Tepat di Hari Ulang Tahun ke-71 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2016 ini, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri akhirnya merestui Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersama Djarot Saiful Hidayat sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.
Dengan maklumat ini, palagan Pilkada yang akan berlangsung pada 2017 ini seperti mengalami antiklimaks dan kehilangan greget di mana hasil akhir sudah bisa diramalkan tanpa melibatkan survei. Selain itu, ada beberapa pihak yang kecewa atas "Restu Ibu" itu, juga yang sudah dapat dipastikan adalah bubarnya Koalisi Kekeluargaan alias KoKeluar.
KoKeluar merupakan gabungan 7 partai yang memiliki misi "Menumbangkan Ahok" pada Pilkada 2017 nanti. Uniknya, di dalam 7 partai itu PDIP masuk di dalamnya atas prakarsa Bambang Dwi Hartono. Ketika PDIP menunjuk Ahok-Djarot sebagai calon gubernur/wakil petahana, maka otomatis KoKeluar bubar jalan. Nasib Bambang DH pun bisa dikatakan berada diujung tanduk, setidak-tidaknya kena semprot Ibu.
Sementara koalisi tiga partai pengusung Ahok sebelumnya, yakni Golkar, Nasdem, Hanura alias KoGaNahan, mendapat kawan baru, yakni PDIP yang akan segera bergabung. Konstelasi pun berubah seketika, termasuk perolehan kursi DPRD DKI dan perolehan suara berbasis Pilkada 2012. Besar kemungkinan KoGaNahan pun berubah menjadi KoGaNahanGan (Golkar, Nasdem, Hanura, PDI Perjuangan).
Direstuinya Ahok-Djarot oleh Megawati juga memperjelas nasib peserta konvensi PDIP untuk bakal calon gubernur DKI Jakarta seperti Yusril Ihza Mahendra.
Yusril dan rekan-rekan senasib masih bisa berharap maju jika masih ada parpol yang mengusungnya. Sesumbar Masinton Pasaribu bahwa "Kambing Dibedaki" akan mengalahkan Ahok, tidak menjadi kenyataan.
Sandiaga Uno yang diusung Gerindra, kini masih jomblo alias belum punya wakilnya. Tadinya dia berharap Walikota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma yang dimajukan PDIP dan Sandiaga rela hanya sekadar menjadi wakilnya. Tetapi, Risma sudah dikunci PDIP lebih dulu dengan ditunjuk menjadi juru kampanye nasional, termasuk menjadi juru kampanye untuk Ahok.
Karena Sandiaga masih jomblo dan partainya tidak bisa mengusung calon sendiri sehingga harus berkoalisi, terbuka peluang untuk Yusril, Haji Lulung, Rizal Ramli, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet atau siapapun menjadi bakal calon gubernur/wakil Jakarta. Membiarkan Sandiaga jomblo tanpa pendamping adalah kuncinya.
Adalah tugas berat bagi Gerindra untuk membujuk salah satu partai berkoalisi agar kursinya memenuhi batas minimal pencalonan, yakni 22 kursi DPRD. Kalau tidak, Sandiaga yang sudah bersosialisasi ke masyarakat menjadi sia-sia dan kesendiriannya di metromini akan menjadi foto yang sangat epic di kemudian hari.
Padahal, dalam pidato yang tak kalah epic-nya, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mendeklarasikan, bahwa mereka yang tidak memilih Sandiaga adalah "Antek Asing". Sepertinya, warga Jakarta yang tidak mau kena tulah Prabowo mendoakan Sandiaga agar tetap jomblo, yang jika pada akhirnya menggugurkannya sebagai bakal calon gubernur. Warga Jakarta yang ogah memilih Sandiaga tidak mau disebut "Antek Asing".
Lima partai sisa di luar PDIP dan Gerindra, yakni PPP, PKS, PAN, PKB, dan PD, bisa saja mengusung bakal calon gubernur/wakilnya sendiri karena kursi perolehan lima partai ini lebih dari cukup untuk mengusung bakal calon. Alhasil, Gerindra dan Sandiaga harus merogoh kocek lebih dalam, minimal untuk biaya ngopi-ngopi, untuk membujuk kelima partai itu agar tetap bersamanya.
Di sisi lain, kelima partai itu bakal mendapat "proyek" baru yang basah, yakni mempermainkan hati dan perasaan Sandiaga, bahkan bisa melempar ancaman dengan mengusung bakal calonnya sendiri. Di sinilah Yusril dan lain-lainnya itu masih bisa berharap, tinggal kuat-kuatan doa saja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews