Peristiwa politik yang ditunggu-tunggu awak media pagi dan sepanjang Rabu 2 November 2016 ini adalah konferensi pers Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY di kediamannya, Cikeas.
Ada banyak pertanyaan yang akan diajukan wartawan atas undangan terkait situasi politik mutahir menjelang berlangsungnya unjuk rasa “Anti Ahok” yang rencananya digelar 4 November usai salat Jumat di Istiqlal itu. Namun pertanyaan publik yang mendahului wartawan nanti sangat sederhana; mengapa SBY yang mengadakan konferensi pers? Apa kaitannya SBY dengan demo besar itu? Ada apa ini?
Peristiwa politik dari Cikeas akan menjadi magnet peristiwa hari ini yang bakal menyedot perhatian publik dan hasilnya akan ditunggu bersama. Sudah pasti beberapa stasiun televisi dan media online merancang siaran langsung dari Cikeas agar seluruh khalayak bisa mengikuti peristiwa penting dan terasa genting ini.
Sudah ramai diwartakan, SBY kemarin bertandang ke kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, tempat yang sejatinya pada masa 2002-2004 SBY juga berkantor di sana selaku menteri. Jadi ini pertemuan antara “menkopolkam dan mantan menkopolkam”. Sekadar kangen-kangenan? Bisa saja, silaturahmi hal yang baik dan harus dipelihara.
[irp]
Namun demikian usai persamuhan, Wiranto selain membenarkan adanya pertemuan antara dua purnawirawan jenderal, silaturahmi berkaitan dengan rencana demo besar usai salat Jumat itu. Kunjungan SBY dikatakan Wiranto berkaitan dengan situasi-situasi terkini di Indonesia. "Ya seputar itulah (demo 4 November)," kata Wiranto di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa, 1 November 2016, sebagaimana diwartakan Tempoco.
Harus diakui, rencana demo yang dibesut sejumlah ormas Islam pada 4 November membuat sibuk sejumlah elite politik. Tidak ada asap jika tidak ada api, demo itu digelar karena dipicu oleh ucapan calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu akhir September lalu yang menurut Front Pembela Islam, salah satu ormas Islam terdepan dalam menentang Gubernur DKI Jakarta itu, telah menistakan agama karena meminta warga jangan mau dibohongi orang menggunakan ayat suci. Persisnya surat Al-Maidah 51 yang ditafsirkan soal pemilihan pemimpin nonmuslim.
[caption id="attachment_1711" align="alignleft" width="372"] Jokowi dan Prabowo (Foto: Merdeka.com)[/caption]
Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo bertamu ke Hambalang menemui rivalnya pada Pilpres 2014 lalu, yaitu Jenderal Prabowo Subianto. Dalam pertemuan dua jam yang diwarnai aksi menunggang kuda (sebagai simbol tak ada yang saling menunggangi karena naik kuda masing-masing), keduanya sepakat untuk sama-sama merekat persatuan dalam kebhinekaan yang sudah terjaga sekian lama.
Usai menemui Prabowo, Presiden Jokowi pun menggelar pertemuan dengan Kementerian Agama, Kementerian Politik Hukum dan Kemanan, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, serta Majelis Ulama Indonesia di Istana Kepresidenan. Dalam persamuhan dengan para tokoh agama dan ulama itu dibahas adanya kekhawatiran demo itu bakal ditunggangi oleh pihak ketiga dan tidak akan usai kalau proses hukum soal dugaan penistaan agama oleh Ahok tak dituntaskan.
Siapa pihak ketiga yang dikhawatirkan menunggangi demo itu? Tentu bukan Jokowi maupun Prabowo. Bukankah mereka sudah punya kuda tunggangan masing-masing? Sebuah pesan politik Jokowi maupun Prabowo yang disampaikan secara apik.
Sebagai bagian dari elite politik dan otomatis bagian dari anak bangsa, apalagi kedudukannya sebagai ketua umum partai sekaligus mantan Presiden, tidak ada salahnya SBY mengambil inisiatif untuk sama-sama menciptakan ketenangan dan kestabilan kondisi negeri terkait demo “Anti Ahok” itu, meski Presiden Jokowi tidak menemuinya di Cikeas.
Apalagi merujuk pada keterangan Wiranto, dalam pertemuan itu SBY memberikan sejumlah pandangan dari perspektifnya selaku mantan jenderal sekaligus mantan Presiden Republik Indonesia. Menurut Wiranto pula SBY menghendaki demo itu berlangsung kondusif dan tidak berujung pada kegaduhan, apalagi kerusuhan.
Namun saat ditanya apakah ada permintaan khusus SBY agar kasus Ahok diselesaikan dan dituntaskan di Kepolisian, Wiranto mengelak menjawab pertanyaan pers dengan alasan klise pejabat, "Sudah, saya ada acara dulu!”
Jika dibaca sekilas peristiwa ini, publik awam sekalipun akan tahu siapa yang diuntungkan jika Ahok benar-benar tumbang di tengah jalan, gagal melanjutkan pencalonannya jalan akibat tekanan massa. Dari sisi elektabilitas, Ahok masih belum terkejar bahkan jika Pilkada diadakan hari ini.
Jika Ahok gagal “nyalon” karena tunduk pada tekanan massa pendemo, yang diuntungkan tidak lain pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan tentu saja Agus Harimurti-Sylviana Murni. Anies-Sandiaga didorong PKS dan Gerindra, sehingga pertemuan Jokowi dengan boss Gerindra, Prabowo Subianto, dianggap sudah “clear” dengan sinyal “tak ada yang saling menunggangi karena masing-masing naik kuda sendiri” itu.
Bagaimana dengan Agus-Sylviana? Dalam konteks inilah SBY selaku ayahanda dari Agus Harimurti yang maju ke gelanggang, perlu mengabarkan kepada publik bahwa pihaknya tidak dalam posisi “yang menunggangi” (demo) itu, meski dalam konferensi pers nanti pernyataan tersirat ini tidak akan tersurat (tertulis dalam teks) dan dibacakan.
[irp]
Selaku mantan prajurit, penting bagi SBY untuk menjelaskan kepada publik mengenai perlunya sportivitas dalam kompetisi apapun, termasuk perebutan kursi Gubernur DKI Jakarta yang dianggap bergengsi itu, apalagi hal itu menyangkut putranya sendiri yang ikut dalam kompetisi itu.
Apalagi sinyalemen bahwa dua pasang lawan Ahok diuntungkan dengan adanya demo besar yang jelas-jelas menghentikan langkah Ahok, tercermin dari pernyataan Agus Harimurti yang mengatakan akan bijak jika pemerintah ataupun penegak hukum mendengarkan aspirasi demonstran dan jangan justru massa kembali ditantang.
"Jangan dicuekinlah atau disepelekan, apalagi justru ditantang balik, itu enggak bijak bagi saya. Bukan berarti siapa kalah lawan siapa, bukan bagi saya, apalagi ini rakyat sendiri, enggak ada menang dan kalah dengan rakyat sendiri, yang ada adalah bagaimana menjaga harmoni ini," kata Agus sebagaimana diwartakan Liputan6.
Agus tidak lupa meminta agar para pendemo diberikan ruang untuk menyampaikan dan mendengarkan aspirasi mereka. Namun, Agus juga meminta para demonstran tidak melanggar hukum saat melancarkan aksi mereka.
"As long as tidak melanggar hukum, menaati peraturan yang ditetapkan, dan tidak mengakibatkan sesuatu yang anarkistis, serta saling atau menjadikan bentrokan-bentrokan sosial, saya pikir ini realitas demokrasi, realitas dari demokratisasi," imbuh Agus.
Dalam kaitan pernyataan Agus Harimurti ini jugalah maka konferensi pers SBY yang akan dilangsungkan di Cikeas sangat dinantikan untuk mendudukkan persoalan pada tempat yang selayaknya. Apalagi, aparat intelejen dikabarkan sudah mencium aroma siapa sesungguhnya aktor sekaligus penyandang dana untuk demo akbar Jumat nanti.
Akan tetapi jika konferensi pers itu batal dilaksanakan, jangan ragu... abaikan saja ulasan ini!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews