Kebahagiaan itu mahal. Makanya tak ada satupun toko menjualnya, karena dianggap tak ada yang mampu membeli. Kecuali pada mereka yang berendah hati.
Bisakah orang tertular Covid-19 karena senggama? Bisa saja, seandainya salah satunya positif terpapar Covid-19. Kalau keduanya sama-sama sehat-bugar, tak kurang suatu apa, bisa jadi hanya salah satunya bakal mengalami kepositifan. Misal positif hamil.
Tahukah Anda, ada perempuan pekerja seks komersial yang dalam sehari melayani 6 (enam) lelaki hidung macem-macem (ada yang pesek, mancung, biasa saja, dan seterusnya), dan kemudian didapati meninggal, dalam pelayanan yang terakhir? Karena kelelahan, sesak nafas, jantungan, atau karena persenggamaannya?
Maaf, tulisan ini hanya untuk yang sudah dewasa. Yang belum dewasa, mohon sabar menanti, sampai KPAI tidak melindungi Anda lagi. Karena takutnya, tulisan seperti ini akan dituding KPAI melecelehkan salah satu komisionernya. Karena paska reformasi 1998, banyak pejabat dan komisioner negara baperan, dengan andalan pencemaran nama baik. Padal, punya nama baik juga kagak, kecuali pemberian nama dari orangtuanya. Hingga soal anjay saja ributnya minta amplop!
Di jaman aturan, physical distancing ini, bagaimana melakukan persengganaan dengan phisik yang berjarak? Wong salaman atau jabat tangan saja dianjurkan dihindari. Apalagi pelukan, cipika-cipiki, dan lebih-lebih penetrasi. Ada yang nyeletuk, ya kalau suami-isteri, kan masing-masing sudah tahu. Belum tentu. Jangan sok-tahulah. Sekali-kali sok-tempelah, kan sama-sama bergizi?
Sampai di sini, saya belum juga tahu secara persis; Ada yang menyebut istilah senggama itu kasar. Kurang sopan. Mana lebih kasar dengan istilah kenthu? Coitus? Bersetubuh? Bersebadan? Menyatu? Penetrasi? Ihik? Ngencuk? Atau, ngene, nganu? Tapi pentingkah sebutan-sebutan itu diseminarkan, untuk disamakan? Biar saja orang menyebut sesuai kesukaan dan tingkat pendidikan serta pengetahuannya. Jangan apa-apa diseragamkan.
Anda tahu, apa manfaat menyeragamkan celdam harus berwarna kuning semua, atau pink semua? Terus kemudian dibentuk Satgas Pemeriksa Celdam, dengan tugas menghukum yang tidak memakai celdam sesuai aturan?
Apa coba hukumannya bagi pelanggar aturan? Hukuman sosial lari-lari keliling Istana Negara dengan celdam dikibarkan, sebagaimana salah satu puisi Rendra, ‘Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta’? Apakah pelacur hanya istilah untuk perempuan pekerja seks komersial? Yang amatiran bagaimana? Yang konsumen bagaimana? Yang melacurkan jabatan negara bagaimana?
Maka ujar Yesus, “Kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu untuk merajam dia,…” Dan tahukah Anda, senyampang itu Nabi Muhammad ngendika; Pelacur yang memberi minum pada anjing kurus-kering kehausan itu akan mendapatkan sorga?
Semua hal tergantung pada centhelan. Seperti halnya semua pohon jati tertanam di tanah. Maka kalau ada yang sampai di sini bertanya, mana pembahasan soal senggama? Pertanyaannya; Siapa yang menjanjikan tulisan ini membahas soal senggama? Senggama kok dibahas. Mending dilakukan, dinikmati, dengan cara yang baik dan benar, tidak sombong, bukan ngomdo, apalagi hoax.
Kebahagiaan itu mahal. Makanya tak ada satupun toko menjualnya, karena dianggap tak ada yang mampu membeli. Kecuali pada mereka yang berendah hati. Bahwa hidup adalah juga terdiri dari berkat-berkat kebaikan. Tidak hanya sekedar keluh-kesah. Apalagi bisanya cuma maki-maki, dan menyalahkan liyan.
@sunardianwirodono
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews