Usia candi-candi berbahan batu bata merah ini, diperkirakan lebih tua dari candi-candi di Jateng dan Jatim yang materialnya batu andesit.
Ketika arkeolog Ayat Rohaedi memimpim kuliah kerja lapangan (KKL) mahasiswa UI di Cibuaya Kabupaten Karawang tahun 1984, dia nyelonong ke Batujaya sekitar 20 km sebelah barat daya lokasi KKL. Ayat tertarik dengan informasi warga tentang banyaknya onggokan tanah yang membusut di Batujaya. Masyarakat setempat menyebutnya unur. Kata itu merupakan penjawaan dari kata Sunda 'hunyur' yang berarti 'busut'. Dapat diartikan pula bukit kecil.
Bersama dua mahasiswa, adik kandung sastrawa Ajip Rosidi ini menjelajahi lokasi yang ditunjukkan warga. "Berdasarkan pencatatan sementara, di daerah seluas sekitar 5 kilometer persegi itu terdapat tidak kurang dari 25 unur. Ada yang besar, ada juga yang kecil," ujar Mang Ayat -sapaan akrabnya- dalam memoarnya "65=67 Catatan Acak-acakan dan Catatan Apa Adanya" yang terbit 2011.
Pada KKL 1985 dan 1986 Mang Ayat memimpim penggalian Unur Jiwa. Sepuluh tahun kemudian pemugaran terhadap Unur Jiwa dilakukan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Serang. Dilanjutkan dengan penggalian dan pemugaran Unur Blandongan serta sejumlah unur lainnya.
Ayat mengaku kagum dengan perhatian masyarakat yang datang berbondong-bondong. Pemberitaan di media massa pun ramai. "Padahal ketika kami mulai menggali tahun 1985, tak ada masyarakat yang menonton. Mereka malah banyak yang menganggap penggalian yang kami lakukan adalah pekerjaan sia-sia. Kurang kerjaan," tuturnya.
Hasan Djafar yang meneruskan pekerjaan Mang Ayat, kemudian menulis disertasi pada 2007 yang diterbitkan menjadi buku "Kompleks Percandian Batujaya" pada 2010. Setahun sebelum Hasan meraih doktor, Mang Ayat wafat.
Menurut Hasan Djafar, diduga bangunan percandian di daerah pantai utara Karawang itu berkaitan dengan Kerajaan Tarumanagara abad ke-5 hingga abad ke-7.
Lokasinya di hilir Sungai Citarum. Dari reruntuhan itu banyak ditemukan peninggalan penting. Antara lain inskripsi-inskripsi pendek ayat-ayat suci agama Budha. Juga tembikar, arca, kalung, dan sebagainya.
Unur-unur yang kemudian disebut candi itu berada di dua desa, yakni Tegaljaya dan Segaran, Kec. Batujaya. Menurut informasi terbaru, kini terdapat 62 cagar budaya di kawasan tersebut. Memang tidak semuanya berwujud unur, tapi juga berupa menhir dan sumur tua. Hingga sekarang baru tiga situs yang dipugar yaitu Candi Jiwa, Candi Blandongan, dan Candi Serut.
Biaya ekskavasi, pemugaran, tidaklah murah. Demikian juga butuh waktu lama untuk menuntaskannya. Andai saja semuanya dipugar, Batujaya akan menjadi "Kota Seribu Candi". Kawasan yang menuntun orang menjelajahi jejak masa lalu leluhurnya. Boleh jadi kawasan ini dulunya adalah kawasan utama atau pusat kota di masa Tarumanagara."Usia candi-candi berbahan batu bata merah ini, diperkirakan lebih tua dari candi-candi di Jateng dan Jatim yang materialnya batu andesit," kata Karim, salah seorang juru pelihara dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karawang, saat ditemui di kompleks percandian beberapa waktu lalu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews