dapat mencalonkan kandidat gubernur dan wakilnya, Yusril mencoba melamar ke PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat.

Namun publik tahu, tak satupun dari ketiga partai atau gabungan partai yang bersedia mengusungnya sebagai kandidat, padahal kehadiran Yusril disebut-sebut telah berhasil menurunkan elektabilitas Ahok yang saat itu melejit sendirian.

Untuk sementara orang lupa sosok Yusril yang terempas dari pusaran Pilkada DKI Jakarta wa bil khusus dengan telah terpilihnya tiga pasangan calon gubernur/wakil gubernur DKI Jakarta, yakni pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Nama Yusril semakin terlupakan sejalan dengan ingar-bingar rencana demo besar pada Jumat 4 November 2016 lusa.

[irp]

Namun karena akan adanya demo besar yang menuntut Ahok diadili atas tudingan menghina kitab suci itulah justru Yusril muncul kembali. Ia muncul dengan siaran pers yang diembargo ke berbagai media. Yang lebih mengagetkan lagi, Yusril mengajak umat Islam memaafkan Ahok yang biasanya ia nyinyirin. Menurutnya, umat Islam harus sepenuhnya percaya kepada proses hukum yang sudah dijalankan Polri dan tidak perlu berunjuk rasa.

"Umat Islam akan membukakan pintu maaf. Jika yang bersangkutan sudah meminta maaf dengan tulus, kita umat Islam juga baik kalau memaafkan. Percayakan kasus hukumya kepada polisi," kata Yusril dalam siaran pers yang diterima media massa di Jakarta, Selasa 2 November 2016.

Sebagaimana dikutip Beritasatu.com, apabila manusia bertobat atau mohon maaf, maka Tuhan pun akan memaafkan. Mantan Menteri Sekretaris Negara itu menuturkan, dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Ahok harus dihentikan dengan proses hukum. "Apalagi yang mau didemo, jika semua keinginan dan tuntutan telah dipenuhi?" ujarnya.

Menurut Yusril, sebagaimana tertulis dalam siaran persnya itu, Islam yang besar ini tidak akan goyah hanya karena nistaan yang dianggap telah dilakukan oleh seorang Ahok. Menurut Yusril pula, Ahok terlalu kecil untuk merendahkan kebesaran Islam. "Demonstrasi di tengah musim kampanye begini, memang rawan dimanfaatkan pihak lain yang mencari keuntungan," ujarnya.

Menanggapi sikap Ahok yang datang ke Bareskrim untuk diperiksa bukan karena dipanggil, Yusril menekankan, pemeriksaan Ahok jangan sampai dimanfaatkan untuk menguntungkan dua pasang calon pesaingnya dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta. Pilgub Jakarta harus tetap dilaksanakan secara jujur dan adil bagi semua kontestan.

"Polisi harus sangat bijak dan berhati-hati dalam pemeriksaan, karena Pak Ahok adalah satu kontestan dalam Pilgub DKI, supaya jangan sampai dimanfaatkan oleh dua kandidat yang lain untuk menjatuhkan Ahok," tulis Yusril.

"Kalau ada yang tidak suka dengan Ahok, kalahkan dia secara demokratis. Jangan gunakan isu SARA, karena kurang baik dalam demokrasi kita. Pendukung Ahok juga cukup banyak dan kita harus hormati hak-hak mereka untuk memenangkan kandidanya," katanya.

Dikatakan, polisi harus sigap menyidik laporan dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok sesuai hukum acara yang berlaku dengan selalu mengacu kepada praduga tidak bersalah. Pelapor memang harus dimintai keterangan lebih dulu, kemudian saksi-saksi yang dimintai keterangan menyusul pendapat ahli. Setelah itu, Polri baru meminta keterangan Ahok yang dilaporkan karena diduga melakukan penistaan.

Dalam penyelidikan ini polisi harus profesional dan tidak boleh terpengaruh oleh tekanan manapun, baik tekanan pendemo maupun tekanan penguasa. Oleh karena itu, dia berharap kasus itu berjalan saja pada koridor hukum yang berlaku secara mandiri.

Menurut Yusril, dari semua hasil pemeriksaan itu, penyidik baru dapat menyimpulkan apakah terdapat cukup bukti dan cukup alasan hukum untuk meningkatkan kasus Ahok ini ke tingkat penyidikan atau tidak. "Penyidik yang tahu, apakah cukup bukti atau tidak. Kerja penyidik independen dan dilindungi undang undang," ujar Yusril.

Ia menjelaskan, selama proses ini berlangsung, asas praduga tidak bersalah harus tetap dihormati. Kalau cukup bukti dan alasan hukum, kasus ini dapat dinaikkan ke tingkat penyidikan Tetapi, jika tidak cukup bukti, maka jangan dipaksakan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan dan polisi bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

"Jika pelapor keberatan dengan SP3, mereka dapat menggugatnya di sidang praperadilan. Itulah mekanisme hukum yang wajib dijalankan dengan jujur dan adil," ujar pakar hukum tata negara ini.

[irp]

Yusril sepakat bahwa demonstrasi menuntut sesuatu adalah hak setiap orang asalkan demontrasi itu dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum. Hanya saja, ujarnya, akumulasi kejengkelan itu dapat pula dimanfaatkan untuk beragam kepentingan politik sesaat yang berada di luar agenda kepentingan umat Islam.

"Marilah kita sama-sama menjaga demo ini agar tidak berubah menjadi kerusuhan dan tindak kekerasan yang pasti akan merugikan kepentingan bangsa kita seluruhnya. Saya mendukung siapa pun yang benar-benar ingin membangun dan memperbaiki ibukota kita ini. Jika saya mendukung Ahok dalam Pilgub DKI, pertimbangannya sangat matang demi keutuhan bangsa ini agar jangan terbelah-belah," pungkas Yusril.

Entah apa yang menggerakkan Yusril yang berubah haluan 180 derajat terkait relasinya dengan Ahok yang dahulu bagaikan minyak dan air itu. Kuat dugaan, nuranilah yang menggerakkan profesor hukum tata negara sekaliber Yusril untuk melihat lebih jernih persoalan dan tidak terperosok begitu saja pada euforia kelompok massa yang bersemangat menjatuhkan hukuman kepada seseorang.

Sudah barang tentu keputusan Yusril berbalik 180 derajat mendukung Ahok itu akan mengundang cibiran serta caci-maki dari orang atau sekelompok orang yang dahulu justru memuja-muji serta mengelu-elukannya sebagai hero, sosok yang berani melawan hegemoni popularitas dan elektabilitas Ahok yang seng ada lawan itu. Yusril tentu saja sudah menghitung konsekuensinya.

Tetapi, itulah hidup.... c'est la vie!

***

[irp]